gimana sih punya bos yang suka ngeselin banget selalu ganggu kehidupan kita jadi gak bisa tenang seperti Tasya yang selalu digangguin oleh bossnya yaitu pak Revan dia adalah seorang CEO yang menggantikan posisi Ayahnya untuk mengurusi semua perusahaannya
"Menantu sialan, saya selalu percaya sama kamu tapi apa kamu malah membunuh anak saya." Mamah Revan menampar pipi Tasya membuat wajahnya memerah menahan rasa sakitnya.
Mungkin dia pantes diperlakukan seperti ini, Revan masuk ke ruang sakit karena dirinya.
Coba saja Tasya tidak memegang pisau tajam itu pasti suaminya tidak akan tertusuk pisau itu dan juga tidak akan masuk ke rumah sakit.
"Mah, sudah jangan emosi." Tegur Papahnya tidak ingin membuat keributan di rumah sakit ini.
"Gimana Mamah enggak emosi Pah, dia yang sudah membuat anak kita masuk ke rumah sakit." Dumel Amnah Revan khawatir dengan keadaan anaknya.
"Iya Papah tahu tapi ini di rumah sakit jangan membuat pertengkaran di sini." Ucap Papah Revan.
"Lebih baik kamu pergi dari sini, saya tidak mau melihat wajah kamu lagi." Usir Mamah Revan agar Tasya segera pergi dari rumah sakit ini, Ia tidak ingin melihat wajahnya lagi karena sudah muak melihat wajahnya.
"Tapi Mah, aku ingin ketemu Mas Revan ingin melihat keadaannya juga." Pinta Tasya ingin sekali bertemu dengan suaminya ingin tahu kondisinya juga.
"Pergi dari sini atau saya menyuruh Revan untuk menceraikan kamu." Ancam Mamah Revan untuk mengusir menantunya.
"Baik Mah, aku pergi sekali lagi aku minta maaf Mah." Ucap Tasya berlalu pergi dari ruangan itu.
"Mampus, akhirnya pergi juga tuh cewek." Gumam Rara.
"Dok bagaimana keadaan anak saya." Tanya Malah Revan saat dokter itu sudah selesai menangani dan keluar dari ruangan anaknya.
"Alhamdulilah anak ibu tidak apa-apa hanya luka ringan saja di bagian perutnya." Jawab Dokter.
"Saya sudah boleh masuk lihat anak saya kan dok." Kata Mamah Revan ingin memanaskan dokter apakah Ia sudah diperbolehkan untuk masuk ke dalam ruangan itu.
"Boleh silahkan." Ucap Dokter itu.
"Terima kasih dok." Ujar Mamah Revan.
"Sama-sama, kalau gitu saya permisi." Dokter itu pergi meninggalkan ruangan untuk menangani pasien lainnya.
Mereka bertiga masuk ke dalam ruangan menengok keadaan Revan, saat ini Revan sudah terbaring di ranjang rumah sakit bagian perutnya sudah terpasang oleh perban.
"Kamu gapapa kan Van?" Tanya Mamah Revan ingin tahu keadaan anaknya saat ini.
"Aku gapapa Mah." Jawab Revan sudah tidak merasakan sakit lagi saat sudah di tangani oleh dokternya.
"Syukur lah." Ucap Papah Revan.
"Mah, Tasya di mana kenapa nggak jenguk aku." Revan ingin tahu keberadaan isterinya mengapa Sam sekali tidak datang menjenguk suaminya.
"Isteri kamu tuh kabur nggak mau tanggung jawab merawat kamu." Tuduhan Mahu Revan ingin membuat anaknya itu membenci isterinya sendiri.
"Mah, nggak boleh gitu." Tegur Papahnya tak ingin isterinya mengucapkan seperti itu tidak baik mengucapkan hal yang tidak-tidak.
"Memang benar kok Pah." Kata Mamah Revan.
"Tadi Isteri kamu jalannya kayak lagi buru-buru." Tuduh Rara ingin membuat Revan benci dengan isterinya itu.
"Kemana dia." Tanya Revan ingin tahu keberadaan isterinya kemana dia akan pergi.
"Aku juga nggak tahu Mas, mungkin ke rumah teman kecilnya itu." Jawab Rara masih menuduh Tasya.
"Sudah lah Van, jangan terlalu mikirkan dia lagi. Kamu harus sembuh dulu Mamah nggak mau kamu kenapa-kenapa lagi." Ucap Mamah Revan tak ingin anaknya itu terlalu memikirkan keadaan isterinya itu, Ia hanya mau anaknya cepat-cepat sembuh dan keluar dari rumah sakit.
"Iya, Mah." Ujar Revan mengangguk.
Tasya berjalan ke arah rumah Ibunya mengeluarkan air mata yang sudah banjir memenuhi kedua pipinya, sampai di depan rumah Ibunya Ia langsung menghapuskan kedua air matanya agar Ibu dan Abangnya tidak khawatir dengan dirinya.
"Loh, Sya. Kamu kok ke sini lagi, nanti dimarahin suami kamu gimana." Ibu Tasya terkejut saat melihat Anaknya pulang ke rumah orang tuanya.
"Biarin aja Bu, aku sudah capek." Tasya tidak perduli jika di marahi oleh suaminya lagi, karena dia sudah capek rasanya ingin sekali berpisah dengan Lelaki itu.
"Maksud kamu apa Sya." Mengeritkan keningnya masih Bingung dengan ucapan anaknya.
"Hiks hiks hiks aku capek Bu, capek mempertahankan pernikahan ku." Tangisan Tasya mulai pecah rasanya tidak bisa menahan kedua air matanya lagi.
"Kamu kenapa sih? Coba cerita sama Ibu, kamu ada masalah apa dengan Nak Revan." Ibunya ingin tahu mengapa Tasya menangis ada masalah apa dengan keluarga kecil nya itu.
"Bu, Mas Revan masuk ke rumah sakit." Ucap Tasya memberitahukan Ibunya jika Suaminya masuk ke rumah sakit.
"Ya, Allah kok bisa masuk ke rumah sakit sih. Memangnya Nak Revan sakit apa." Ibu Tasya terkejut kok bisa menantunya masuk ke rumah sakit.
"Dia tertusuk pisau di perutnya Bu, itu semua gara-gara ku hiks hiks hiks." Kata Tasya semuanya disebabkan oleh dirinya, suaminya masuk ke rumah sakit pun gara-gara dirinya.
"Coba ceritakan semuanya ke Ibu, biar Ibu nggak salah paham sama kamu." Ucap Ibu Tasya ingin tahu cerita yang sebenarnya.
"Waktu siang tadi Mas Revan nuduh aku bawa lelaki lain ke rumah, Padahal itu cuma teman kecil ku aja Bu. Dan akhirnya aku ambil pisau di lemari ingin Mas Revan bunuh aku tapi malah dia yang kena pisau itu." Tasya menceritakan semuanya dan juga menjelaskan semuanya, agar Ibunya tidak salah paham dengan anaknya sendiri.
"Inailahi, seharusnya kamu tidak boleh melakukan itu Sya." Ujar Ibu Tasya syok mendengar penjelasan dari Anaknya itu.
"Tapi aku capek Bu, tadi juga Mahu Revan ke rumah sakit nampar aku. dia yang menyalahkan aku karena sudah membunuh Mas Revan, Padahal aku sama sekali nggak bunuh Mas Revan Bu." Tasya memeluk Ibunya sudah capek dengan semua permasalahan pernikahannya, semuanya pun selalu menyalahkan dirinya tidak ada yang percaya lagi.
"Sabar Ibu paham di posisi kamu, di dalam rumah tangga itu pasti banyak banget rintangan dan juga pasti ada pelakor bermunculan di dalam rumah tangga." Ibu Tasya mengusap punggung anaknya dengan lembut menenangkan agar fikirannya ikut tenang.
"Iya Bu, aku paham tapi aku sudah capek dengan semuanya." Tasya benar-benar sudah capek dengan semua permasalahannya, ingin sekali mati saja agar permasalahan itu hilang semua.
"Kalau lu udah capek dek, lebih baik berpisah aja sama suami lu. Dari pada lu jadi strees banyak fikiran." Saran Vano mendengar semua cerita Adiknya melihatnya pun kasihan tidak tega dengan adiknya takut terjadi sesuatu jika masih mempertahankan pernikahannya itu.
"Eh kamu itu Van, jangan bicara seperti itu nggak baik. Allah nggak suka kata perceraian." Tegur Ibunya tak ingin anak pertamanya itu mengatakan perceraian semudah itu.
"Tapi mau bagaimana lagi Bu, kasihan juga dengan Tasya. Aku sama sekali nggak tega melihat Adik aku sendiri tersiksa sendirian." Vano hanya tidak tega melihat Adiknya menangis terus seperti tidak bahagia menikah dengan suaminya itu.
"Iya Ibu paham, tapi Adik kamu itu sedang hamil jadi nggak bisa berpisah begitu saja dengan suaminya." Ibunya sudah paham dengan maksud dari anaknya tapi Tasya sedang hamil jadi tidak di perbolehkan berpisah dengan suaminya.
"Hamil?" Menaikkan kedua alisnya masih tidak menyangka Adiknya sedang mengandung keponakannya.
"Iya Bang, gue hamil." Sahut Tasya memberitahukan malah dirinya memang sedang hamil.
"Akhirnya sebentar lagi gue bakal punya keponakan." Vano bahagia sekali akhirnya adiknya itu akan mempunyai anak sebentar lagi.
"Awas aja kalau sampai anak gue jadi bangsur lu." Ucap Tasya.
"Hahaha yah enggak lah Sya, tapi kalau dia kurang ajar sama gue. Gue bakal hukum dia." Ledek Vano ingin membuat dia tertawa kembali.
"Ihhh Bang Vano jahat." Kezel Tasya Abangnya itu selalu meledekkan dirinya, Ibunya ikut tertawa melihat tingkah laku mereka berdua.
Sudah 7 hari Revan terbaring di kasut rumah sakit sama sekali isterinya tidak pernah menjenguk suaminya yang sedang sakit di rumah sakit.
"Sya, kamu di mana sih, kenapa nggak pernah jenguk aku sama sekali." Gumam Revan sedari tadi menunggu kedatangan Isterinya tapi tak kunjung datang juga.
"Mas, makan dulu. Kata dokter kamu harus banyak makan biar cepat sembuh." Rara masuk ke dalam ruangan sambil membawa sebuah makanan untuk sahabatnya.
"Nggak, aku nggak mau makan." Tolak Revan tak ingin makan sebelum bertemu dengan isterinya.
"Kenapa nggak mau makan." Tanya Rara ingin tahu mengapa Revan tidak mahu makan.
"Aku mau di suapin isteri ku saja." Pinta Revan ingin makan di suapi oleh isterinya saja, tidak mahu di suapi oleh wanita lain selain isterinya.
"Tapi Mas, isteri kamu itu udah pergi dia udah nggak mau tanggung jawab merawat kamu di rumah sakit." Jelas Rara mengadu bahwa isterinya memang tidak pernah memikirkan suaminya.
"Nggak mungkin Tasya seperti itu, aku tahu kenal betul dia itu selalu menyayangi ku." Revan tidak percaya dengan ucapan sahabat kecilnya, tidak mungkin Tasya seperti itu.
"Mas, masih nggak percaya juga. Nih aku punya buktinya." Rara memberikan handphone di dalam sana ada foto Tasya sedang berjalan berdua dengan lelaki lain.
"Kurang ajar lelaki itu berani sekali mendekati Tasya lagi." Ucap Revan mengepalkan kedua tangannya mengapa lelaki itu berani sekali mendekati isteri orang lain.
"Sudah jelas kan Mas, Tasya itu sudah mencari lelaki lain lagi selain kamu Mas." Kata Rara mengadu yang tidak-tidak agar Revan membenci isterinya itu.
"Aku ingin menyusul dia." Pinta Revan ingin bertemu dengan mereka berdua dan ingin sekali merebut Tasya kembali.
"Kamu apa-apaan sih, kamu itu belum sembuh total Mas. Jahitan di perut kamu itu masih juga Mas." Omel Rara tidak ingin Revan kenapa-napa lagi seperti waktu itu.
"Aku nggak perduli, yang penting aku bisa ketemu Tasya." Paksa Revan, sambil ingin menarik infusan itu, membuat Mamahnya terkejut baru saja datang melihat anaknya sudah mau cari mati saja.
"Revan, kamu itu sedang sakit jadi anak jangan membantah. Kalau sampai kamu kenapa-napa gimana." Tegur Mamahnya baru saja datang menegur anaknya untuk tidak mencabut infus itu.
"Aku nggak perduli, yang aku mau sekarang ingin bertemu isteri ku." Ucap Revan sambil mencoba membuka infusannya.
"Mas, jangan di buka. Tangan kamu sudah berdarah itu." Rara terkejut saat melihat tangan Revan mengeluarkan banyak darah.
"Van, tangan kamu sudah keluar darah jangan buat Mamah panik." Ucap Mamahnya merasa panik melihat anaknya terluka.
"Sebentar Tan, aku panggilkan dokter dulu." Rara segera berlari keluar dari ruangannya untuk memanggil dokter itu.
"Pak, tolong jangan di buka infusnya tangan Bapak sudah mengeluarkan banyak darah ini bisa bahaya loh." Pesan dokter sambil mengganti infusannya, menasehati pasien agar tidak membuktikan infusnya lagi karena bisa mengakibatkan bahaya.
"Hmm" sahut Revan sudah pasrah ingin membantah orang tuanya.
"Dia memang susah di atur Dok." Ucap Mamahnya.
"Sudah selesai, lain kali nanti jangan di buka lagi yah Pak infusnya." Dokter itu sudah selesai menggantikan infusnya kembali.
"Terima kasih dok." Ucap Mamah Revan berterima kasih karena sudah membantu anaknya.
"Sama-sama kalau begitu saya permisi." Dokter itu berjalan keluar dari ruangannya.
"Kamu jadi anak jangan bandel Van, kalau kamu kenapa-napa gimana." Mamah Revan jadi capek juga mengurusi anaknya yang sama sekali tidak mau menuruti permintaan Mamahnya sendiri.
"Biarin aja, biar mati sekalian." Ceplos Revan sudah capek hidup jika hanya harus menuruti kemauan Mamahnya, Ia juga ingin hidup bebas tanpa larangan dari orang tuanya.
"Kamu nggak boleh bicara seperti itu." Ucap Mamahnya tidak akan membiarkan anaknya berbicara seperti itu.
"Aku hanya mau ketemu isteri ku apakah aku salah, Mah." Pinta Revan hanya ingin bertemu dengan isterinya saja apakah tidak boleh bertemu sebentar saja.
"Mamah nggak mau kamu berdekatan dengan dia lagi." Perintah Mamahnya sama sekali tidak membiarkan anaknya untuk bertemuan dengan wanita itu.
Dulu Mamahnya Revan sangat menyukai menantunya yaitu Tasya sekarang Ia menjadi membencinya, karena penyebab Tasya lah yang sudah membuat Anaknya celaka masuk ke rumah sakit.
"Nggak bisa begitu donk Mah, bagaimana pun dia itu isteri aku. Dia juga sedang mengandung anak ku kalau sampai dia kenapa-kenapa gimana." Jelas Revan membantah ucapan orang tuanya, Ia hanya takut dnegan kondisi anak yang di dalam kandungan isterinya bagaimana nanti dengan keadaan anaknya itu.
"Itu urusan dia, mamah mau setelah anak itu lahir kamu berpisah dengan wanita itu." Mamah Revan hanya mau setelah Tasya melahirkan Ia harus berpisah dengan suaminya dan setelah berpisah Revan harus menikah dengan Rara.
"Mamah apa-apaan sih nyuruh aku berpisah dengan Tasya, prinsip aku menikah itu hanya satu kali nggak ada kata cerai lagi." Marah Revan tak suka di atur-atur, prinsip dirinya jika sudah menikah sekali saja jangan sampai ada kata cerai di dalam pernikahannya.
"Mamah nggak mau tahu pokoknya kamu harus berpisah dengan dia, setelah itu kamu harus menikah dengan Rara." Kekeh Mamah Revan tetap ingin menjodohkan Revan dengan sahabat kecil anaknya itu.
"Mamah nggak usah ngatur-ngatur aku lagi, aku itu udah dewasa bukan anak kecil lagi." Revan tak suka di atur dia sudah dewasa, jadi bisa mengaturnya sendiri mana yang baik dan mana yang tidak baik.
"Apa salahnya sih nurut sama mamah sekali aja." Pinta Mamah Revan.
"Ada saatnya nurut sama Mamah kalau menurut aku mamah benar dan ada saatnya aku membantah perintah mamah, kalau mamah memerintahkan hal yang nggak benar." Tidak selamanya Revan harus menurut dengan Mamahnya, tidak mungkin selamanya Ia akan menuruti kemauan orang tuanya.
"kamu itu seperti Papah kamu keras kepala banget." Celetuk Mamah Revan.
Buku lain oleh putih
Selebihnya