Derai Kasih Syafana
suatu perusahaan ternama di ibukota Jakarta. Usianya kini sud
buah mahligai rumah tangga. Syafana terbilang terlambat dan tidak pintar jika menilik
aat usianya menginjak 30 tahun, tiba-tiba ia berubah pikiran. Karena Syafana
tu. Rasa kecewa bercampur malu pun selalu menyelimuti hari-hari Syafana. Betapa tidak? Ayah tiriny
bernama Lukman. Dari dulu Lukman memang menyukainya tetapi baru kali ini ia sadar kalau Lukman lah orang yang selama ini S
memiliki 3 orang anak. Bak tersambar petir di siang bolong sontak mendiang Mama Syafana tidak menyetujui dan batal
anan sehari-hari. Tetapi jika masalah menafkahi dirinya dan Jovi, ayah tirinya terbilang tidak pernah telat memberi mere
sahabatnya yang bernama Arman Alatas. Seorang laki-laki muda berusia 28 tahun
Ia merasa laki-laki itu bisa jadi pendamping yang baik untuk masa depannya. Karena menika
Semoga saja rencana pernikahan ketiga ini tidak meles
Jam menunjukkan tepat pukul 06.00 pagi. Gadis cantik yang selalu memaka
derap langkah kaki dan suara lantang
dimana kau?" Ayah tirinya menggerutu
sih sembab, mencoba membuka perlahan pupil matanya. Mata sipitnya sayu karena memang kurang tidur. Syafan
fana yang keluar dari dalam kamarnya. Ia melihat sang ayah tiri
fana menyahut sambil keluar dari kamarn
a sarapan untukku? Perutku lapar mau makan!" Ayah tiri m
sih? Sebentar, aku akan membeli makana
mu malah enak-enakan tidur! Makanya jodohmu jauh!" Ayah tirinya mem
an banyak pekerjaan, jadi wajarlah
ul tubuh Syafana. Pukulan keras tersebut tepat mendarat d
h!" Syafana men
di bagian belakang pinggangnya. Betapa tidak? Pukulan keras
menangis?"
Syafana. Ia memiliki sifat yang tempramental, dan suka sekali memukul Syafana bila g
denganmu, Ayah! Aku ingin per
yang terus melotot di depan nya. Lantas, justru Arkan tertawa
nganmu? Dasar perawan tua!" Arkan membentak dengan nada tinggi. M
umah ini. Setelah kepergian mama, semua seakan berubah, Ayah dengan seenaknya men
ah sekarang! Angkat kakimu dari
r lagi ia akan menikah. Sangat tidak mungkin dia akan angkat kaki sekarang. Mau tidak mau
dak tau diuntung! Kau sama seperti mamamu!" Arkan t
eski itu menyangkut pautkan mendiang sang mama, Syafana mencoba tegar. Biarla
bil vas bunga itu lalu mengayunkannya ke arah Syafana. Ia mengambil ancang-
unga itu tepat ke arah tubuhnya, Syafana pun re
ana! Jangan lari
, Ayah! Kumohon jangan lempar vas itu padaku!" Syafana pun tak kal
alang nas