Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Bab 1
Kelakuan Agung dan Keluarganya
"Bang, tolong dong, belikan air minum! Itu galon sudah kosong semua!" pinta Andini.
"Alah… beli sendiri kan bisa! Biasanya juga beli sendiri! Manja banget!" ujar sang suami sambil terus memainkan game onlinenya.
Andini hanya bisa menghela nafas. Selalu begitu. Agung tidak pernah peduli kepadanya. Pun kepada anak semata wayang mereka. Padahal, dia sedari pagi hanya bermain game online. Sementara Andini harus mengerjakan semua pekerjaan rumah dan menyelesaikan jahitan tetangga.
Memang, sejak awal menikah, Agung tidak pernah mau membantu pekerjaan rumah. Baginya, pantang mengerjakan pekerjaan wanita. Itu akan menjatuhkan harga dirinya sebagai seorang pria.
Andini beranjak bangun dari kursi kerjanya. Dia pergi ke warung sendiri.
"Nitip belikan rokok sekalian!" teriak Agung. Andini tak menjawab. Dia terus melangkah.
"Mak, beli rokok satu sama galonnya satu ya!"
"Aduh, Din! Kamu kok mau-maunya sih angkat galon sendiri! Berat itu! Mbok, ya, suruh si Agung itu!" omel Mak Warsih.
Mak Warsih adalah pemilik toko kelontong dekat rumah. Walaupun orangnya cerewet, tapi dia satu-satunya orang yang bersimpati terhadap Andini.
Andini hanya menanggapinya dengan senyuman. Saat dia hendak melangkah pergi, tiba-tiba ada yang memanggilnya.
"Din, gue mau beli sabun mandi sama bumbu dapur! Bayarin sekalian ya?" ujar Niken dengan tak tahu malu. Niken adalah kakak iparnya.
"Enak saja! Situ yang belanja, kenapa Dini yang harus bayar?" bela mak Warsih.
"Ya elah, Mak! Gue ngomong sama Dini, kenapa situ nyahut, sih?"
"Maaf, mbak! Saya bawa uang pas!" ujar Dini sambil melangkah pergi.
"Huh…! Dasar pelit!" omel Niken. Dini sudah terbiasa dengan semua itu. Jadi dia tidak kaget.
Melihat itu, mak Warsih tertawa terpingkal-pingkal.
"Syukurin…!" ujar mak Warsih sambil meneruskan tawanya.
"Ketawa ja, terus! Puas? Ya udah, kalo gitu gue ngutang dulu!"
"Eits, gak bisa! Utang elu saja yang Minggu kemarin belum dibayar, ini mau ngutang lagi! Gak ada! Bayar utang dulu!"
"Ish, dasar pelit! Tak sumpahin tokomu bakalan bangkrut, gak laku!"
"Tokoku jelas akan bangkrut kalau pembelinya modelan kamu semua!"
Akhirnya Niken pergi sambil ngedumel.
"Awas, kamu, Din! Akan aku adukan sama Ibu! Biar tahu rasa kamu!" omel Niken sambil jalan.
**************
Sesampainya Dini di rumah, dia sudah disambut teriakan Agung.
"Dini! Buatkan kopi! Sekalian, mana rokoknya?" ujar Agung tanpa merasa bersalah.
Dini beranjak ke dapur membuatkan kopi untuk Agung. Berulang kali dia mencoba menyalakan kompor, tapi tak berhasil.
Ceklek … ceklek….
Dini masih berusaha, tapi kompornya tetap tak mau menyala. Saat dia mengecek, ternyata gasnya habis.
Dini menghela nafas lelah.
"Dini… mana kopinya? Lama amat!" teriak Agung.
"Bentar, Bang! Gasnya habis!" ujar Andini sambil melangkah ke luar untuk membeli gas di warung Mak Warsih.
Tak lama kemudian, Dini sudah kembali sambil menenteng tabung gas. Dia segera kembali ke dapur untuk membuat kopi, sebelum Agung kembali berteriak marah.
"Ini, Bang, kopinya!" ujar Dini.