Kepingan Hati
lai perempuan. Rumah Khafa telah dihias dengan indah, menciptakan suasana yang benar-benar berbeda. Ti
menit yang lalu tampak gelisah karena Fathan belum menunjukkan tanda-tanda kehadiran. Melza, ibu Khaf
a?" tanya Melza de
k tahu, Bu," uca
tapi sampai detik ini Fathan beserta
an, perempuan itu mulai merenungkan hal-hal
ya terhindar dari kejadian buruk,
n Khafi dan Zayno bersama orang tua Fathan. Dua pe
lai? Tapi, kenapa B
u yang kurang, Pak
tetap diam. Ia bingung menentukan jawaban karena yan
than tidak dapat hadir,"
a ingin menikah, tentu ha
dengan jelas
nangis, sehingga Rizky mengambil inisiatif untuk berbicara
lah pergi bersama Vayka, yang saat ini sedang mengandung an
nggeleng kuat. Ia tidak dapat mempercayai perkataan
angan
Khafa. Semua ini terjad
lian!" ter
at pernikahan tinggal sebentar lag
izka mendekatinya sembari
erubah segalanya,
ya hati," ujar Zayno, mat
turut merasakannya. Gimana tanggapan orang-orang terhadap ba
mohon
ghantam Rizky, membuat Gizka terkejut
lagi!" seru Gizka tegas setelah Za
rasa sakit yang kami rasakan!" u
i, aku ikhlas. Ini adalah konsekuensi yang harus
malah mengusap kasar wajah Rizk
jukkan di mana
mengetahui keberadaan Fa
mengetahui keberadaan putranya saat akan
i kesalahan kami
semua dengan para tamu undangan! Jelaskan ke me
as tindakan anak kami, Melza,"
ihak kami yang m
ng di syarafnya. Rasa sakit hati dan malu menyelubungi Khafa serentak, merusak tidak hanya harga
Khafa menangis tersedu-sedu, menyembu
i momen penuh kebahagiaan saat aku resmi
rsama, tapi mengapa takdir memisahkan ka
gitu terpukul. Rasanya, Khafa ingin menjauh dari dunia ini ka
it .
afi. Bahkan kedua orangtuanya dan orangtua Fathan sudah tiada. Pandan
i bikin gue bahagia, tapi kenyataannya dia
ia pergi dengan wanita lain? Jika dia tidak mencintai gue, seharus
ta, Khafi memeluk erat
pa dia tega menyakiti sekaligus m
, tena
Fi. Gue udah membuat ibu
lupa, ia mengusap air mata Khafa yang t
ah yang salah
pernah ngerasain sakit sehebat ini. Rasanya, du
. Ia hanya mengelus bahu Khafa dengan
ue, Fi?" Khafa bertanya
o, Khafa. Cuma laki-laki breng
get, Khafi
sain sekarang, Fa. Kita
inggalin
in lo, Fa," ucap Khafi sam
mberikan pelajaran pada lelaki yang telah menyakiti hati sang kakak. Khafi, yang selalu membahagiakan Khafa, tent
Fa. Jangan nangis lagi, itu me
nyi. Meskipun luka yang dalam masih terasa, namun setidaknya, Khafi berhasi
iring waktu, Khafa mulai melihat cahaya di ujung terowongan. Khafi, saudara kembarnya, tetap menjadi pendukung yang teguh, menunjukka