/0/28057/coverorgin.jpg?v=f3b4efcf5a91765b6e671e1a7eb8bdcb&imageMogr2/format/webp)
Anggita Nugroho—atau dipanggil Gigi oleh semua temannya— menarik ponselnya dan menyalakan layar. Ketika tidak melihat ada notifikasi apapun, ia menghela napas dan memasukkannya kembali ke saku.
Memaksakan senyuman di wajah, ia berjalan ke belakang kasir sebelum mulai melayani antrian panjang yang ada di depannya.
Bekerja di sebuah kedai kopi sebagai barista bukanlah ide menyenangkan baginya, tetapi tempat itu dekat dengan kampus dan memberinya cukup uang untuk bertahan hidup. Masalahnya, belakangan ini ia mengalami serangkaian kesialan, dan jika ia tidak segera mendapatkan uang, ia benar-benar akan berada dalam masalah besar.
Ibu kosnya sudah mendatanginya berkali-kali akan biaya sewa yang menunggak. Ditambah hutang paylater yang ia pakai untuk biaya rumah sakit dan kuliah. Semakin memikirkan hutangnya, semakin banyak keringat perempuan muda berumur 19 tahun itu bercucuran.
Hidup seharusnya tidak serumit ini. Masa kuliah seharusnya menjadi waktu terbaik dalam hidupnya. Namun kenyataan sering berbeda dari rencana. Dan ia tidak punya pilihan selain mencoba aplikasi itu.
Seminggu yang lalu, ia mendengar tentang aplikasi itu dari beberapa teman kampusnya. Aplikasi dengan nama Luxy itu dirancang khusus untuk pria kaya yang mencari hubungan dengan wanita lebih muda. Temannya mengatakan aplikasi itu seperti forum kencan online. Ia bisa memilih pria yang akan diterimanya sebagai Sugar Daddy dan membatalkan kapan saja ia merasa tidak nyaman. Benar pada akhirnya semua akan mengarah ke seks dan uang, tapi setidaknya ia memiliki pilihan.
Jujur, Anggita sebenarnya tidak yakin akan ada pria yang mengklik fotonya. Ia adalah satu-satunya wanita dengan tubuh gendut di aplikasi tersebut, dan ia sudah memeriksa. Dengan tinggi 155cm dan berat badan 60kg, tapi pria tidak menginginkan wanita dengan bokong besar dan kulit coklat sepertinya. Mereka ingin gadis langsing dengan kulit putih seperti artis Korea.
Mungkin ada bagusnya tidak ada yang memilihnya. Meski sebagian dari dirinya menginginkan bantuan, sementara sebagian lainnya mengatakan bahwa hal ini sama saja dengan menjadi pelacur.
Anggita tersenyum saat seorang wanita datang ke counter.
"Mau pesan apa, kak?"
"Latte. Tanpa gula, cepat."
Anggita dengan cepat melayani wanita itu. Ia meletakkan cangkir kopi di depan wanita itu yang langsung membayar dan membawa pergi tanpa berkata apa-apa.
Ada orang-orang yang kadang sangat kasar, tetapi Anggita tetap tersenyum sebelum menghela napas dan memasukkan uang receh kembalian wanita itu ke dalam kotak TIP.
Jikapun ada pria yang memilihnya, setidaknya ia tidak menjual keperawanannya. Kesuciannya sudah lama hilang saat ia menyerahkannya pada kekasih masa SMA nya.
Teman-teman yang pernah mencoba aplikasi itu mengatakan bahwa hanya dalam beberapa kali kencan, mereka bisa membeli tas mewah dan barang bermerk. Ia tidak butuh tas mewah atau barang bermerk, ia hanya perlu jalan keluar untuk bisa membayar hutang dan mungkin membuat hidupnya sedikit mudah.
Namun, bisakah ia melakukannya?
Menjelang akhir shift-nya, Anggita sudah hampir menghapus namanya dari situs itu sebelum memutuskan untuk membiarkannya karena toh belum tentu akan ada yang memilihnya.
Keluar dari kedai kopi, ia mengambil tas selempang yang penuh dengan buku-buku, dan berjalan menuju kosan.
Ia tidak melihat ponselnya, menolak melihat apakah ada seseorang yang mungkin menginginkannya. Menempatkan dirinya dalam situasi seperti ini hanya membuatnya merasa makin minder.
Sudah satu minggu berlalu sejak ia mendaftar, dan tidak ada satupun kabar dari aplikasi itu.
Semua ini hanya membuktikan bahwa orang tuanya benar. Ia tidak berharga, dan tidak ada yang menginginkannya.
Sampai di pintu kos, ia melihat selembar kertas melekat di pintunya dengan tulisan:
"Anggita, ini bulan terakhir ibu bisa beri kamu kelonggaran. Kalau sewa kos belum dibayar sampai akhir bulan, ibu terpaksa harus mengusir kamu keluar kos, ya. Ttd: Ibu Tuti."
Anggita membenturkan kepalanya ke pintu.
/0/20634/coverorgin.jpg?v=dd7df1d1178f46eda006a4fcfb9eae4c&imageMogr2/format/webp)
/0/24530/coverorgin.jpg?v=20250719182954&imageMogr2/format/webp)
/0/29587/coverorgin.jpg?v=40f82194c75834104df5839c131f6d97&imageMogr2/format/webp)
/0/8536/coverorgin.jpg?v=92c4ec56ea963e8582e65efa39e8f979&imageMogr2/format/webp)
/0/26443/coverorgin.jpg?v=3c05568e6614933eba8efe02ab9064d3&imageMogr2/format/webp)
/0/28848/coverorgin.jpg?v=9ff5f54c52ecac9586d2d0e9bb5d3f1a&imageMogr2/format/webp)
/0/27682/coverorgin.jpg?v=7dc02720867a34a1bae83f0743883e9e&imageMogr2/format/webp)
/0/12633/coverorgin.jpg?v=c9de61e739fa9a08b6c85b4a7aeb29cd&imageMogr2/format/webp)
/0/4037/coverorgin.jpg?v=8bfe3620bd9e16b9b38c6f948bc9a606&imageMogr2/format/webp)
/0/6397/coverorgin.jpg?v=769b06958a414109ceac1d6882d8c676&imageMogr2/format/webp)
/0/20472/coverorgin.jpg?v=4fb0d865e04144e38b7702a58751c292&imageMogr2/format/webp)
/0/18405/coverorgin.jpg?v=eba93979e9cd1f3b9657cb9be96177fa&imageMogr2/format/webp)
/0/19448/coverorgin.jpg?v=27252d118092f1c81ce07c70f6179b22&imageMogr2/format/webp)
/0/9901/coverorgin.jpg?v=c5a688892d8fd2c944a49f164166604f&imageMogr2/format/webp)
/0/20517/coverorgin.jpg?v=a2c14ecbe5fb5f7f825daf0e34b0b72b&imageMogr2/format/webp)
/0/2130/coverorgin.jpg?v=0898bc8b430b58c8088e6d499bb8e0ec&imageMogr2/format/webp)
/0/4700/coverorgin.jpg?v=8e204fb0ca9f9e6f9f9e11ff6d15da84&imageMogr2/format/webp)
/0/3842/coverorgin.jpg?v=de09c53e8573901198012dbb4b7846b1&imageMogr2/format/webp)
/0/23122/coverorgin.jpg?v=e07f203525618a6f8d7e40b58e3f2b5b&imageMogr2/format/webp)
/0/2924/coverorgin.jpg?v=e04338abf21ffe69c7f334fed521390c&imageMogr2/format/webp)