Wangsit Kuntilanak
ir. Ema tiba dengan napas sedikit tersengal di depan seb
kearifan lokal yang membua
carik kertas yang ia bawa. Memas
entuk rumah, tapi ini kayaknya bukan rumah deh. Apa gue
khirnya mencoba mengetuk pintu rumah, memanggil soso
. Permisi, hal
ngan sabar panggilannya mendapat sambutan. Dicoba untuk yang kedua kali kar
kan, pintu dengan kusen kayu megah dan ukiran rumit terbuka. M
pa,
rumah ini. Ini benar,
enyum lembut. "Oh, iya, Nduk. Bener, saya
dua kali deng
kamar lagi yang kosong.
, Bu? Saya pikir ini ta
ga, ternyata ada banyak banget yang berminat. Dan salah satu dari mereka memberi usulan untuk membua
aya malah seneng kalau di sini rame. Cuma saya agak kag
i dari siapa? Duh maaf,
nggak masalah kalau rame, malahan
ulu. Kita lihat-liha
sar, sebuah foto yang menunjukkan orang-orang di zaman dahulu. Kursi goyang yang terbuat dari kayu ja
rapat atau sekedar pertemuan di sini. Sambil bincang-bincang mengenai bisnis. Di b
u?" ulang E
ih ada fotonya." Bu Yati menunjuk pada sebuah figur lelaki berkumis tebal dengan blankon di kepala. Juga tongkat yang ada di tangann
iri dan kanan
ri kesayangannya pemilik pabrik jaman dulu
f 'o' tanpa suara. Dia
m kenalan. Nama Mb
ya
njang
birnya sebelum lanjut berucap, "E
ti, seperti yang Mbak Ema tahu. Anak-anak y
a,
as. Saya tunjukkin kama
i tangga melingkar yang mengantarkan me
rus berjalan hingga menuju kamar terakhir yang letaknya paling ujung. Bu Yati menge
angan. Sejenak Ema tertegun, tak menyangka bahwa di dalam rumah yang
ebuah lampu gantung berukuran cuk
setiap sudut ruangan yang ada. Rasanya tak menyesal sudah datang sejauh in
k? Mau nyew
aya mau nye
erapa
i untuk tinggal sampai setengah tahun di rasa cukup. Apalagi harga sewa di sini sangat-sang
empat bula
urah dan suasananya tenang. Jauh dari perkotaan. Mbak sebentar lagi bakal garap sk
yewa pertahun, tetapi ia takut uangnya tak cukup un
ya, santai aja. Di sini bisa n
engan
, Mbak. Nggak apa-apa. Mbak kerj
lis novel
is, ya? He
t-hebat banget kok, Bu. Pembaca
asilannya b
, lagi-lagi hany
nya lagi. Tapi sering dipakai kalau pagi-pagi. Kalau nggak mau ngantri, di bawah juga ada kamar mandi. Ada banyak
apa-a
aya tingga
telah ia terima. Ema langsung membaringkan tubuhnya di
s juga dari si tua kelad
remuk karena harus berjalan sambil menenteng koper
dalam mimpi. Saat baru saja akan kehilangan kesadaran. Sebuah teriakan peringa
i dari tem
di ambang kesadaran yang belum terkumpul
tu suar
a yakin baru saja mendengar suara ibuny
bisa melihat pohon beringin besar yang tadi ia lewati. Namun perempuan itu lagi-lagi harus kembali dikejutkan, tak kala matanya menangkap sesosok makh
alah liat, kan?