Kisah Cinta di Batukarut
k memilih berdiam diri di dalam rumah. Berkumpul dengan keluarga, atau nonton televisi bagi yang punya. Sementara aku mencoba mengusir kemalasan itu. Selesai salat Isya aku
Joni, dan Pardi. Dengan kedatangan aku dan Dadun pembicaraan segera dimulai. Segera
angkau mobil nggak tercapai, karena yang pertama, medannya jauh dari jalan, yang kedua tu
ikirkan sekarang ke mana kita mencari tuka
di sini yang biasa bekerja memikul?" Pak N
tikan ada, Pak Nana..." S
tau?" Lantas aku be
ana tau, Lih.." Om Joni me
lebih banyak bengongnya nih.." Seloroh Pak Nana samb
saat tawa Pak Nana dan Om Joni berhenti, "Baga
m Joni langsung set
di daerah?" Tanyaku kemudian sambil memperhatikan mereka satu-persatu. Sementara kulihat Om Joni mu
ma si Jaka." Kata Dadun samb
. Jaka itu kan orang Ci
angan serius itu selesai, tema berganti dengan becanda, terutama Om Joni dan Pak Nana yang membuat suasana ruangan itu jadi meriah. Dalam beberapa w
ksudku kepadanya. "Kalau tukang pikul di kampungku memang ban
kami bergegas menuju ke tempat penggalian, setiba di sana aku menghampiri Om Joni yang sedang duduk dekat mobilnya. "Om J
hut Om Joni sambil
n, sudah d
langsung ke tem
u berpapasan dengan Yeti, gadis cantik yang selalu lewat. Kali ini ia memberikan senyumannya kepadaku, sambil matanya melirik. Dengan cepat aku membalasnya, dan anehnya, kenapa jantungku berdegup
Sapaku, karena ia mem
ku lelah kini tak terasa lagi. Hingga aku tidak menyadari pula, jika aku sudah berada di jalan yang datar, di mana gadis itu sudah tiada tamp
h mengagetkan aku, membuat aku tergagap. "Eh, oh.. ngga
" Ubed menimpali.
aan bahasa Sunda. Aku pun jadi tersenyum malu-malu. Nah lho, kok bisa jadi gini ya? Sehingga waktu aku dalam per
" Jaka bertanya saat kami berada dalam mobil angkutan, yang kebetulan du
, hm...anu..." Aku
cinta ya?"
Jaka bisa tau?
galaman." Jaka menepuk dadanya sendi
at tampang Jaka masih terlihat muda, "Meman
cinta sudah banyak sekali, sejak aku berumur 17 tahun." Ternyata Jaka panda
Jaka baru berum
lus sekolah ya, baru 18 ta
tahun Mang Ja
lanan yang mulai menurun dan berliku-liku. Sedangkan aku sambil mendengarkan cerita Jaka, mataku menerawang ke lembah di bawah sana. Jalan yang sempit, berliku-liku menurun. Sehingga pemandangan lembah di sana tampak jelas sekali. Rerimbunan pepohonan, dan beberapa rumah-rumah
alan menyusuri jalan setapak, berliku, dan mendaki. Akhirnya tibalah kami di sebuah rumah panggung. Kami disambut lelaki tua, yang ternyata
ulihat sudah ada beberap
enunjuk tiga orang yang sudah duduk di sana, kira-kira sebaya dengan
di sini tangkas-tangkas ya.
ku mengangguk-anggukkan kepala dengan kagum. Hatiku merasa puas mendapat pekerja yang tampak gagah-gagah. Sebelum kami kembali dan m
C. Tak terasa perjalanan panjang pun selesai, ketika kami sudah tiba di desa Cipetir. Udara sudah berganti pula. Kecerahan kelihatan jelas di langit, namun pancaran matahari yang sudah condong ke barat kini sudah terhalang gunung yang menjulang. Para tukang pikul pun kusaran
besok pekerjaan kita akan lebih lancar." Kataku
hat pakaian kotorku yang masih menggantung sudah tidak ada. "Mang Dadun.." Tang
n Dadun yang sudah beranjak gadis. Rasanya aku malu jika pakaianku di sini dicucikan oleh seorang gadis yang bukan apa-apaku. "Tapi.. Mang Dadun, aku kan nggak pernah...." Tetapi p
nggak enak." Kataku
n Itoh yang mencucikan pakaianku, Tetapi aku gelisah karena gadis Batukarut yang selalu terbayang di pelupuk mataku. Pada langit-langit kamar kulihat penuh wajah itu. Wajah Yeti yang selalu tersenyum, dan sen
ikku Yeti di
perk
amu dari seorang temanmu. Mungkin engkau juga sudah tahu namaku. Ya, engkau a
ku bermain
W
t itu aku pun tertidur. Mimpi-mimpi indah pun menghiasi tidurku sampai waktu subuh. Dan pagi itu sebelum aku berangkat bekerja, kutemui Itoh. Memang kuakui Itoh itu manis, kulitnya agak puti
h, kau sudah mencu
n beberapa rupiah. "Ulah, Bang Lih." Sepertinya ia menolak, tetapi aku memaksanya agar ia mau
ama.."
h sudah ada yang kot
tepatan dengan itu pula Dadun datang. "Lih... yuk berangkat." Ajaknya. Sepertinya ia tidak mau memperhatikan ur
pakah karcis sudah
, dan diberi nomor. Karcis itu akan digunakan untuk tukang pikul. Setiap selesai memikul, maka ia akan mendapatkan satu karcis. Dengan melalui cara itu aku akan lebih
pabrik. Sedangkan aku membagikan karcis buat para tukang pikul. Dengan begitu pekerja
lesai aku menjumpai Ati. Saat itu ia se
ngsung menyapaku, kedua teman-te
sepucuk surat kepada Ati, dan surat itu langsung d
eti.. tolong berikan y
dak melucu apalagi berguyon, justru pada saat itu aku tengah serius dan tengah menahan debaran jantungku. Kemudian aku mengucapkan terima kasih, dan tak lupa menyelipkan beberapa keping rupiah ke tangan mereka.
*
20 Desem