Sang Penafsir
ahkan ketika satu kekurangan tampak mereka akan menganggap dir
yang sedang mempresentasikan tanggung jawabnya sebagai mahasiswa semester lim
khirnya lelaki bermata hazel itu terhenti kala mendengarkan suara yang belum pernah dengar sebelumnya. Alunan vokal m
suara pertama kali Azka dengar sangat merdu. Sampai akhirnya tanpa sadar, seorang mahas
g bermasalah, saya harap minggu depan kamu membawa surat keterangan medis
terduga. Harapannya benar-benar tidak sesuai dengan ekspetasi, semua itu berada di luar harap
tekan Azka. "Perlukah saya ulangi pembic
a anggukan sebagai jawaban a
isi Istilah. Nah, apa itu definisi Istilah?' Nah, sampai sini dia berkata apa ada yang kurang?" kata Azka mengul
ulti,'kan jadinya," bisik Adinda kepada
fa itu enggak tau ngomong apaan! Jadi, gue merasa terwakil
nghunus banget kayak dewa kematian," bisik Sarah
malah dapet tatapan tajam," bis
nyum kikuk.
u hanya tersenyum meledek. Entah kenapa, perasaannya sungguh tak karuan membuat
irik arah jarum arjoli yang melekat di pergelangan tangan tak lupa jari telunjuknya terus mengentuk-kentuk ban
ertanyaan membuat para mahasiswa tadinya terus mengeluarkan kata-kata
elvi gelagapan saat mendengar
sia dua puluh lima tahun itu membuka penutup pulpen saat netranya berhasil menangkap
ak kaget dalam hatinya ber
ntasi, akan tetapi wanita itu tidak menoleh ke arahnya membuatnya semakin yakin bahwa
ada Satria kebetulah lelaki itu
s. "Yah sudah, nanti gue cuci
ebay amat,"
gerak tangan yang mengarah pada bangku. "
bibir Satria mengang
g dengan bahasa bibir yang tampak mudah dibac
lengka
ahmah," jawab Sy
lelaki itu tersenyum tipis ke arahnya setelah mencatat nama Syifa d
rakhir yang akan disampaika
ari ini tanpa ada pertanyaan, biarkan
ngakhiri presentasi hari ini tanpa melontarkan sebuah tawaran ber
sekian dari yang kami sampaikan. Mohon maaf jika ad
masing!" pinta Azka dengan pandangannya tak le
s presentasi Karya Tulis Ilmiah itu. Sejurus kemudian, lelaki itu menatap para mahasiswa dengan din
aya ingin mengingatkan, periksalah telingamu ke dokter THT bara
engontrol emosinya. Kemarin ibu dosen pernah berkata pada seorang Syifa, katanya beliau tidak bisa mengontrol emosi membuatn
pertama. Membahas tentang masa pubertas seorang, jika suara Syifa sampai sekarang s
n tidak salah dengar bahwa suara Syifa memang seperti itu terlebih lagi seorang tunarungu. Dan tunarungu itu sama dengan bisu, bahkan ibu dose
i jemarinya tak berhenti memainkan bolpointnya. Sungguh, pemi
apa yang dilontarkan oleh Syifa itu tidak bisa diterima di telinga kami. Maka dari itu, saya sangat setuju dengan pendapat tiga orang teman saya terkait kekurangan seorang Syifa. Bukankah, se
i wajah seorang Azka Halindra. Lelaki itu menarik nafas tenang dan membuangnya, lirikan mata mengara
ang membawa spid
an badan dan berjalan kearah papan tulis dan menuliskan sesuatu membuat para ma
pada mereka yang memili
dalam. Setelah itu, Azka membalikkan badan dan men