/0/23058/coverorgin.jpg?v=4c0ec1f46fbfddc72bcf6894813f78e9&imageMogr2/format/webp)
"Menantu sialan, saya selalu percaya sama kamu tapi apa kamu malah membunuh anak saya." Mamah Revan menampar pipi Tasya membuat wajahnya memerah menahan rasa sakitnya.
Mungkin dia pantes diperlakukan seperti ini, Revan masuk ke ruang sakit karena dirinya.
Coba saja Tasya tidak memegang pisau tajam itu pasti suaminya tidak akan tertusuk pisau itu dan juga tidak akan masuk ke rumah sakit.
"Mah, sudah jangan emosi." Tegur Papahnya tidak ingin membuat keributan di rumah sakit ini.
"Gimana Mamah enggak emosi Pah, dia yang sudah membuat anak kita masuk ke rumah sakit." Dumel Amnah Revan khawatir dengan keadaan anaknya.
"Iya Papah tahu tapi ini di rumah sakit jangan membuat pertengkaran di sini." Ucap Papah Revan.
"Lebih baik kamu pergi dari sini, saya tidak mau melihat wajah kamu lagi." Usir Mamah Revan agar Tasya segera pergi dari rumah sakit ini, Ia tidak ingin melihat wajahnya lagi karena sudah muak melihat wajahnya.
"Tapi Mah, aku ingin ketemu Mas Revan ingin melihat keadaannya juga." Pinta Tasya ingin sekali bertemu dengan suaminya ingin tahu kondisinya juga.
"Pergi dari sini atau saya menyuruh Revan untuk menceraikan kamu." Ancam Mamah Revan untuk mengusir menantunya.
"Baik Mah, aku pergi sekali lagi aku minta maaf Mah." Ucap Tasya berlalu pergi dari ruangan itu.
"Mampus, akhirnya pergi juga tuh cewek." Gumam Rara.
"Dok bagaimana keadaan anak saya." Tanya Malah Revan saat dokter itu sudah selesai menangani dan keluar dari ruangan anaknya.
"Alhamdulilah anak ibu tidak apa-apa hanya luka ringan saja di bagian perutnya." Jawab Dokter.
"Saya sudah boleh masuk lihat anak saya kan dok." Kata Mamah Revan ingin memanaskan dokter apakah Ia sudah diperbolehkan untuk masuk ke dalam ruangan itu.
"Boleh silahkan." Ucap Dokter itu.
"Terima kasih dok." Ujar Mamah Revan.
"Sama-sama, kalau gitu saya permisi." Dokter itu pergi meninggalkan ruangan untuk menangani pasien lainnya.
Mereka bertiga masuk ke dalam ruangan menengok keadaan Revan, saat ini Revan sudah terbaring di ranjang rumah sakit bagian perutnya sudah terpasang oleh perban.
"Kamu gapapa kan Van?" Tanya Mamah Revan ingin tahu keadaan anaknya saat ini.
"Aku gapapa Mah." Jawab Revan sudah tidak merasakan sakit lagi saat sudah di tangani oleh dokternya.
"Syukur lah." Ucap Papah Revan.
"Mah, Tasya di mana kenapa nggak jenguk aku." Revan ingin tahu keberadaan isterinya mengapa Sam sekali tidak datang menjenguk suaminya.
"Isteri kamu tuh kabur nggak mau tanggung jawab merawat kamu." Tuduhan Mahu Revan ingin membuat anaknya itu membenci isterinya sendiri.
"Mah, nggak boleh gitu." Tegur Papahnya tak ingin isterinya mengucapkan seperti itu tidak baik mengucapkan hal yang tidak-tidak.
"Memang benar kok Pah." Kata Mamah Revan.
"Tadi Isteri kamu jalannya kayak lagi buru-buru." Tuduh Rara ingin membuat Revan benci dengan isterinya itu.
"Kemana dia." Tanya Revan ingin tahu keberadaan isterinya kemana dia akan pergi.
"Aku juga nggak tahu Mas, mungkin ke rumah teman kecilnya itu." Jawab Rara masih menuduh Tasya.
"Sudah lah Van, jangan terlalu mikirkan dia lagi. Kamu harus sembuh dulu Mamah nggak mau kamu kenapa-kenapa lagi." Ucap Mamah Revan tak ingin anaknya itu terlalu memikirkan keadaan isterinya itu, Ia hanya mau anaknya cepat-cepat sembuh dan keluar dari rumah sakit.
"Iya, Mah." Ujar Revan mengangguk.
Tasya berjalan ke arah rumah Ibunya mengeluarkan air mata yang sudah banjir memenuhi kedua pipinya, sampai di depan rumah Ibunya Ia langsung menghapuskan kedua air matanya agar Ibu dan Abangnya tidak khawatir dengan dirinya.
"Loh, Sya. Kamu kok ke sini lagi, nanti dimarahin suami kamu gimana." Ibu Tasya terkejut saat melihat Anaknya pulang ke rumah orang tuanya.
"Biarin aja Bu, aku sudah capek." Tasya tidak perduli jika di marahi oleh suaminya lagi, karena dia sudah capek rasanya ingin sekali berpisah dengan Lelaki itu.
"Maksud kamu apa Sya." Mengeritkan keningnya masih Bingung dengan ucapan anaknya.
"Hiks hiks hiks aku capek Bu, capek mempertahankan pernikahan ku." Tangisan Tasya mulai pecah rasanya tidak bisa menahan kedua air matanya lagi.
"Kamu kenapa sih? Coba cerita sama Ibu, kamu ada masalah apa dengan Nak Revan." Ibunya ingin tahu mengapa Tasya menangis ada masalah apa dengan keluarga kecil nya itu.
"Bu, Mas Revan masuk ke rumah sakit." Ucap Tasya memberitahukan Ibunya jika Suaminya masuk ke rumah sakit.
"Ya, Allah kok bisa masuk ke rumah sakit sih. Memangnya Nak Revan sakit apa." Ibu Tasya terkejut kok bisa menantunya masuk ke rumah sakit.
"Dia tertusuk pisau di perutnya Bu, itu semua gara-gara ku hiks hiks hiks." Kata Tasya semuanya disebabkan oleh dirinya, suaminya masuk ke rumah sakit pun gara-gara dirinya.
"Coba ceritakan semuanya ke Ibu, biar Ibu nggak salah paham sama kamu." Ucap Ibu Tasya ingin tahu cerita yang sebenarnya.
"Waktu siang tadi Mas Revan nuduh aku bawa lelaki lain ke rumah, Padahal itu cuma teman kecil ku aja Bu. Dan akhirnya aku ambil pisau di lemari ingin Mas Revan bunuh aku tapi malah dia yang kena pisau itu." Tasya menceritakan semuanya dan juga menjelaskan semuanya, agar Ibunya tidak salah paham dengan anaknya sendiri.
"Inailahi, seharusnya kamu tidak boleh melakukan itu Sya." Ujar Ibu Tasya syok mendengar penjelasan dari Anaknya itu.
"Tapi aku capek Bu, tadi juga Mahu Revan ke rumah sakit nampar aku. dia yang menyalahkan aku karena sudah membunuh Mas Revan, Padahal aku sama sekali nggak bunuh Mas Revan Bu." Tasya memeluk Ibunya sudah capek dengan semua permasalahan pernikahannya, semuanya pun selalu menyalahkan dirinya tidak ada yang percaya lagi.
"Sabar Ibu paham di posisi kamu, di dalam rumah tangga itu pasti banyak banget rintangan dan juga pasti ada pelakor bermunculan di dalam rumah tangga." Ibu Tasya mengusap punggung anaknya dengan lembut menenangkan agar fikirannya ikut tenang.
"Iya Bu, aku paham tapi aku sudah capek dengan semuanya." Tasya benar-benar sudah capek dengan semua permasalahannya, ingin sekali mati saja agar permasalahan itu hilang semua.
"Kalau lu udah capek dek, lebih baik berpisah aja sama suami lu. Dari pada lu jadi strees banyak fikiran." Saran Vano mendengar semua cerita Adiknya melihatnya pun kasihan tidak tega dengan adiknya takut terjadi sesuatu jika masih mempertahankan pernikahannya itu.
"Eh kamu itu Van, jangan bicara seperti itu nggak baik. Allah nggak suka kata perceraian." Tegur Ibunya tak ingin anak pertamanya itu mengatakan perceraian semudah itu.
/0/15300/coverorgin.jpg?v=9b2c0ebb139ed08152de41125af6ec7b&imageMogr2/format/webp)
/0/16632/coverorgin.jpg?v=eb28c5b85a4b3894279195ab4435e3e0&imageMogr2/format/webp)
/0/2296/coverorgin.jpg?v=2008866c80d36e4e1adae0ee504febcc&imageMogr2/format/webp)
/0/2887/coverorgin.jpg?v=7cfdcabc08475e5c5950f11a48b37091&imageMogr2/format/webp)
/0/7465/coverorgin.jpg?v=9331f58e088ccee1e571d9918b9353ca&imageMogr2/format/webp)
/0/13069/coverorgin.jpg?v=92545e4d9b349aafb1f003cbc8e9ea4a&imageMogr2/format/webp)
/0/24573/coverorgin.jpg?v=121b6a5f27ccedad4316cb2b6c1276ba&imageMogr2/format/webp)
/0/17918/coverorgin.jpg?v=68777046bb6ec2e1fc3dd5a1ae78a71d&imageMogr2/format/webp)
/0/16734/coverorgin.jpg?v=7d983e7e20aebd00fe5b35b3ac5fa309&imageMogr2/format/webp)
/0/18241/coverorgin.jpg?v=fabebce372d53ebb6b4c4959ace2bf1d&imageMogr2/format/webp)
/0/10800/coverorgin.jpg?v=46102e57a65da64192570e5e5b5a8f1b&imageMogr2/format/webp)
/0/17746/coverorgin.jpg?v=deea8e13ca8020fe838218627471e29a&imageMogr2/format/webp)