Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Rahasia Istri yang Terlantar
Gairah Liar Pembantu Lugu
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Kembalinya Mantan Istriku yang Luar Biasa
Sang Pemuas
Gairah Sang Majikan
“Say, tadi ada telepon tuh dari Jakarta, cuma aku nggak angkat,” ucap Dafa teman Tari.
“Siapa sih, ganggu banget, malas ah aku kantuk mau tidur!” sahut Tari malas.
“Telepon balik saja siapa tahu penting, itu kan dari Mamah kamu?” bujuk Dafa mengingatkan.
“Ih, bawel banget persis kaya emak-emak rempong, gampang nanti saja lagi malas,” jawab Tari sembari mengambil bantal untuk menutupi kepalanya.
“Fa, tolong ya nanti kalau mau keluar kunci pintunya, aku nggak mau diganggu dulu, pingin istirahat!” teriakku.
“Iya Say!” jawab Dafa tersenyum.
“Oh ya satu lagi Tar, besok kita di undang di salah satu kampus di sini, jadi nanti kita bisa meliput kegiatannya di sana, satu lagi jangan lupa telepon balik kasihan mamahmu itu,” lanjut Dafa lagi.
“Iya!”
“Oh ya kamu nggak malam mingguan nih?” goda Dafa kepada sahabatnya Tari.
“Malas ah paling-paling Bang Ammar lagi sibuk dengan anak band nya malam ini!” gerutunya kesal.
“Ciyee-ciyee enak dong punya pacar anak band setiap hari bisa request lagu penghantar tidur,” ucap Dafa tersenyum.
“Terus kamu mau jalan sama si doi?” tanya Tari sembari melihat Dafa yang lemah gemulai menyisir rambutnya dengan minyak rambut yang berbau menyengat.
“Iya bentar, ini juga mau siap-siap, aku tinggal nggak apa-apakan?” tanya Dafa nampak khawatir.
“Iya nggak apa-apa aku hanya kecapean saja,” jawabnya sembari menarik selimutnya untuk tidur.
“Aku pergi dulu, Assalamualaikum!”
“Wa’alaikumsalam!”
Dafa pun keluar dari kamar Tari karena ingin segera bertemu pacarnya.
Sedangkan Tari menutup semua badannya dengan selimut.
Tidak terasa Tari ketiduran tanpa menghiraukan panggilan telepon masuk beberapa kali dari sang Mamah.
Tari tidur dengan pulas karena seharian melakukan aktivitas yang padat bersama Dafa sepupunya sebagai reporter lapangan.
***
Pekerjaan yang menuntutnya agar selalu tampil prima setiap saat akhirnya hari ini tumbang, Tari kelelahan sehingga ponselnya sudah berdering berkali-kali tetapi tidak diangkat.
Setelah beberapa jam matanya mulai bisa membuka perlahan-lahan, dia lirik jam sudah menunjukkan jam lima subuh.
Badan terasa remuk semua sehingga Tari enggan bangkit dari tempat tidurnya.
Dia pun mencari ponselnya yang tertutup selimut dan setelah di dapatnya betapa terkejut Tari melihat puluhan panggilan tak terjawab dari mamahnya.
Dia lupa kalau harus menelepon mamahnya sesuai pesan dari Dafa.
Buru-buru Tari menghubungi mamahnya walaupun nanti ujung-ujungnya kena marah karena sudah mengabaikan telepon beliau.
@Ibu Arumi
{Assalamualaikum}
@Tari
{Wa’alaikumsalam, Mah}
@Ibu Arumi
{Ya Allah Tari kamu apa-apaan susah betul di hubungi, kakakmu masuk rumah sakit Nak, kamu disuruh pulang sama kakakmu, dia jatuh dari kamar mandi, sekarang dia lagi ditangani oleh dokter, cepat pulang Nak}
Tari tak kuasa mendengar berita kalau kakak satu-satunya mengalami itu, dia sangat menyayanginya, apa pun yang kakaknya minta selalu dikabulkan oleh Tari adik kandungnya.
Menurutnya kakaknya lah yang selalu ada di setiap Tari merasa sedih maupun bahagia. Rasa sayang dengan kakaknya melebihi dari dirinya sendiri setelah orang tuanya bercerai dan memilih mencari keluarga lain masing-masing dengan permusuhan yang berlarut-larut.
@Ibu Arumi
{Tari! Tari! Kamu masih di sana Nak?}