/0/24057/coverorgin.jpg?v=fd1094b94f91e88087ae939108913a37&imageMogr2/format/webp)
Gadis lajang berusia dua puluh sembilan tahun itu mematut diri di depan cermin. Floral dress tanpa lengan berwarna putih gading melekat indah di tubuhnya. Rambut hitam panjangnya dibuat sedikit bergelombang di bagian bawah, menutupi bahunya yang sedikit terbuka. Make up tipis membuat penampilan gadis bertubuh mungil itu terlihat semakin cantik.
"Okay, semua sudah perfect," ucap gadis bernama Aeris itu setelah memoles lipstik berwarna nude di bibirnya. Sebentar lagi dia akan menghadiri acara reuni yang diadakan oleh keluarganya setiap setahun sekali. Aeris harus siap menjawab berbagai pertanyaan yang dilontarkan oleh keluarga besarnya. Mulai dari pekerjaan, hubungan asmara, juga pernikahan. Entah apa yang membuat Aeris betah melajang di usianya yang hampir kepala tiga. Padahal saudara perempuannya sudah banyak yang menikah, bahkan memiliki anak.
"Mau pergi ke mana, Amor?"
Aeris memutar bola mata malas mendengar ucapan lelaki berkulit tan yang tinggal di sebelah apartemennya.
"Jangan panggil aku Amor karena aku bukan cintamu."
"Mau pergi ke mana, Cantik?"
Aeris menghela napas panjang mendengar ucapan Kai barusan. "Terima kasih atas pujiannya. Aku mau pergi ke mana itu bukan urusanmu."
Aeris berjalan melewati Kai begitu saja karena sejak awal dia memang kurang menyukai lelaki play boy yang tinggal di sebelah apartemennya itu. Sebab setiap malam Kai selalu membawa wanita berbeda ke apartemennya.
Entah apa yang Kai lakukan dengan wanita itu?
Ah, membayangkannya saja sudah membuat tubuh Aeris bergidik.
Aeris memasukkan mini cooper kuning miliknya ke halaman rumah keluarga Yasodana. Ternyata sudah banyak mobil milik anggota keluarga Yasodana yang terparkir nyaman di sana. Sepertinya dia menjadi orang terakhir yang datang ke acara reuni.
"Tante Aeris!"
Aeris menghela napas panjang. Gadis itu terpaksa tersenyum mendengar panggilan dari para keponakan untuknya. "Sudah berapa kali kak Aeris katakan. Jangan panggil kak Aeris 'Tante'. Mengerti?"
Kelima anak kecil itu kompak mengangguk. "Mengerti, Kak."
"Bagus." Aeris menepuk puncak kepala keponakannya itu satu persatu dengan penuh sayang, lantas mengeluarkan beberapa buah lolipop dari dalam tas yang dibawanya.
"Aku mau, aku mau." Keponakan Aeris itu saling berebut meminta lolipop.
"Eh, baris yang rapi dulu. Nanti kak Aeris bagi lolipop ini satu-satu." Aeris mengangkat lolipop itu tinggi-tinggi agar jauh dari jangkauan keponakan kecilnya.
Mereka langsung membentuk barisan seseuai perintah Aeris agar mendapat lolipop. Aeris terkikik geli melihatnya lantas membagi lolipop yang dibawanya kepada mereka.
"Terima kasih, Kak Aeris." Para keponakan Aeris mengecup kedua pipi gadis itu bergantian setelah menerima lolipop.
"Sama-sama." Aeris masih mempunyai satu buah lolipop di tangannya. Dia memang sengaja membeli enam buah lolipop karena keponakannya yang masih kecil ada enam.
Kedua mata Aeria sontak berbinar ketika melihat seorang anak laki-laki yang sedang asyik bermain tablet. Aeris pun bergegas menghampiri anak tersebut.
"Hai, Dio," sapa Aeris terdengar ramah.
Anak lelaki bernama Dio itu bersedekap, sepasang mata hezel miliknya menatap Aeris dengan malas.
"Ini, untuk kamu."
"Gigi Dio nanti bisa rusak kalau kebanyakan makan permen."
Aeris menarik napas panjang. Gadis itu tidak tahu Dio mewarisi sifat dingin siapa karena kedua orang tua keponakannya itu sangat ramah.
"Kalau hanya satu nggak akan merusak gigi kok, ambillah." Aeris meraih telapak tangan Dio, lalu menaruh lolipop itu di atasnya.
"Tapi kakak sering bilang gigi Dio nanti bisa ada lubangnya kalau kebanyakan makan permen," ucapnya polos.
Aeris tersenyum. Di balik sifat dinginnya Dio tetaplah anak-anak. Sangat menggemaskan.
"Kakak kamu berbohong, sudah makan saja."
Dio menatap lolipop di tangannya dengan ragu. "Jangan bilang kakak kalau Dio hari ini makan permen ya, Tante," ucapnya malu-malu.
"Siap, Bos!" Aeris memberi hormat pada Dio seolah-olah siap melaksanakan perintah anak itu.
"Aeris Lilyana!"
Aeris sontak berbalik ketika mendengar namanya dipanggil. "Ibu!" teriaknya sambil melemparkan diri ke dalam dekapan wanita paruh baya yang sudah merawatnya sejak kecil.
/0/12071/coverorgin.jpg?v=ea52ecc16eceed74de503a6d06454ddc&imageMogr2/format/webp)
/0/5575/coverorgin.jpg?v=fc1b12f1b88558f4d5c99de4fc26d905&imageMogr2/format/webp)
/0/5134/coverorgin.jpg?v=e4a5e42f64bc6c2ddd68a5a988c91550&imageMogr2/format/webp)
/0/12866/coverorgin.jpg?v=fdaf1540e18d535e1b557aba64423218&imageMogr2/format/webp)
/0/5797/coverorgin.jpg?v=c84643e7c71ee55fe97f461f71b19e02&imageMogr2/format/webp)
/0/29532/coverorgin.jpg?v=5fe3aef1084ad9f09bbd727f3be625fb&imageMogr2/format/webp)
/0/16489/coverorgin.jpg?v=73ac4c0568650c835ab9b20f414303ae&imageMogr2/format/webp)
/0/19297/coverorgin.jpg?v=cf1bfa86e0d2bfea63bdb4e8b3047da8&imageMogr2/format/webp)
/0/23599/coverorgin.jpg?v=ed918f85207337f1a3fe2e5fd61a4091&imageMogr2/format/webp)
/0/21678/coverorgin.jpg?v=7ee98420483437b5ddbd0fba7118e8be&imageMogr2/format/webp)
/0/17329/coverorgin.jpg?v=6d94525be778bf5cbcfd24242aae5160&imageMogr2/format/webp)
/0/27795/coverorgin.jpg?v=0afa9402bd1af0c73652b3de5c7588c0&imageMogr2/format/webp)
/0/3875/coverorgin.jpg?v=de24b1b8de202a788994e1db37dbf1b6&imageMogr2/format/webp)
/0/16630/coverorgin.jpg?v=af4949d7071372674c01b7daf4fa5b8a&imageMogr2/format/webp)
/0/7223/coverorgin.jpg?v=4f03b6dd8d7d04688cb9987f4ab747f1&imageMogr2/format/webp)
/0/7540/coverorgin.jpg?v=64ba578be9dfd13513fb31866dbcd0fd&imageMogr2/format/webp)
/0/18076/coverorgin.jpg?v=61d15d0660a89ec07b8702dd80111e55&imageMogr2/format/webp)
/0/17480/coverorgin.jpg?v=61bbd04e6e2af928e880a9169c2b9edb&imageMogr2/format/webp)