Kisah Cinta di Batukarut
l ke tepi jalan. Jadi hitungannya jelas, satu pikul satu karcis. Kemudian suara Ati terdengar memanggil lagi. Panggilan kedua aku segera mencari-cari suara Ati. Ternyata ia
memutari jalan, karena jalan yang menuru
angat sederhana sekali. Pada bagian belakang beratapkan rumbia, dengan beberapa genteng di bagian depannya. Meskipun berdinding gedek, rumah itu terkesan antik dan ada keindahan tersendiri bagi yang melihatnya. Apalagi di samping rumah sederhana i
l menerima surat itu.
elum berangkat ke sekolah manehna mampir ke si
ali, segera surat itu kukantongi, "T
ng, Bang Liar." J
a, Ti, Aban
juga sebentar lagi
ecil yang berada di sisi mata air. Aku memang tidak cerita dengan siapa pun, sekalipun kepada Dadu
a Lihar di
kenal
berkenan ulin ke rumah yeti. Tapi Abdi malu, rumah Yeti jelek sekali, Tapi
n selalu
imika
Susi
yang selalu disayang. Ditambah pula aku menjadi tahu nama panjangnya, Yeti Susilawati, nama yang indah sekali. Perlahan kulipat surat itu, lalu kukantongi. Dalam hatiku berjanji, aku akan datang pada malam minggu, sayang. Cie-cie, a
un dengan tergesa-gesa melipat surat itu dan kukant
. Biasanya habis magrib langsung mengajak main keluar." Kat
Jawabku mencari alasan, "Sesekali pengen tidur
ke luar ya. Nanti kalau mau
Mang D
i. Yeti..oh..Yeti. Namun baru tiga kali kubaca ulang s
dengar Suara Ma
Tapi walaupun aku berkata begitu, aku segera bangkit, beranjak dari tempat tidur, membukakan pin
memakai bahasa sunda. "Keur heun
ka dia bilang aku nggak enak badan, lalu kubilang bahwa aku cuma mau istirahat aj
r aku mau menerimanya dan membawanya ke kamar. Melihat keseriusan wajah
holat Subuh aku sudah berada di lokasi, sehingga setiap orang yang melihatku selalu menyapa aku dengan kata, 'Tangginas.' Hawa dingin pegunungan tidak kurasakan lagi, karena yang kurasakan saat itu adalah kehangatan dalam hati. Kuhampiri gubuk di sana,
t aku cuma merokok, tidak ada kue, tidak ada kopi. "Lihar, tangginas, aya naon enjin
pagi yang segar." Sahutku, "Nanti aku sarapa
e di imah
Ading mulai bekerja. "Pak Ading, masih pagi banget, belum jam 7." Katak
h gelap. Sedangkan pekerja yang lain biasa datang jam 7, rutinitas, minum kopi, rokok, baru mulai bekerja
a di sana, ditemani Om Joni, yang biasa ia sarapan
ikut ngopi." Kata Om Joni,
ataku sambil menghirup kopi dan makan lonto
tunya Lihar sambil lewat mata air tadi ya, me
lah." Kataku mengelak, padahal
gak tertarik?" Om Joni menghirup STMJ nya, nikmat s
um berani." Timpal
anya tersenyum saja karena Mang Juhe juga mempunyai anak yang sudah gadis. Gadis itu akan datang nanti siang untuk membantu i
sudah ramai, ya?
..?" Aku menawari Pak
, mulut rasanya pahit." Pak
tu.." Aku memesan k
ut Mang Juhe de
agi naksir cewek." Mendengar itu Om Joni tertawa ngakak. "Ha ha ha, jangan melempar tangan sembunyi batu, Lih." Tangannya menepuk-nepuk meja, geli sekali. "Kala
Joni bercerai, tatkala anaknya berusia 5 tahun. Kemudian Om Joni merantau ke Jakarta. Dan di Jakarta ia bertemu dengan Pak Mamat. Yang kemudian Pak M
cewek di sini. Siapa tau dapat jodoh
naknya sama Lihar." Kata
maksudku agar jangan meneruskan k
i..." Mang Juhe menya
segera meralat perkataan Mang Juh
ni berkelakar, membuat warung itu
Aku kenal Ina, karena dialah yang membuatkan aku mie rebus, jika aku memesannya. Beberapa kali aku suka ngobrol dengannya. Dan dia pernah bercerita, bahwa ada
ab tamu datang harus dihormati." Aku berkomentar atas
mana mungkin, Ina kan
Ina, kamu ngobrol biasa aja sama dia. Nanti kalau dia bila
a sesuatu yang diharapkan. "Bagaimana kalau malam minggu Bang Lihar data
g desanya cukup jauh, katanya ada perlu. Tentu saja aku tidak dapat menolak permintaan Dadun yang sudah baik kepadaku. Maka dengan menggunakan motor GL milik adik Mang Ubed, kami pergi dengan Dadun, tanpa ingat janjiku kepada Ina. Membuat keesokan harinya Ina
mun sih?" Suara Om
anak Mang Juhe." Pak Nana tertawa terpi
, Mang Juhe." Katak
ihar." Sahut Mang
aku sengaja makan mie rebus di warung Mang Juhe dengan harapan bisa bertemu dengan Ina. Namun Ina tidak muncul, yang muncul malah ibunya. Ingin bertanya aku malu, sebab nanti aku disangka gede rasa gara-gara kelakar pada siang t
di rumah neneknya, di kampung Cimelati. Aku pun menjadi lega, berarti malam minggu besok Ina tidak ada di rumah. Dan menjelang malam ming
a herannya. Sebelum menjawab aku duduk di samping Dad
ataku dengan suar
dengan sikapku. "Ada apa? Bilang
m kembali untuk menguatkan diri. "M
ta Dadun menatap
k mengant
lum tahu, bahwa aku minta diantarkan ke man
wabku dengan berat, apalagi
" Aku menganggukkan kepala. Kulihat Dadun tertawa senang. "Lih, tau aja awewe geulis nya? Hayu atuh.." Dadun bergegas masuk kamar
lih gadis Batukarut. Aku sangat mendukung s
erima kasih.." Uca
aki. Melewati pula tanah teras penggalian, di mana Yeti sering lewat. Menyusuri jalan Batukarut ternyata cukup jauh, berkelak-kelok, dan berbatu pula. Tepat di ujung lereng gunung kudapati rumah Yeti, yang ternyata
kum." Aku me
man pula dengan Dadun. Lalu gadis itu menyilakan kami duduk. Aku pun langsung duduk sambil tersenyum memperhatikan dia yang tertunduk malu-malu. Kulihat Yeti mengen
terkejut, karena aku punya kesan orang tersebut adalah seorang jagoan dari kampung Batukarut. Hatiku agak menciut, jangan-jangan dia akan mengusirku, karena telah berani mengganggu anaknya. Namun dilua
Mimis berteriak ditujukan
am. Rupanya Yeti dipanggil Nyi oleh ayahnya,
atikan Dadun, "Kumaha damang
imis..." Sa
Tangan Pak Mimis menunjuk padaku sam
uk, "Iya Jang Lihar. Gimana lokasi tanahnya? Apakah banyak t
rsenyum padaku, ia melirik sekejap kepadaku, dan aku segera menangkap lirikannya itu. Membuat hatiku berdebar-debar, dan aku punersilakan aku untuk memi
mbil mataku memperhatikan
ku tidak dapat fokus mendengarkan pembicaraan mereka. Yang ada dalam fikiranku saat ini adalah Yeti dan hanya Yeti. Hatiku menjadi risau, karena Yeti tidak muncul lagi. Waduh, kalau acara apel seperti ini, apa enaknya. Masa apel cuma ngobrol sama calon mertua, bukan dengan anaknya? Dengan fikiran seperti itu aku menjadi gelisah. Wajahku menjadi kelihatan kusut dan kurang gairah. Tapi kok, Pak Mimis seperti tidak perduli dengan kegundahanku, begitu pula Dadun. Mereka malah terus saja mengobrol dengan ceritanya masing-masing. Bet
utatap Dadun, dengan memperlihatkan kekecewaanku. Namun apa yang kudengar dari
na?" Pak Mimis menyambung d
Dadun diam, ia tidak menjawab, hanya matanya yang melirik Pak Mimis. Sepertinya yang dilirik mengerti maksudnya, ia lalu berkata dengan so
bertanya ragu-ragu
ar aku segera masuk ke dalam. Akhirnya dengan perasaan berkecamuk dalam dada, aku masuk ke dalam, langsung menuju ruan
ihat penampilan Yeti yang sudah berbeda. Tadi aku melihatnya memakai baju ping, Kali ini ia
Sama sekali aku tidak menduga kalau Yeti menungguku di belakang. "Mun engke kadieu,
pada Ati. Perasaanku menjadi lega, perasaan negatif beberapa wa
ta Ati sambil meninggalkan tempat i
ma kasih. Sepertinya Ati mengerti, ia mengacungkan jempol dan menghilang di balik pint
.." B
angannya yang sibuk memain-mainkan ujung baju. Pada saat itu kurasagatakan itu sebetulnya gugup, karena
a bahuku. Aku ingin berbicara kembali, tetapi tidak bisa. Suaraku tersangkut pula di kerongkongan, sambil merasakan debaran jantung Yeti. Lalu kulihatbagus..." Aku men
lek.." Suara Yeti lirih deng
apat menguasai diri untuk bisa bicara normal. "
tua, setelah itu baru gantian sama anaknya." Yeti yang sudah dapa
apa harus di belakang
Yeti semakin bersandar di tubuhku, mungkin ingin menunjukkan, betapa sayangnya ia padaku. Tetapi aku tetap diam saja, tidak berani berbuat macam-macam. Hanya perasaanku sa
WIB. Sementara kami masih saling membisu, sambil memainkan hati. Tiba-tiba Ati
erbarengan men
dah jam 10." Kata Ati sambil malu-malu,
um memaklumi, lalu kutatap Yeti, "Ye
menatap, lama sekali, seakan-akan enggan be
ketika aku sadar dan segera berjalan ke ru
dah?" Pak Mimi
sudah mala
ndak berpamitan. Akhirnya aku meninggalkan rumah Yeti dengan rasa takjub dan suka-cita. Betapa keluarga mereka sangat menghargai aku. Namun baru beberapa langkah kami meninggalkan rumah yang penuh bunga itu, terdengar suara beberapa orang perempuan yang berada d
an yang ditanya tersenyum, lalu menghela nafasnya. "Lih
tu artinya keresek ; kantong keresek, gedebuk itu barang yang jatuh. Jadi bahasa keresek gedebuk itu arti sindiran, yang berarti kita datang diharuskan membawa kantong keresek yang berisi oleh-oleh. Baik berupa makanan, kopi, gula, rokok, dan lain-lain.
tang bertangan kosong tidak ada masalah. Malahan lelaki yang apel langsung ditemani kekasihnya, sedangkan orang tuanya masuk ke dalam. Kalau masalah oleh-
a Dadun ketika aku bercerita tentang kebiasaan apel di Sawangan. "
k-anggukkan kepala