Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Yes, I Do
5.0
Komentar
27.8K
Penayangan
116
Bab

Kehidupan yang berkecukupan tidak selalu membuat seseorang bahagia. Terbukti dengan kehidupan dua pribadi, Keenan dan Lilian. Keenan yang memiliki trauma dengan wanita, dan Lilian yang memiliki sakit hati serta trauma dengan masa lalunya, membuat mereka tidak bisa menerima kehadiran cinta begitu saja. "Mari kita selesaikan masa lalu terlebih dahulu baru menjalani hubungan yang lebih serius," ujar Keenan. "Memaafkan bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Tetapi, demi cinta dan diriku sendiri, aku akan mengusahakannya," jawab Lilian. Bagaimana cara Keenan dan Lilian melewati proses kehidupan untuk meraih kebahagiaan bersama?

Bab 1 Sebuah Kecelakaan

Lilian POV

"Sayang, kamu masih belum sehat lho. Kita langsung pulang ke apartment saja ya?" ajak Finn.

Dari raut wajahnya, aku bisa melihat kalau Finn sangat khawatir dan aku bisa memahaminya.

Pasalnya, aku baru saja sembuh dari sakit demam dan pusing selama dua hari kemarin akibat datang bulan. Berhubung hari ini aku sudah merasa jauh lebih baik, aku memaksakan diri untuk ke kampus walaupun masih terasa lemas.

Maklum saja, aku memang paling tidak suka berdiam diri di apartment. Aku lebih baik duduk di dalam kelas dan mendengarkan dosen mengajar, daripada harus belajar sendirian di dalam kamar.

Oh, iya, perkenalkan, namaku Lilian. Usiaku dua puluh dua tahun. Saat ini aku sedang kuliah desain di Singapura. Sedangkan keluarga besar aku tinggal di Jakarta. Untuk sementara, hanya itu dulu perkenalanku, karena aku harus merayu Finn agar dia mau mengantarku ke toko baju.

"Tolonglah mampir ke toko baju yang ada di jalan Orchard, sebentar saja. Aku ingin membeli sesuatu," pintaku sedikit memelas.

"Kamu ingin membeli apa? Masih bisa ditunda, 'kan?" tanya Finn masih berusaha membujukku, sambil tetap fokus menyetir.

"Sebentarrr saja. Janji ... hanya sebentar." Aku mengangkat kedua tanganku sambil menunjukkan dua jari telunjuk dan jari tengah yang membentuk huruf V, sebagai tanda kalau aku benar-benar janji tidak akan berlama-lama di toko baju favoritku itu.

"Bagaimana kalau besok saja? Aku janji akan menemanimu seharian belanja," tawar Finn, belum menyerah.

Dengan cepat aku menggeleng. "Tidak mau. Aku bukan ingin belanja kok. Aku hanya ingin membeli satu pakaian saja. Ya ya? Pleaseee ...."

Finn menoleh ke arahku sekilas lalu tangan kirinya membelai kepalaku dengan sayang sambil tetap fokus menyetir.

"Baiklah. Kalau begitu aku tidak perlu ikut turun, 'kan?" Finn pasti sedang menguji perkataanku. Biasanya, kalau benar-benar hanya sebentar, aku memang lebih suka jalan sendiri, agar aku bisa bergerak dengan leluasa. Sedangkan Finn hanya perlu menunggu di mobil saja.

"Iya, tidak perlu," jawabku bersemangat.

Finn tersenyum dan mengarahkan mobilnya ke toko baju yang aku maksudkan.

Setibanya di depan toko, Finn memarkirkan kendaraannya di tepi jalan, di dekat trotoar, dan membiarkan aku turun sendiri.

Sembari menungguku, Finn biasanya akan memeriksa pesan yang sudah menumpuk di ponselnya.

Finn itu kekasihku. Kami pacaran sejak dua tahun belakangan. Beda usia kami empat tahun, dia lebih tua dariku. Di usianya yang terbilang masih muda itu, dia sudah memiliki bisnis sendiri dan sebenarnya dia itu orang yang sangat sibuk.

Meskipun demikian, rasa cintanya padaku, membuat Finn selalu meluangkan waktu untuk mengantar dan menjemputku ke kampus, atau ke mana pun aku ingin pergi.

Seperti hari ini, di tengah-tengah kesibukannya, Finn masih menjemputku di kampus. Apalagi kondisiku yang baru sembuh begini, tentu membuat Finn tidak akan mengijinkanku pergi sendirian.

Ah, sungguh beruntung diriku ini, bisa memiliki seorang kekasih seperti Finn. Di dunia ini, aku merasa cukup memiliki seorang Finn. Ya, sama seperti Finn, aku pun sangat mencintainya.

*****

Di dalam toko ... Dengan sedikit terburu-buru, aku melangkah menuju ke bagian pakaian pria.

Aku terus fokus untuk melihat-lihat, dan dengan gerakan tangan yang sangat cepat aku menggeser gantungan baju agar bisa melihat model pakaian dengan lebih jelas.

Hingg beberapa saat kemudian, tanpa sengaja, tiba-tiba aku menabrak seseorang.

Buk!

Dengan cepat aku menjaga keseimbangan tubuhku lalu menoleh ke arah laki-laki yang kebetulan berdiri di belakangku itu sambil menundukkan kepala.

"Maaf ... maaf ... saya sedang terburu-buru dan tidak sengaja menabrak Anda." ucapku dalam bahasa Inggris.

"Iya, tidak apa-apa," jawab laki-laki itu ramah, juga dalam bahasa Inggris.

Aku pun mengangguk lalu kembali melihat-lihat hingga tanganku dan tangan laki-laki itu meraih satu kemeja yang sama.

Merasa tidak enak, aku mempersilakan laki-laki itu melihatnya terlebih dahulu. Namun, aku masih terus memerhatikan kemeja itu. Merasa suka dengan modelnya, aku mendekati seorang pelayan toko yang kebetulan sedang merapikan pakaian di dekat posisi aku berdiri.

"Aku menyukai kemeja yang dipegang oleh laki-laki itu. Apa kamu punya yang ukuran L?" tanyaku, tentu saja dengan menggunakan bahasa Inggris.

"Mohon tunggu sebentar, saya akan cek stock barang terlebih dahulu," jawab petugas toko itu sambil memeriksa stock barang melalui alat yang dipegangnya.

Sedangkan aku menunggu di sampingnya dengan sabar.

"Hm, stock-nya hanya tinggal satu saja, yang dipegang oleh laki-laki itu," tunjuk petugas toko itu.

"Ah, benarkah?" gumamku agak kecewa.

"Mohon maaf," ucap petugas toko itu.

Aku hanya mengangguk dan membiarkan petugas toko itu melanjutkan pekerjaannya.

Laki-laki yang tadi tidak sengaja aku tabrak itu sepertinya mendengar pembicaraan antara aku dan petugas toko karena tiba-tiba saja dia menoleh dan memberikan kemeja tersebut padaku.

"Ini, silakan kalau kamu memang berniat ingin membelinya," ujar laki-laki itu.

"Ah, tidak tidak ... kamu sudah memegangnya terlebih dahulu. Aku akan memilih kemeja yang lain," jawabku sambil tersenyum canggung.

Aku masih merasa tidak enak karena baru saja aku sudah menabrak laki-laki itu dan aku tidak ingin merebut kemeja yang menurutku akan sangat cocok kalau dikenakan oleh Finn.

"Sudah, tidak apa-apa ... ini, ambillah!" Laki-laki itu berkata dengan nada bicara yang menurutku sedikit memaksa.

"Kamu benar-benar tidak mau?" tanyaku sedikit ragu.

"Tidak," jawab laki-laki itu.

"Baik, kalau begitu aku yang akan membelinya. Terima kasih banyak," ujarku tak ingin berlama-lama.

Entah hanya perasaanku saja atau memang benar, aku merasa laki-laki itu terus melihat ke arah kemeja pria yang aku bawa ke kasir. Apa dia sudah menyesal memberikan kemeja ini padaku?

Setelah membayar, aku buru-buru melangkah kembali ke mobil. Namun, sebelum itu, aku menyempatkan diri untuk menoleh ke arah laki-laki tadi dan menganggukkan kepala sekadar untuk pamit.

Tepat ketika aku sudah meninggalkan toko dan kurang beberapa langkah lagi akan tiba di mobil, tiba-tiba aku mendengar suara yang teramat keras hingga aku berhenti berjalan.

BRAK!

TIN! TINNNNNN!

Mataku terbelalak ketika melihat mobil milik Finn bergeser dengan kasar sampai mengenai pembatas trotoar, diikuti suara klakson mobil yang saling bersahutan.

Saat ini tubuhku mendadak lemas, jantungku berdetak sangat cepat, napasku terasa sesak, dan kakiku bahkan terasa sangat sulit untuk digerakkan. Pikiranku benar-benar kosong. Antara percaya dan tidak percaya melihat mobil sport warna hitam milik Finn ditabrak dari samping oleh sebuah mobil atau sesuatu yang ukurannya jauh lebih besar, hingga terpental sebegitunya.

Tanpa sadar, aku terduduk di trotoar dengan air mata yang sudah menggenang di pelupuk mata, tidak memedulikan suara orang di sekitar yang sibuk bertanya-tanya.

"Finn," gumamku dengan bibir yang gemetar.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Adelia17

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku