Juardan Araga, pemuda yang cerdas dengan segala kelebihannya. Mati karena dibunuh oleh Guardian Araga. Berenkarnasi sebagai pangeran kedua dari kerajaan Vandis. Ia diber nama Gustian Araga, dia tidak melupakan masa lalunya yang mati tragis. Dan kemampuannya tidak ada yang berubah. Dunia Salais, dunia yang ditinggali oleh berbagai macam makhluk hidup. Dunia sihir , dan senjata. Memiliki sistem dimana yang kuat, yang berkuasa. Gustian Araga , pemuda reinkarnasi yang memiliki sejuta bakat dan musuh. Di pertemukan dengan berbagai masalah yang harus di hadapi. Menjaga teman, saudara, dan makhluk hidup.
Sekelompok remaja tengah berkumpul merayakan kelulusan mereka. Pemuda yang tengah digandeng oleh seorang gadis cantik dengan wajah masam menolak pemalakan yang tengah ia alami karena menjadi siswa peraih nilai tertinggi seangkatan.
Juardan Araga, pemuda yang sering dipanggil Raga itu tengah mati-matian menolak ajakan teman-temannya untuk berpesta.
" Ga, ayolah, kita jarang banget pesta. Sekalian merayakan kelulusan kita, dan kemenangan lu mendapatkan nilai tertinggi. " Bujuk Rio_ sahabat dari Araga.
Araga hanya berdecak kesal. Sejak pengumuman kelulusan mereka, Araga tak bisa bersantai. Hampir semua teman-temannya membujuk dengan berbagai tipu muslihat.
" Oke, kita akan pesta. Tapi..., Kalian yang bayar, oke?! Ogah kalau gue di palak sama kalian! "
Semuanya diam tak ada yang menjawab. Bukan karena tidak mau membayar, namun, di gang mereka, Araga lah yang paling kaya. Araga adalah pewaris dari perusahaan A'grup.
" Masa Sultan minta di traktir, nggak etis! " Ucap Sagara dengan nada malasnya.
Araga hanya terkekeh mendengar tanggapan dari sahabat dekatnya.
" Bokap gue yang sultan, gue masih miskin. Makan aja masih sama ikan asin, sambal terasi, sama kangkung. Emangnya gue kaya kalian, makan steak, pasta. " Kata Araga dengan nada rendahnya.
Rio berdecak.
" Merendah untuk meninggal lu mah, Ga. " Kesal Rio.
Dari dulu Araga selalu merendah, bahkan ia tak pernah menggunakan mobil ataupun baju mahal. Araga selalu memakai motor Scoopy hasil balapan, dan selalu membeli baju di pasar.
" Aga? Ayolah, kita senang-senang. Kita kan akan berpisah, nih. Jadi, nikmati malam ini. Nggak ada alkohol, deh. " Bujuk Arya.
Araga menatap kekasihnya, Ambar. Gadis yang duduk santai dikursi kantin itu langsung menganggukkan kepalanya, ia mengerti bahwa Araga meminta persetujuan darinya. Ambar cewek cuek, saking cueknya. Dia membiarkan cewek lain mendekati kekasihnya itu. Ia hanya akan melihat saja, dan hanya melihat reaksi dari Araga.
Setelah mendapat persetujuan dari Ambar, Araga menatap sahabat-sahabatnya dengan tatapan pasrah.
" Kita ke markas saja, gue nggak mau ketempat aneh-aneh lagi. " Kata Araga dengan nada pasrah.
Ambar yang melihat ekspresi dari kekasihnya itu hanya terkekeh. Wajah Araga yang tampan sekaligus manis itu membuatnya bisa jatuh cinta pada pemuda playboy satu itu, mampu membuatnya gemas akan wajah frustasinya.
" Apa kau akan menolak permintaan dari sahabatmu, Anata? Sudah terlihat dari wajahmu yang seperti enggan untuk menghabiskan waktu bersama mereka. " Tanya Ambar dengan senyum manisnya.
Araga yang mendengar itu hanya meneguk ludahnya kasar, nada lembut itu tersirat intimidasi yang sangat kuat baginya.
" Nggak, aku mau pesta sama mereka, kok, Ambar." Katanya.
Semuanya tertawa melihat wajah tertekan dari Araga.
" Lu bisa takut juga, Raga? Gue kira urat takut lu dah putus. "
" Bacot! "
Ting
Suara pesan masuk terdengar. Araga langsung mengambil handphonenya, dan benar saja terdapat pesan masuk dari kakaknya.
Bang Karsa.
|Pulang sekarang, dek. Ada yang mau Abang bicarakan.
Araga mengkerutkan keningnya, kakak angkatnya ini tak biasa menyuruhnya pulang. Ia tidak pulang pun, kakaknya tak pernah menanyainya sama sekali.
" Kenapa, Ga?" Tanya Arya heran karena melihat mimik wajah Araga.
Ting
Bang Karsa
| Berpesta dulu aja, dek. Itung-itung perpisahan, kan kalian akan berpisah.
Araga semakin dibuat heran dengan kakaknya.
" Bang Karsa nyuruh gue balik, guys."
Semua orang yang tersenyum langsung berubah menjadi pandangan kecewa.
" Tenang aja, kita masih bisa pesta sebelum gue pulang. Kalau gitu kita langsung aja ke markas."
***
Ambar sejak tadi memperhatikan kekasihnya dengan lekat. Gadis itu seperti tak ingin mengalihkan pandangannya dari Araga, ada rasa takut yang tiba-tiba menyeruak didada.
" Tatap terus sampai halal, Bar." Goda Salsa.
" Sa, perasaan gue nggak enak. Gue takut Araga kenapa-kenapa, dia kan banyak musuhnya. " Kata Ambar dengan wajah takutnya.
" Tenang aja, dia baik-baik saja. Lihat aja, dia lagi tertawa sama yang lainnya. " Salsa menenangkan.
Ambar menghela nafas. Biasanya ia selalu senang melihat tawa dari Araga, tapi sekarang tawa itu terasa berbeda. Begitu manis, dan seolah ia tak akan bisa melihatnya lagi.
" Tapi_"
" Stth... Jangan berpikiran negatif, Ambar. Doakan yang terbaik, jangan sampai ketakutan lu malah jadi doa lagi."
" Ambar, gabung sini. Gue mau bilang sesuatu." Panggil Araga.
Ambar, Salsa, dan kawan-kawannya yang lain langsung menghampiri Araga.
" Ada apa? Apa yang ingin kamu omongkan?" Tanya Ambar penasaran.
Araga tersenyum, lalu menatap teman-teman secara bergantian.
" Makasih udah mau jadi sahabat gue. Gue nggak tau kalau nggak ada kalian, hidup gue akan gimana. Mungkin gue akan menjadi Araga yang dulu ditindas, dan cupu. Gue..., Benar-benar berterimakasih. " Ucap Araga dengan tulus.
" Tumben lu berterimakasih, Ga? Biasanya lu ogah berterimakasih, kaya mau pisah dunia aja. Parno gue kalau lu ngomong gitu, merinding." Kata Rio.
Araga terkekeh, ia juga merasa aneh dengan perasaannya. Seolah hatinya berkata, ' berterimakasih sebelum terlambat'.
" Umur nggak ada yang tahu, Rio. Kalian juga akan menjalani kehidupan kalian sendiri mulai sekarang, kuliah atau bekerja. Tapi, kalian harus tetap bisa bertemu meski hanya satu kali dalam setahun."
" Stop, Aga. A-aku... Takut. Kamu jangan bicara seperti itu." Ucap Ambar dengan suara bergetar.
Ting
Araga membaca pesan yang masuk itu. Betul tebakannya kalau abangnya yang mengirimnya pesan untuk segera pulang.
Bang Karsa.
| Abang tunggu di mansion. Pulang sekarang, udah malam.
Araga mematikan handphone miliknya.
" Gue pulang dulu, ya. Bang Karsa udah nungguin dulu, takut jamuran kalau Abang gue nunggunya lama."
Ambar yang mendengar itu langsung mencekal tangan Araga dengan kuat, perasaannya sungguh tidak enak untuk saat ini. Ia tak ingin Araga pulang, ia takut kalau Araga pulang maka akan ada hal buruk yang terjadi pada Araga.
" Kenapa, Ambar? Kamu pulang sama Arya saja, ya. Arya... Boleh Ambar nebeng sama lu, kan?"
" Enggak! Kamu nggak boleh pulang, aku nggak mau kamu pulang sekarang.! Aku mohon..." Ambar menggelengkan kepalanya ribut. Airmatanya sudah bercucuran , ia benar-benar khawatir dan takut saat ini.
" Sayang, aku tidak akan kenapa-kenapa." Ujarnya meyakinkan.
Araga melepaskan pegangan tangan Ambar secara perlahan. Ia mengelus surai rambut hitam milik Ambar, ia juga sudah memiliki perasaan yang tidak enak sejak tadi. Namun, ia menepis semuanya.
" Gue pulang dulu, guys. "
" Oke, hati-hati dijalan. Ambar akan aman sama gue, Ga. "
" Gue percaya sama lu, Arya."
" Aku pulang dulu, cantik."
***
Araga sudah sampai di mansion besar keluarganya. Ia melihat kesekeliling, sepi.
" Kenapa mansion sepi? Nggak kaya biasanya. " Gumamnya.
Araga melangkah kakinya. Ia bisa melihat dari luar kalau kakaknya sedang duduk dengan kaki diatas meja.
" Assalamualaikum, Aga pul_"
Dor
Darah mengalir tepat didada sebelah kiri Araga. Araga mematung, kejadian itu sungguh cepat baginya. Ia tatap kakaknya yang memegang senapan, ia tak percaya kalau kakaknya menembaknya.
" Ke-kenapa? " Tanya Araga terbata.
Karsa, pemuda itu mendekati Araga sambil memainkan pistolnya.
" Ck! Bodoh! Lemah! Kau harus mati, supaya ... Harta ini menjadi milikku saja, gue muak dengan lu. " Bisik Karsa dengan dingin.
Araga diam. Tangan kanannya memegang dadanya yang begitu nyeri, jantungnya seolah siap meledak saat ini juga.
" Ke-kenapa, bang?" Tanya Araga terbata.
" Orang sekarat jangan banyak tanya, mending syahadat aja. Biar nggak masuk neraka. " Ucap Karsa dengan senyum smirk.
Araga memuntahkan darah dari mulutnya. Tubuhnya terkulai lemas, kakinya sudah tidak bisa menopang berat tubuhnya.
Karsa tertawa melihat tubuh Araga terkulai di dinginnya lantai. Lalu ia berbalik untuk mengambil sebuah botol yang berisi air lemon.
Ia tuangkan air lemon itu tepat di luka tembakan yang ia hadiahkan tadi pada Araga.
Araga mengerang kesakitan.
" Selamat jalan, adik manis yang ku benci. Titip salam sama malaikat penjaga kuburan, oke." Kata Karsa seraya meninggalkan Araga .
Araga masih mengerang kesakitan.
" Miris sekali hidup gu- gue. Ma-mati sebelum makan seblak level lima. " Kekehannya dengan kesadaran yang mulai memudar.
Buku lain oleh D'nira
Selebihnya