CANDIKALA
i ini. Rasa sakitnya seperti diiris, ditarik, diremas, dicubit dan entah diapakan lagi tanpa henti. Kadang rasa s
njerit min
Bu?" teriak Halimah. Dia berusa
alimah dan mengelus kepala
ya mau melahirkan," bisik wani
. Melahirkan? Kapan dia menikah? Kapan dia hamil? Kenapa sekarang dia akan melahirkan? Hal
disi Halimah. Dia menggenggam tan
tapi ambil napas dari hidung dan keluarkan lewat mulut, ya? Jan
Dia tidak ingin melahirkan! Halimah sangat panik dan ketakutan, dia i
k turun dari tempat tidurnya. Wanita itu terus mengelus kepala dan punggung Halimah sambil membisikkan ist
gan teratur ketika rasa sakit itu datang lagi. Dan hasilnya, rasa sakit yang menyerangnya bisa teratasi
gembuskannya dengan perlahan dan tenang. Dia tersenyum. Dan ketik
tanya wanita itu, sela
a itu cukup tinggi dan cantik walaupun terhitung sudah tua. Dia memakai jilbab warna marun
menggenggam tangan wanita itu. Wanita itu memberi dukungan dengan memeluk tubuh Halimah yang menegang, menahan rasa sakit yan
ring dengan lemas tak berdaya. Wanita i
a tidak punya uang," bisik H
hal itu, njih? Sekarang yang penting Mbak Halimah punya tenaga untuk melahirkan dulu," jawab wanita yang men
tu Mbak Halimah semampu kami," bisik wanita itu. Halimah mengangguk
wanita itu nampak terkejut, tetapi segera men
salin Amanah Bunda, Mbak, di Ka
hendak bertanya lagi kepada Rani ketika rasa sakit pada perutnya semakin menjadi, dan kemudian Halimah
inggalkan sisinya selama Halimah melahirkan. Rani mas
ut, sekaligus juga merasa yakin karena ada Rani di sampingnya. Dan setelah melewati ratusan, bahkan ribuan rasa saki
aminya. Rasa sakit yang beribu bahkan berjuta kali lipat dari semua rasa sakit yang pernah dialaminya. Rasa sakit yang teramat sak
etika itu juga Halimah paham. Dia mengerti bahw
i dengan bayi yang sempat mampir di rahimnya secara gaib. Halimah beristighfar
*
di pintu rawat Halimah. Dia melihat Hali
k seseorang di belakang Rani. Rani menoleh, dia m
dua hal. Yang pertama dia bilang kalau dia ingin pulang dan yang kedua dia mengatakan bahwa dia tidak pernah hamil.
r desaha
g Rani mengangguk. Dia menggumamkan basmallah da
*
Rani masuk dengan seorang pria yang memiliki rambut putih semua. Putih semua, tanpa ada sehelai pun rambut hitam di kepala pria itu. Halimah mencoba untu
ernyata setelah tersenyum, pria itu terlihat sangat
buat lutut Halimah lemas mendengar suara pria itu. Halimah menel
*
terpukau melihat Sapto suaminya. Sapto menyikut Rani yang menahan tawa. Rani m
lau Pak Sapto mau tanya-tanya sedikit?" tanya Halimah. Halimah
di bibirnya. Ah, Rani nyaris tertawa lagi, karena ternyata
duduk di depan Halimah. Halimah terlihat ag
apto. Halimah tersenyum manis pada Sapto, memb
ngar nama daerah itu. Belum lama dia mendengar kabar bahwa ada beberapa orang yang menggunakan dua atau tiga pesugihan bersamaan di daerah pelosok it
nya bisa sampai ke Karang Pandan, yang jaraknya kurang lebih dua hari perjalanan normal dengan bus. Sapto mendengar
lum pernah menik
h meng
pria?" tanya Sapto pelan. Halimah langsung membeliak tak percaya men
tanya tentang hal 'itu' atau tidak. Tetapi setelah berbasmallah da
. emm ... orang yang menggunakan pesugihan?" tanya Sapto
ar pertanyaan Sapto, dia malah nampak agak
n keadaan keluarga Pak Slamet yang tubuhnya bisa berubah menjadi setengah ular, sete
Sapto sambil agak merenung. Dia nampa
alimah menjengit mendengar pertanyaan Sapto, tetapi akh
ntuk membolak-balik telapak tangan itu Sapto mengangguk dan berterima kasih
limah, yang secara refleks melihat
n Mbak Halimah. Apakah noda itu s
n itu di kukunya. Dan Halimah terpekik ketika melihat noda hitam itu. Noda itu sang
k," jawab Halimah risau, "kira-kira noda ini kenapa
ters
iri seperti apa rumah Pak Slamet," jawab Sapto, "Mbak Halimah m
dengar pertanyaan Sa
" jawab Halimah pelan, "kalau diperkenankan saya minta izin bekerja di sini, nj
, padahal hampir setiap hari Halimah meminta pulang padanya pada siapa saja yang mera
Bu?" tanya H
ngan bimbang dan kemudian Rani memandang Hali
idak bis
*