Wangsit Kuntilanak
a dulu, Nak. Ayah
ya. Dalam genggaman gadis itu, ia mengeratkan pegangan pada sebuah gunting tua dengan ujung runci
nggu gue," teriak
ong sama Ayah. Ayo buka, ad
i. Laki-laki lima puluh tahun mata keranjang itu terus-terusan menggodanya. Memaksa
tahu diri yang suka main tangan. Kini setelah ketiadaan sang Ibu, Sudar kian menjadi dan bertingkah di luar akal, me
han lagi nih. Kamu anak yang baik, kan Ayo
ialan! Atau gue
ma
pergi. Pergi
g menggoda dari balik pintu. Mungkin si tua keladi itu sudah pergi karena b
erusnya. Sudar pasti akan kembali melakukan hal yang sama. Menget
campur degup jantung yang keras. Serasa mengge
pikirkan adalah, dia harus pergi dari rumah ini dan memulai kehidupan baru. Menin
pun yang bernaung di bawah. Jalanan ibu kota terasa seperti biasanya. Mob
ebuah koper menuju alamat yang tertera, lokasi dimana sebuah ru
rkan tempat itu. Dia juga merupakan sahabat d
n dituju, karena sebuah kesibukan yang tak bisa ditunda dan sangat mendesak. Ib
un tengah bermain layang-layang terlihat. Berlarian kesana kemari untuk menerbangka
ua yang mengunyah sirih, rambutnya memutih, disanggul sederhana.
h, numpang
, Nduk?" ta
an langkah demi kesopa
a rumah sewa, mending koe pulang aja
nnya, lalu kembali menatap pada nenek tua i
ah hampir menghitam. Mengumpulkan liur di mulut lalu meludahkannya ke tanah. "Ng
rjalanan, sementara nenek tadi kembali mengunyah siri
tilasan di pinggir jalan setapak yang ia lalui. Petilasan sendiri adalah istilah yang diambil d
biasa, dengan cabang pohon yang sudah mekar dan menutupi akses cahaya matahari untu
Sepertinya dahulu sering dijadikan tempat anak-anak bermain. Ema membayangkan momen ketik
tu tertinggal jauh dan kini yang
sa dingin ganjil menyengat serasa merayapi tubuh. Perempuan itu menggosok tangan berkali-kali, lalu mendongak ke a
an menutupi tanah serta
Ema bisa mendengar semancam bisikan halus yang berada di dau
hnya, Ema
mendekat dan mengikis jarak menuju lokasi yang akan ia datangi. Mempercepat menemuin
itu mengedar pandang. Memeriksa barang kali ada seseorang yang luput dari
ar miliknya meninggalkan pohon itu. Tak ingin berlama-lama ka
ang pohon. Menyeringai lebar menampakkan gigi-giginya, tangan-tangan keriput dan pucat menggenggam erat tali yan