Dosa Termanis dengan Calon Iparku
g, Safira bertanya, "Kenapa kamu luna
ya. Mengapa seorang Kai yang tidak ada urusannya sama sekali dengan utang-utang
a? Untuk apa Kai sukarela mengeluarkan uang sebanya
ira jika telah melunasi semua utang-utang perempuan itu. Rencananya, Kai akan mengatakannya nanti setelah surat p
Feeling-nya tidak salah lagi. Pasti ada niat tersembunyi dari kebaikan hati si manusia menyebalkan ini.
ku udah tau jawabannya," ucap Safira, yang lagi-lagi harus membuang kasar
bicara, "Jadi ... Apa timbal baliknya? Kamu mau apalagi dari aku? Gak mun
jari ke depan muka Safira
na kecokelatan, dengan bulu lentik alami. Hidung kecil, bibir ranum, dan paras yang cukup menggoda, membuat rasa pena
ah menggunakan berbagai macam cara. Jika seperti itu terus, rencananya hanya akan berjalan di tempat
ng terlintas dalam pikiran Kai. Dia akan membalik keadaan, s
lu," ucap Kai, dengan tatapan berbeda, dan sialnya
Kai yang kelam. Arkana saja tidak sememesona ini. Ah, tidak-tidak! Arkana dan Kai memang dua sosok yang
ja, darah Safira b
Tanpa permisi, dia mengecup singkat bibir sedikit terbuka itu hingga sang empunya terperanjat kaget,
napas Kai terasa menyapu permukaan kulit wajahnya. Posisinya sangat-sangat intim
i dengan nada mengejek, dan seketika itu juga
embelit pinggangnya, sambil hatinya mengumpat sejadi
kaku keliatan banget, ya, kalo salah tingkah gara-
h kali ini, karena Kai pa
kan apa yang ada di pikiran perempuan itu. Dia berkata, "Berhubung elu udah tau s
gue lunasin. Dan sekarang, elu yang utang sama gue. Jadi ...gue harap elu sadar diri karena mul
memundurkan kepalanya juga. Tubuhnya tidak bisa iku
isa manfaatin aku kayak gini! Kamu udah curang!" Napas Safira memburu akibat
puas. "Karena elu udah nipu keluarga gue juga
udah ket
-suka
sa seenaknya
hak g
Kai membuatnya emosi. Telapak tangannya sudah mengepal kuat, hendak meninj
utang budi! Karena selama ini gue udah baik hati gak bongkar rahasia lu
ng-
t lembut dan isapan melenakan. Sampai-sampai Safira pun tidak kuasa menolak ciuman itu. Kai
rnya itu. Telapak tangannya yang lain merayap di punggung Safira dengan perlahan, naik hingga
. Otaknya tak bisa digunakan untuk berpikir jernih. Bahkan, bayangan wajah Arkana y
i
an belum berpihak pada
ai
ng bisa saja tak terkendali. Kai menelengkan kepa
atur napas yang terengah, serta ritme jantung yang berdebar tak karuan. Sorot tajam sosok di depan pintu itu seo