Suara Bayi di Ponsel Suamiku
el yang terus berkedip. Kube
pku menjawa
ara yang menjawab
ni?" tanyaku dengan s
berikutnya aku dikagetkan dengan s
u
. Lawan bicaraku memutuska
" tanya
k kusadari itu. Cepat aku menggel
i Mami Zyan. Tapi waktu aku
nya ponsel kemudian ia terlihat
t," ucapnya ketus sambil me
Mas. Kok telpon malem-m
mobil. Udah tidur lagi," ucapnya
ku tak bisa terpejam. Aku memikirkan esok hari. Bagaimana agar Ma
*
anya Mas Haris seraya menarik ku
oreng untuk sarapan kami, berhe
a gak bisa dibetulkan
sudah kubilang mobil i
bayar kalau nomina
rtifikat rumah saj
mobil, rugi jatuhnya. Mending kalau bisa bayar, k
Haris akan menggebrak
n banget ya jadi ora
masalah Mas Haris gak kerja. Sudah cukup dari uang pesangon kita gak dapa
ku yakin amarahnya sudah d
beranjak dari tempat duduknya kemudian berjalan ke depan. Terdengar
Awalnya aku memang sangat percaya padanya, mengingat bagaimana ia memperlakukan aku sebagai seorang istri selama ini. Namun, belakangan sikapnya s
dahulu. Tetapi alasan yang ia buat terlalu mengada-ada. Aku memang sangat mencintainya. Sungguh
rpisahan yang harus terjadi. Hanya satu yang aku syukuri saat ini, anak-anak tak ada di rumah ketika orang tua me
rapihkan semua sertifikat
IV/b. Sertifikat sertifikasi guru. Buku tabungan. Semuan
nekat dan memaksaku untu
an selain orang tua. Sedih rasanya jika harus mengabarkan perpisahan pada mereka yang suda
tor matic kesayanganku. Ya, motor ini yang
u, Pak," ucapku sam
terdengar jawaban salam da
umur yang sudah tua ini, aku masih bisa melihatnya. Meski badannya tak sesegar dahulu dan matanya tak
al yang sama. Mulutnya komat-kamit me
ak," s
nyanya. Tangannya tetap
nya yang teduh, tak tega aku menga
iri? Mana Haris?
selalu menjadi menantu kesayangan Bapak dan Ibu. Jika kam
uruh. Bersyukur Bapak dan Ibu tak
tur suara senetral mungkin. Aku tak ingin mer
ada masalah,
an Ibu ini? Serapat apapun aku tu
a kalian menghadapinya. Semuanya harus diselesaikan dengan kepa
Pak,"
ak dan Ibu. Selalu bersama sampai maut memisahkan. Namun,
*
menyampaikan maksudku datang ke kediam
n buku nikah kami. Entah kenapa tiba-tiba aku kepikiran buku itu. Walaupun belum jelas kami akan berpisah atau tidak. Bahkan masalah kami pun, aku masih memikirkannya. Hanya
bergegas ke kamar. Membu
mah kami bersama kartu keluarga serta kotak perhiasan y
yakin aman karena lemari ini selalu terkunci dan kuncinya aku pegang sendiri. Tak a
angnya benda itu