Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Sang Pemuas
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Part 1
"Mak, kata orang aku anak haram," ucap Denada kepada wanita tua yang berusia sekitar 55 tahun. Rambutnya mulai memutih, Khadijah namanya. Orang-orang desa memanggil, Bu Dijah. Dia bangun dari duduk dan memeluk putrinya, lalu mencium gadis cantik yang mengadukan hinaan salah satu tetangga.
"Kamu bukan anak haram, Nak. Sudah sering Emak katakan. Kamu bukan anak haram," ucap Bu Dijah sambil memeluk putri tercinta.
Bu Dijah seringkali mengatakan hal itu ketika Denada mulai mengadukan sikap para tetangga yang menghinanya. Kata-kata 'Anak Haram' sering terdengar dari mulut beberapa tetangga yang suka nyinyir. Bahkan sejak Denada masih kecil sampai sekarang yang usianya sudah menginjak 25 tahun.
Denada sangat kesal dengan sikap Rozi, anak Bu Siti yang letak rumahnya sekitar 150 meter dari rumah Denada.
"Kamu akan menjadi perawan tua. Siapa yang akan menikahi anak haram sepertimu? Tidak punya wali nikah kamu, Dena."
Denada mengulang kata-kata yang di ucapkan Rozi. Hinaan demi hinaan yang terlontar dari mulut tetangga membuat dada pendengarnya seperti di hantam benda keras. Sungguh terasa sangat sakit.
Tentu saja Bu Dijah murka. Dia menarik tangan Denada menuju rumah Bu Siti. Ibu dari Rozi yang sering menghina. Sebenarnya bukan hanya Rozi, ibunya pun adalah salah satu tetangga yang suka bergosip tentang Denada.
Tak lama mereka sudah ada di depan pagar rumah Bu Siti. Bu Dijah mulai berteriak memanggil nama Rozi. Amarahnya bangkit, wajah ibu itu pun memerah.
"Keluar kamu Rozi! Anak kurang ajar! Apa salah putriku sehingga kamu suka sekali menghina dan mengatakan Denada adalah anak haram?!"
Bu Siti keluar dari dalam rumahnya, diikuti Rozi yang berusia 28 tahun. Dia bersembunyi di balik punggung emaknya karena ketakutan.
"Sudah tua masih sembunyi di belakang ibumu! Apa kamu masih meny*su padanya?!"
Kerasnya suara Bu Dijah memancing sikap kepo para tetangga. Beberapa tetangga mulai keluar dari rumahnya. Penasaran entah apa yang terjadi.
"Apa salah putraku, Dijah?! Kenapa kamu berteriak-teriak di rumahku?!" tanya Bu Siti yang meletakkan kedua tangan di pinggang. Matanya pun mulai melotot.
Tak terima dengan ucapan Bu Dijah. Wanita tukang gosip itu berusaha melawan. Mereka berdiri di teras rumahnya. Sedangkan Bu Dijah dan Denada berada di pintu pagar rumah Bu Siti.
"Hei, Siti! Beri tau anakmu. Anakku bukan anak haram. Beri tau putramu itu agar tak selalu menghina Denada. Dia laki-laki tapi mulutnya seperti perempuan!" Sambil menunjukkan jari telunjuk ke arah Rozi yang masih bersembunyi di belakang punggung emaknya.
"Buktikan kalau dia bukan anak haram! Bukannya setelah kamu dan orang tuamu dulu pulang dari merantau, perutmu itu bunting tanpa membawa suami!"
Wanita penggosip itu mengingat masa lalu. Di mana ketika Khadijah pulang dari perantauan, dia hamil tanpa membawa suami.
"Suatu saat aku akan membuktikan padamu bahwa Denada bukan anak haram. Kamu akan merasa menyesal dan malu karena suka sekali bergosip tentang putriku, Siti!"
"Saya akan menunggu hari itu, Dijah. Tapi saya yakin hari itu tidak akan terjadi karena Denada memang anak haram." Bu Siti dengan percaya diri mengatakan hal itu.