/0/15746/coverorgin.jpg?v=dd951388bf1506d99ea44810f630efd4&imageMogr2/format/webp)
“Sofia, maukah kamu menjadi pengantin pengganti untuk tuan Yesaya?”
“Apa…??!!”
“Kasihan tuan Yesaya ditinggal pergi oleh kekasihnya. Sedangkan, pernikahan mereka akan dilaksanakan 1 minggu lagi.”
“Ibu…” Sofia merengek kesal pada ibunya yan tiba-tiba saja ingin menikahkannya dengan seorang pria yang bahkan Sofia belum tahu seperti apa sosoknya. “Kok ibu tega sih mau nikah Sofia di usia Sofia yang masih sangat muda? Sofia baru lulus SMA lho, bu. Sofia kan masih ingin hidup bebas.”
“Tapi, tuan muda Yesaya akan memberikan kebebasan pada kamu setelah kalian menikah nanti. Keluarga Bratha hanya ingin kamu menikah dengan putranya saja, agar mereka tidak malu di depan publik, lantaran batalnya pernikahan putra mereka gara-gara mempelai wanitanya kabur.”
“Sudahlah, Nayu. Jangan kamu memaksa putrimu terus menerus seperti itu. Kalau Sofia memang tidak mau menikah dengan tuan muda Yesaya, jangan dipaksa.”
“Tapi, pak. Bagaimana dengan pengobatan bapak yang membutuhkan biaya banyak. Sedangkan, kita tidak punya uang lagi untuk membiayai pengobatan bapak. Belum lagi tunggakan biaya rumah sakit yang di luar asuransi Kesehatan. Semakin mempersulit untuk penyembuhan sakit bapak.”
“Ibu ini gimana sih? Wong bapak memang sudah sakit. Yo uwes, kalau Tuhan mau ambil bapak yon dak apa-apa.”
“Astaghfirullahalazim, bapak. Bapak jangan bicara seperti itu. Jangan mendoakan yang tidak baik.”
Mendengar ucapan kedua orang tuanya membuat hati Sofia berada dalam kebimbangan hebat. Dia meringis dalam diam. Di mana dia harus memutuskan cepat keputusan pahit atau manis dalam hidupnya. Tapi, jika dia memilih untuk menolak menikah dengan laki-laki bernama Yesaya, dia akan tetap mengalami kepahitan karena itu artinya pengobatan penyakit bapaknya harus dihentikan.
“Sebenarnya… siapa Yesaya? Kenapa… ibu sama bapak… sampai memanggil dia… dengan sebutan tuan muda?” Sofia bertanya dengan terbata, penuh gumpalan sesak di dadanya akibat kabar yang sangat memilukan ini.
“Tuan muda Yesaya adalah putra tunggal dari tuan Bratha. Dulunya, bapak pernah menjadi tangan Sofian tuan Bratha saat Sofia masih kecil. Tapi, setelah bapak jatuh sakit dan sering mangkir dari pekerjaan bapak. Akhirnya, bapak memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaan bapak tersebut. Tapi, hubungan kami masih sangat baik. Terakhir, beliau mengabarkan mengenai kondisi putranya. Bapak pun mencoba memberikan solusi dengan memperkenalkan kamu dengan tuan muda Yesaya. Yang mungkn saja kalian bisa cocok nantinya. Tapi, kalau memang tidak cocok ya sudah, tidak usah dilanjutkan.”
“Iya, ndu. Bagaimana kalau kamu bertemu dulu dengan tuan muda Yesaya besok. Karena kalau memang kamu bersedia untuk bertemu dengan tuan muda Yesaya, pengawal dari kediaman keluarga tuan Bratha akan datang menjemput kamu ke sini.”
“Jadi… bapak dan ibu bermaksud untuk menjual Sofia?”
Mendengar tuduhan yang dikatakan secara terang-terangan oleh putrinya, membuat hati Nayu dan Banyu seperti teriris pisau. Mereka berdua hanya bisa memejamkan mata mereka demi menerima tuduhan tersebut.
“Sofia, kalau memang Sofia tidak bersedia. Bapak tidak akan memaksa kamu untuk menikah dengan tuan muda Yesaya. Tapi, demi Tuhan, Sofia. Bapak dan ibu tidak bermaksud untuk menjual kamu kepada keluarga tuan Bratha. Kalau alasan nyata kenapa bapak memperkenalkan kamu untuk menjadi pengganti calon pengantin tuan Yesaya, itu karena bapak pikir, kamu adalah anak yang ceria. Sedangkan, tuan muda Yesaya sudah kehilangan tawa dan senyumnya hampir 5 bulan belakangan ini, karena satu dan lain hal. Jadi, sekarang, keputusan berada di tangan kamu.”
“Jelas, pak, bu. Sofia menolak pernikahan ini. Kalau hanya karena masalah biaya pengobatan bapak, Sofia bisa kok minta pinjaman dari kantor tempat Sofia bekerja saat ini. Meskipun pinjaman itu tidak seberapa tapi setidaknya, pinjaman itu bisa melunasi tunggakan uang di rumah sakit. Lagipula, Sofia kan lagi berjuang biar bisa mendapatkan beasiswa masuk perguruan tinggi. Kalau Sofia harus menikah sekarang, itu artinya, Sofia harus kehilangan cita-cita Sofia.”
“Kamu salah Sofia. Tuan Bratha dan nyonya Lady sudah mengatakan pada bapak dan ibu kalau mereka tidak akan mengekang kehidupan kamu. Mereka akan tetap mengizinkan kamu kuliah nantinya.”
Mendengar hal tersebut, Sofia pun diam. Dia sedikit berpikir tentang privilege. Tapi, dengan cepat segera dia punahkan tentang pemikirannya yang picik itu.
/0/8762/coverorgin.jpg?v=20250122135738&imageMogr2/format/webp)
/0/7451/coverorgin.jpg?v=20250122152122&imageMogr2/format/webp)
/0/25648/coverorgin.jpg?v=e7bc3da2e5cdd70d73b79c385d1d293b&imageMogr2/format/webp)
/0/10098/coverorgin.jpg?v=20250122182539&imageMogr2/format/webp)
/0/9030/coverorgin.jpg?v=20250122135841&imageMogr2/format/webp)
/0/3095/coverorgin.jpg?v=20250120140714&imageMogr2/format/webp)
/0/12672/coverorgin.jpg?v=e267e35c6f73324fb77bb52565e1bcfb&imageMogr2/format/webp)
/0/14871/coverorgin.jpg?v=20250123120409&imageMogr2/format/webp)
/0/19449/coverorgin.jpg?v=20240830165710&imageMogr2/format/webp)
/0/5638/coverorgin.jpg?v=ac6e1142b93103ee1ef1cb162c971dc1&imageMogr2/format/webp)
/0/19192/coverorgin.jpg?v=20241018092707&imageMogr2/format/webp)
/0/14508/coverorgin.jpg?v=98e8c4aaf99418b9b32d635dfec6f032&imageMogr2/format/webp)
/0/4193/coverorgin.jpg?v=7015db8782cda68d196a0c4fe63039f5&imageMogr2/format/webp)
/0/19807/coverorgin.jpg?v=20241030112538&imageMogr2/format/webp)
/0/5356/coverorgin.jpg?v=ffda3a761434a6526b416ab99b2fbf53&imageMogr2/format/webp)
/0/7027/coverorgin.jpg?v=75220ee91a5a06d65d76a3fd76c4fce3&imageMogr2/format/webp)
/0/15342/coverorgin.jpg?v=c921cbb156afc87fd6358d4c294a804c&imageMogr2/format/webp)