Setelah bertemu kedua orang tuanya, Permana Brata memusatkan perhatiannya untuk penyembuhan Ki Sasmaya. Pendekar yang memiliki Pedang Kebenaran Sejati itu ingin berbakti kepada sang guru dengan cara mengupayakan kesembuhannya. Namun aral selalu saja ada tanpa terduga. Ada segerombolan perampok, penculik, sekaligus pemberontak ingin mengacau. Dunia persilatan akan dibuat carut malut oleh gerombolan Musto Ireng. Permana bertindak cepat untuk menyelamatkan dunia persilatan dari tangan-tangan kotor yang mencengkeram secara kejam.
Permana terus menyusuri pantai utara. Di dekat pantai utara, tepatnya di Dukuh Talokan, jauh di sebelah di utara Pulungwarih, Ki Sasmaya tinggal. Menurut kabar terakhir yang diperoleh Permana dari para pendekar dari golongan putih, Ki Sasmaya tinggal di sebuah rumah sahabatnya yang bernama Ki Bingleng. Di kalangan persilatan, Ki Bingleng ini dijuluki Pendekar Bisu karena jarangnya dia bicara. Dia tidak banyak bicara bukan karena tidak tahu apa-apa, tapi justru karena terlalu banyak pengetahuan yang ada di kepala.
Untuk mengeluarkan berbagai pengetahuan sekaligus bukan hanya dibutuhkan satu lidah, atau satu mulut, tapi mungkin ribuan. Lebih dari satu mulut baru memadai untuk mengeluarkan segala pengetahuan yang dimiliki Ki Bingleng.
Ki Bingleng pernah menggemparkan dunia persilatan karena ilmu silatnya yang aneh. Sebuah jurus yang sampai sekarang tidak ada yang tahu namanya, sulit dicari tandingannya. Sehingga para pendekar dari dunia persilatan merasa segan padanya. Baik dari golongan hitam atau golongan putih, sama-sama menghormati Ki Bingleng.
Sudah sejak kecil Ki Bingleng menjadi sahabat Ki Sasmaya. Pada masa kecil, mereka sama-sama bengal. Bedanya, Ki Sasmaya lebih parah. Sehingga Ki Sasmaya sampai menderita sebuah penyakit yang sampai sekarang belum ditemukan obatnya. Kecuali kalau usaha Permana nanti berhasil, maka obat itu baru bisa dikatakan: telah ditemukan.
Permana percaya pada ayahnya, Baron Smith. Ayahnya pasti tidak akan berbohong, atau bermain-main dengan temuannya. Sudah puluhan tahun dia keliling dunia. Menjelajahi setiap jengkal tanah yang ada hutannya untuk mencari tanaman obat. Kini salah satu temuannya, akan digunakan Permana untuk mengobati gurunya, Ki Sasmaya.
Sebelum kembali ke tanah asalnya, –Tanah Hijau- Baron Smith memang belum merasa yakin benar bahwa sakit Ki Sasmaya bisa disembuhkan dengan salah satu ramuan obat yang dia temukan di bumi pertiwi ini. Tapi Baron Smith tetap merasa yakin bahwa dengan berbagai takaran yang tepat, maka kemungkinan besar penyakit Ki Sasmaya bisa disembuhkan.
Memang begitulah kenyataannya. Khusus untuk penyakit yang diderita Ki Sasmaya, baik Permana maupun Baron Smith belum tahu apakah nantinya bia disembuhkan atau tidak. Hanya saja, berdasarkan pengalaman Baron Smith selama ini, kemungkinan besar bisa disembuhkan dengan salah satu resep pengobatan yang dia temukan.
Nanti setelah bertemu Ki Sasmaya, Permana ingin segera menyatakan maksudnya. Pendekar Pedang Biru yakin bahwa Ki Bingleng pasti tidak akan tinggal diam. Si Pendekar Bisu itu pasti akan memberikan bantuan kepada Permana. Baik berupa pemikiran, maupun tindakan secara langsung. Sebagai seorang pendekar yang cerdas otaknya itu, pasti sangat membantu Permana.
Menjelang matahari di atas kepala, Permana duduk di atas sebuah batu, di bawah pohon kelapa yang tumbuh di pantai utara. Angin yang bertiup menerpa wajah si Pendekar Budiman Pedang Biru. Rambutnya yang agak panjang tertiup angin, bergerai-gerai.
Pendekar muda itu memandang ke laut lepas. Pandangan matanya menembus cakrawala di utara sana. Seolah-olah bisa menembus sampai nun jauh di sana. Di Tanah Hijau, asal-usul ayahnya.
Dia teringat kata-kata ayahnya sebelum pulang. Baron Smith pernah bercerita padanya bahwa di Tanah Hijau sana Permana memiliki seorang saudara. Seorang kakak perempuan bernama Jeanne Smith. Ayah Permana ingin mempertemukan Jeanne dengan Permana suatu saat nanti. Entah kapan, Baron Smith belum bisa memastikan. Entah di mana, laki-laki dari Tanah Hijau itu belum bisa memastikan. Yang jelas, sudah ada niat dari orang tua itu untuk mempertemukan kedua anaknya. Yang berbeda asal-usul dan berbeda pula ibundanya.
Ada satu kemiripan antara Permana dengan Jeanne, begitu kata Baron Smith kepada Permana. Keduanya memiliki mata biru. Yang berbeda dengan orang-orang di Tanah Jawa. Selain biru pada bola matanya yang sama, ada kemiripan wajah antara Jeanne dengan Permana. Hanya tingginya saja mungkin yang berbeda. Jeanne mungkin memiliki tinggi yang lebih dibandingkan Permana. Atau paling tidak, mungkin keduanya memiliki tinggi yang sama.
Dari keterangan ayahnya, Permana waktu itu timbul sebuah keinginan untuk bertemu dengan kakak perempuannya. Itu sebuah keinginan yang wajar. Seseorang ingin bertemu orang tuanya, atau saudaranya merupakan sebuah keinginan yang wajar. Karena hal itu sifatnya naluriah, manusiawi, dan masuk akal. Walaupun Jeanne hanya saudara tiri lain ibu, tapi dalam benak Permana sudah terasuk seperti saudara sekandung yang memiliki ayah dan ibu yang sama.
Nyatanya demikian.
Memang begitulah yang tertanam di benak Permana. Pendekar muda berwajah tampan itu sudah merasakan bahwa Jeanne sama dengan saudara kandungnya, walau sebenarnya memang bukan saudara kandung. Jeanne adalah saudara satu-satunya –begitu menurut pengakuan Baron Smith- yang bertempat tinggal nun jauh di sana. Itu yang membuat Permana merasa sedih juga. Keinginan untuk bertemu sudah menggebu-gebu, namun tidak mungkin dirinya segera bertemu. Untuk perjalanan ke sana saja butuh waktu berminggu-minggu, atau mungkin berbulan-bulan kalau dalam pelayaran banyak rintangan.
Walaupun keinginannya untuk bertemu dengan Jeanne sangat kuat, tapi Permana tetap harus menahan diri. Karena sekarang ada satu hal yang harus segera dia selesaikan. Menyembuhkan penyakit gurunya.
Tiba-tiba Permana teringat tentang penyakit yang diderita gurunya. Sebuah penyakit aneh gara-gara Ki Sasmaya menelan ramuan daun wisarum pada masa mudanya. Permana ingat cerita gurunya tentang penyakit aneh itu. Pada masa muda, Ki Sasmaya memang termasuk pendekar jahat dari golongan hitam. Untuk membuat tubuhnya kebal dari segala racun dan kalau terluka cepat sembuh, Ki Sasmaya menelan ramuan daunan-daunan dipadu dengan daun wisarum. Hasilnya memang benar, Ki Sasmaya waktu muda dulu kalau terluka mudah sekali sembuhnya. Atau cepat sembuhnya. Kalau terkena racun, tubuhnya sudah kebal. Kebal dari segala bentuk dan macam racun. Racun yang paling ganas dan mematikan sekalipun, tidak akan berpengaruh apa-apa bagi Ki Sasmaya. Tapi sayang, semua itu ada akibat buruknya. Bahkan akibat yang sangat buruk bagi Ki Sasmaya di masa tuanya sekarang.
Dalam jangka waktu sekitar lima puluh tahun setelah minum ramuan daun-daunan dan daun wisarum, maka Ki Sasmaya terserang sebuah penyakit yang aneh. Yang belum tersembuhkan sampai sekarang. Jadi ada dua akibat yang mesti dialami oleh seseorang yang pernah minum ramuan pengebal tubuh dari racun itu. Pertama, khasiat ramuan itu akan lenyap setelah lima puluh tahun. Kedua, akan tumbuh noda hitam dimulai dari ujung jari-jari kaki. Noda hitam itu semakin lama akan semakin merambat. Bila Ki Sasmaya mengeluarkan tenaga dalam, maka noda hitam itu akan semakin bertambah. Akan semakin meluas. Bila seluruh tubuh telah terkena noda hitam itu maka Ki Sasmaya akan cepat mati. Akan tewas akibat serangan balik dari ramuan daun-daunan dan daun wisarum tersebut.
Bercermin dari penyakit yang dialami gurunya, Permana jadi merenung. Ya..., ternyata perbuatan buruk di masa muda kadang-kadang harus dipetik pada masa tuanya. Karena yang ditanam pada masa muda itu perbuatan buruk, maka yang dipetik di masa tuanya adalah hasil yang buruk pula. Bahkan hasil buruk itu berupa bencana yang menyedihkan. Mungkin orang yang mengalaminya tidak sesedih orang lain yang melihat.
***
Bab 1 Masa Lalu Penuh Misteri
30/01/2024
Bab 2 Sepasang Macan Baja dari Timur
30/01/2024
Bab 3 Gerombolan yang Mencemaskan
30/01/2024
Bab 4 Menyusup ke Sarang Penculik
30/01/2024
Bab 5 Pertemuan Tak Terduga
30/01/2024
Bab 6 Ingin Bertemu Jeanne Smith
30/01/2024
Bab 7 Dewi Penebar Maut dari Barat
30/01/2024
Bab 8 Jangan Ungkit Aib di Masa Lalu
30/01/2024
Bab 9 Pedang Tengkorak Hitam
30/01/2024
Bab 10 Rencana Merebut Tahta Kadipaten Driyah
30/01/2024
Bab 11 Penyusup di Sarang Musto Ireng
30/01/2024
Bab 12 Terpikat Kecantikan Retnoyoni
30/01/2024
Bab 13 Dikepung Sebelas Pendekar
31/01/2024
Bab 14 Retnoyoni Ingin Ikut Permana
31/01/2024
Bab 15 Sindiran Mengundang Bahaya
31/01/2024
Bab 16 Aji Swaratalingan yang Membahayakan Lawan
31/01/2024
Bab 17 Kalis Memperdaya Ki Sasmaya
05/02/2024
Bab 18 Retnoyoni Ingin Balas Budi
06/02/2024
Bab 19 Mandat dari Adipati Driyah
06/02/2024
Bab 20 Tumpas sampai Tuntas!
06/02/2024
Bab 21 Melacak Persembunyian Lawan
09/02/2024
Bab 22 Perjanjian yang Dirahasiakan
12/02/2024
Bab 23 Pendekar Keji Jatuh Hati
14/02/2024
Bab 24 Pertempuran Keras Melawan Gerombolan Musto Ireng
16/02/2024
Bab 25 Menolong Ki Sasmaya
19/02/2024
Bab 26 Menggelar Jurus Jonjang
21/02/2024
Buku lain oleh Tageyu Taranggana
Selebihnya