Sang Penafsir
empesona. Langit menunjukan arti yang sebenarnya seolah-olah langit itu memberikan kebahagiaan kepada seora
rak bersama dengan benda lukis yang sebutannya kuas. Wanita dua puluh tahun itu mengambil
sudah tak muda lagi datang menghampiri an
n aktivitasnya. "
erusia kepala lima itu duduk di bangku bersebelahan dengan sang an
hingga kampus pun sang ibu selalu menanyakan hal yang sama, membuat
ngusik pikiran d
senyum hingga lesung pipit pun tampak jelas
af, jika kamu ditakdirkan seperti ini. Mamah yakin, dari balik heba
mengeluarkan segala yang kamu tanggung itu. Kamu berhak meluapkan emosi, sebagaimana kamu
h dari pelupuk mata seolah-olah wanita itu tak mampu mengucapkan sepatah kata pada sang ibunda. Tak ingin
i, bukannya kamu memiliki bibir untuk bicara? Tangan untuk berisyarat indah? Lalu kenapa engkau tidak memperg
melihatnya merasakan desiran hebat kala cairan bening yang sebentar lagi akan menetes. Halimah segera menarik tubuh
ah binggung dengan jalan takdir yang diberikan oleh Allah kepadamu, mamah benar-benar tak pantas menjadi seorang ibu. Tapi, percayalah ... mamah selalu
mentara, sisanya penderitaan luka untuk kembali dikenang. Sosok Syifa Aulia merupakan seorang wanita, anak, bahkan juga saha
us pundak sang anak. Seolah-olah elusan itu mengantarkan kekuatan, ketabahan, kebahagiaan, hingga k
...," lirih Syifa terbata-bata
emejamkan mata. Halimah tersenyum getir, sejurus kemudian Halimah mencium kening sang an
n itu terlalu berat untuk aku pikul. Jika bisa, tolong katakan pada-Nya j
semua banyak manusia di dunia ini, kenapa harus aku yang mena
ggung olehnya. Sungguh ujian hidup itu nyata adanya. Syifa Aulia itu kembali memeluk Halimah dengan air ma
mengelus pundak yang bergetar. "Dosa apalagi yang aku perbuat Ya Rabb? Kenapa engkau belum mengizinkan anakku untuk berbahagia sedetik sa
da hebat? Kemanakah kisah itu kau simpan? Aku membutuhkan kebahagiaan polos itu. Duhai malam, sampai kapan
jadi semuanya akan baik-baik saja. Dari balik beratnya ujian hidup seorang insan, kebahagiaan selalu datang diakhir senja.
ukisan indah itu menggambarkan perasaan seorang Syifa bahwasanya ketika hendak memandang sang
han, lautan kesakitan, lautan penderitaan. Ah, cukup katakan badai saja jangan apapun! Sejurus kemudian, isyarat angi
-baik saja, Nak," kata Halimah
nya, hati Syifa sudah remuk dan sulit untuk ditata kembali. Baru saja m
nggil Syifa den
arkan itu pun b
a yang candel membuatnya kesulitan, lalu Allah mempertemukan dengan Nabi Harun as., beliau menjadi penafsir sang Kalamullah. Jadi, aku membutuhk
am tak bersuara. Wanita itu mengerti, sang anak
ku mereka akan mengejekku dan menyuruhku untuk berhenti. Aku takut ... bahkan ketika KKN pun aku takut, aku taku
n kekuranganku, Mah," sambung Syifa la
awatirkan sesuatu yang belum terjadi? Tenanglah, Nak! Semuanya akan baik-baik saja selama k
ng ibu guna mencerna perkata
a turun ke bawah? Mamah sudah masak makanan kesukaan
wab Syifa A
mbuat si pemiliknya menatap tajam, namun Halimah terkekeh gemas melihat eks
.,' batin H