Kisah Cinta di Batukarut
zan dari musola yang berada di pengkolan Kampung Cinangka. Beberapa ibu-ibu dan anak-anak gadis bergegas ke mata air. Sebuah pekerjaan rutinitas mereka di p
in itu, yang kulakukan hanya sekadar cuci muka dan ber
ur rapi, ia berusaha memakai bahasa Indonesia, meskipun logat sundanya terdengar sangat kental sekali. Pada kali pertama malam, Belu mengajak aku jalan-jalan ke kampung Cibogo, di sebelah utara. Ia menawarkan ak
ng disukai." Begitu ia berkata s
dah kenyang." Sahutku sa
Belu menunjuk rokok yang
dian berbicara dengan teman-temannya yang kebetulan hadir di sana. Tentu saja mereka menggunakan bahasa
.." Dua orang temannya pamit, "Nuhun atas trak
m ramah kepada mereka. Setelah mereka jauh, kutanyakan kepada Belu mau ke mana
eng, "Aku belum punya pacar, Lih." Katanya dengan serius, "Aku belum berani." Lalu Belu meneguk kopinya yang
n Salak Sukabumi. Maka tepatnya kini di titik pertengahan dua daerah itu aku berada. Hawa dingin yang menyelusup ke tubuhku mengharuskan aku mengenakan jaket tebal. Mungkin untuk penduduk asli di sini sudah terbiasa
saat itu aku sedang melamun sambil menikmati alam di kaki pegunungan.
orang Bogor ya
, memang Sawangan itu bagian dari kabupaten Bogor, sebelum nantinya akan menjadi bagi
Sama-sama jomblo...." Aku tertawa, lalu
kalau kamu kan sudah pernah punya." Kat
ulukannya sama, Jo
ti ada yang difikirkan, "Di sini banyak cewek
anak muda di
tu kami berdua tertawa, tanpa disangka, Mang Japra yang punya warung ikut-ikutan tertawa. Akhirnya menjelang larut malam, kami permisi pulang kepada pemilik warung. Di rumah kami langsung tidur. Dan kami tidur dalam
u. Selesai sholat Subuh berjamaah, aku kembali ke rumah pak Ading, Kuliha
Lihar?' Sap
Bu.."
anakan sholat Subuh. Kata Ibu Belu, kalau bapaknya sudah bangun dan pergi ke mata air. Ibu Belu memang setiap berbicar
pa potong gorengan. Sebab waktu pertama kali aku di sini. Ibu Belu hanya menyiapkan sarapan pagi dengan secangkir kopi dan sepotong pisang goreng. Akibatnya pada jam 10 siang tubuhku menggigil, dan keringat dingin mengucur.menghampiriku. Aku tidak menjawab, hanya mengangguk saja
-apa, hm, biar aku sendiri nanti yang cari o
lan?" Tanya D
pun memesannya dan makan. Setelah makan, baru aku mengerti, ternyata aku kelantih, tidak sarapan pagi. Maka sejak kejadian itu, pada hari kedua setel
anti bila kurasa lapar, aku akan segera berlari ke warung. Di tempat penggalian, kulihat pak Ading sudah mulai b
." Aku menawarkan rokok kepada mereka. Mendengar tawaranku Ubed
Lalu melemparkannya pada teman-temannya. Kalau Pak Ading
a aku harus ikut ke pabrik. Di sana aku harus bertemu dengan bos yang punya pabrik, Pak H. Karta. Untuk pembayarannya nanti dilakukan pada jam te
Aku hanya teliti pada jumlah penarikan agar jangan sampai keliru. Kadang aku menyarankan tanah mana dulu yang harus didahulukan. Mereka semua patuh da
haan ini. Tetapi menurut Pak Yatna, urusannya sudah cukup kepada Pak Yatna saja. Jadi dia sudah tidak berperan sebagai pimpinan pengelola. Kurasa Pak Ajat tidak terima dengan keputusan Pak Yatna tersebut. Maka dari itu dia sering bo
i rumah pak Ading, dat
.." Sa
api tawaranku disambutnya dengan mengambil piring di belakang. Pak Adin
i. Aku menatapnya, "Oh ya? Ada apa ya?" Mendengar pertanyaanku, Pak A
ra Cibadak." Kata Pak Ajat selanjutnya,
keperluan apa, Pak
untuk kemajuan perusahaan k
da Pak Ading agar aku mau ikut. Kulihat pak
, Insha Allah
ai bekerja, aku minta
guru spiritualnya." Kata Dadun dengan logat sundanya yang kental. Sebetulnya
.?" Aku bertanya-tanya dengan heran. Dan Dadun cuma term
kalau Mang Dadun ikut aja bersam
boleh, Lih?"
Kataku dengan serius. Lalu tanpa b
li bergurau dengan lucu. Dengan banyolan tersebut tidak terasa kami sudah tiba di Warung Kiara. Di sana kami disambut oleh orang paruh baya, kemudian di dalam telah menunggu seorang ajengan yang memakai sorban, tetapi tid
." Aku mengangguk membenarkan perkataan Dadun. "Bener, Om..." Sahutku. Aku mengikuti Dadun dengan memanggil Johan dengan panggilan Om. Lalu kuteran
m. Sebelum masuk aku minta pendapat Dadun,
ruangan Kyai Surya. Kulihat Pak Ajat memberi isyarat agar aku mencium tangan sang
Surya memberikan aku segelas air putih. Tapi aku menol
r itu. Pak Ajat tersenyum puas. Dan beberapa waktu kemudian kami sudah berada di ruang depan. Di sana Kyai Surya tu
atu. Namun saat ini anaknya diasuh oleh keluarga mantan istrinya. Maka dari itu, Dadun tinggal di rumah bersama orang tuanya. Dadun m
s ingin menguasai Lih."
sampai begitu ya...
rasa nggak? Atau dia
.iya... dia tadi minta uang dan aku kas
nggeleng-gelengkan kepala. "Ha? Bisa jadi, Mang Dadun...gawat," Aku baru menyadari, "Padahal uang yang dulu j
us berbicara, kurasa perkataan Dadun benar, aku harus menagihnya. Ketika Dadun membalas tata
waktu aku diberi air putih. Aneh? Masa hanya dengan air putih, Pak Ajat bisa mempengaruhiku. Aku istigfar beberapa kali dalam hati. Pada saat Dadun tertidur, aku mengerj
ir A
28 Novem