Caraka Candra adalah anak tunggal dari Ketua Adiyaksa yang mempunyai julukan si Naga Hitam Dari Selatan. Beliau juga sekaligus merupakan Ketua dari Perguruan Naga Langit. Perguruan itu sangat terkenal. Semua orang di daerah Selatan Tanah Pasundan pasti pernah mendengar namanya. Dalam dunia persilatan pun, perguruan tersebut begitu ditakuti lawan, disegani kawan. Sayangnya, semua hal tersebut harus sirna begitu saja ketika kemunculan anggota Perkumpulan Iblis Merah. Perkumpulan itu datang memberikan penawaran. Tapi dengan tegas, Ketua Adiyaksa menolak penawaran tersebut. Namun, justru karena berawal dari penolakan itulah, peristiwa berdarah ini terjadi. Pertempuran besar-besaran terjadi di malam purnama sehingga menewaskan semua orang yang ada di sana. Termasuk pula menewaskan Ketua Adiyaksa dan Nyai Diah Ayu. Yang berhasil selamat dari peristiwa berdarah itu hanyalah satu orang. Yaitu Caraka Candra sendiri. Sejak saat itulah, Caraka Candra bertekad untuk membalaskan dendamnya. Tapi, akankah dendamnya itu terbalaskan? Bisakah tekadnya untuk menjadi Dewa Pedang, akan terwujudkan? Apakah, ia pun bisa menemukan cinta sejatinya di tengah pengembaraan nanti?
Saat itu tengah malam. Hujan membasahi bumi dengan lebatnya. Ledakan guntur dan sambaran kilat, terus mewarnai malam tanpa mengenal kata berhenti.
Angin malam di tengah hujan berhembus kencang. Menambah rasa dingin yang makin lama makin menjadi.
Tanah becek. Genangan air tampak di sana sini. Keadaan sepi sunyi. Kecuali pepohonan, rasanya tidak ada makhluk hidup lain yang terlihat oleh pandangan mata. Pada saat-saat seperti ini, seolah-olah di muka bumi sudah tidak ada lagi kehidupan.
Jangankan manusia, bahkan seekor binatang liar pun tidak terlihat batang hidungnya.
Lewat setengah jam, hujan mulai mereda. Tapi sambaran kilat masih terus menyambar-nyambar. Keadaan masih mencekam. Sepi. Sunyi.
Tiba-tiba, dari balik kegelapan terlihat ada manusia yang berjalan seorang diri. Semakin lama, bentuk tubuhnya makin terlihat jelas. Ternyata dia seorang pemuda berusia sekitar dua puluh tahun.
Pemuda itu mengenakan pakaian hitam. Wajahnya sangat tampan. Kedua matanya jeli dengan alis berbentuk golok. Hidungnya mancung dan mulutnya berbentuk gendewa. Pemuda itu mempunyai rambut yang hitam panjang.
Rambutnya dibiarkan terurai begitu saja. Seolah-olah sengaja agar bisa terhembus angin dengan pasti.
Pemuda itu terus berjalan. Cara berjalannya cukup cepat. Wajahnya terlihat panik. Seolah-olah dia sedang ketakutan setengah mati.
Siapa pemuda tersebut? Kenapa dia bersikap aneh seperti itu?
Pemuda yang dimaksud bernama Caraka Candra. Dia adalah putra dari Ketua Perguruan Naga Langit. Ayah Caraka Candra bernama Adiyaksa, dalam dunia persilatan, orang itu mempunyai julukan si Naga Hitam Dari Selatan.
Perguruan Naga Langit bukanlah perguruan kecil. Perguruan itu termasuk ke dalam sebuah perguruan besar. Di kota Pangarengan, Perguruan Naga Langit sangatlah terkenal. Saking terkenalnya sampai-sampai tiada seorang pun yang tidak tahu. Semua orang pasti tahu.
Anak murid perguruan itu berasal dari berbagai penjuru kota sekitar. Malah menurut kabar, ada juga beberapa murid yang berasal dari tempat cukup jauh dan mempunyai latar belakang cukup istimewa.
Perguruan Naga Langit baru berdiri selama sepuluh tahun. Umurnya memang masih setara dengan daun muda. Tapi jangan salah, dalam waktu singkat itu, perguruan baru tersebut telah berubah menjadi sebuah perguruan yang besar dan mempunyai pengaruh cukup kuat juga.
Semua orang persilatan menaruh hormat kepadanya. Setiap anak murid Perguruan Naga Langit, di mana pun dia berada, pasti akan mendapatkan sebuah penghormatan yang istimewa.
Selama sepuluh tahun belakangan ini, rasanya jarang ada orang yang berani mencari perkara dengan perguruan tersebut. Yang terjadi justru sebaliknya, semua orang yang berasal dari berbagai macam kalangan, malah ingin menjalin persahabatan dengan Perguruan Naga Langit.
Hal itu disebabkan karena semakin bertambahnya hari, maka makin bertambah pula ketenaran dan kewibawaan perguruan itu.
Sayang sekali, hal tersebut hanya tinggal sebuah kenangan belaka. Sebab sekarang, sudah tiada lagi yang namanya Perguruan Naga Langit. Tiada pula ketenaran dan kewibaan dari perguruan itu.
Yang ada hanyalah kenangan. Ya, kenangan pahit. Lebih pahit daripada arak. Lebih pahit daripada kehidupan ini.
Perguruan Naga Langit yang sangat tenar dan berwibawa itu telah hancur. Hancur lebur sampai menyatu dengan tanah.
Kenapa hal tersebut bisa terjadi? Apa pula yang menyebabkan hancurnya Perguruan Naga Langit?
Cerita ini terjadi tujuh pada hari yang lalu.
Saat itu malam bulan purnama. Rembulan bersinar dengan terang. Udara cerah. Hawa sejuk. Keadaan di Perguruan Naga Langit saat itu, sama dengan keadaan pada malam tersebut.
Tenang dan menyejukkan.
Anak murid yang berjumlah hampir seratusan orang sudah tertdur lelap bersama mimpi-mimpinya. Yang masih membuka matanya hanyalah beberapa orang saja.
Saat itu, Ketua Adiyaksa sedang bersemedi di sebuah ruangan pribadinya.
Perlu diketahui, bagi Ketua Adiyaksa, bersemedi adalah sebuah kewajiban. Sebab ketika seseorang menjalankan semedi, orang itu akan mendapatkan ketenangan yang mungkin tidak bisa didaptkan di dunia nyata. Baik itu ketenangan lahir, maupun ketenangan batin.
Bersemedi itu mempunyai banyak manfaat. Salah satunya adalah bisa membuat kita lebih tenang dalam setiap keadaan. Selain daripada itu, manfaat semedi lainnya adalah bisa membuat kepekaan batin kita meningkat.
Oleh karena itulah, setiap malam sebelum beristirahat, Ketua Adiyaksa pasti akan melakukan semedi walaupun itu hanya sebentar.
Hanya saja, malam itu baginya terasa aneh. Sudah sejak tadi dia mencoba bersemedi, tetapi sampai kentongan kedua berbunyi, ternyata dirinya masih belum bisa menyatu bersama alam mayapada.
Tiba-tiba Ketua Adiyaksa membuka matanya. Dia menghembuskan nafas panjang secara perlahan.
"Hahh ... apa yang akan terjadi pada malam ini? Kenapa aku tidak berhasil melakukan semedi?" gumam Ketua Adiyaksa sedikit merasa gelisah.
Mendadak dirinya bangkit berdiri. Dia membuka jendela ruangan lalu memandang ke atas langit. Ternyata bulan sudah mulai condong ke sebelah barat.
Pada saat demikian, mendadak hatinya jadi gelisah tak menentu. Firasanya tiba-tiba berkata bahwa sesuatu tak diinginkan bakal terjadi.
Makin lama, perasaan Ketua Adiyaksa makin tidak karuan. Bayangan buruk mulai bermunculan dalam benaknya.
"Aneh. Apakah firasatku kali ini, akan terbukti lagi?"
Ketua Adiyaksa mulai berjalan mondar-mandir dalam ruangan. Dia mencoba menenangkan perasaan dan pikirannya dengan melakukan beberapa kegiatan. Sayangnya, usaha tersebut tetap sia-sia saja.
Bukannya tenang, dia malah makin gelisah.
Pada akhirnya, Ketua Adiyaksa memutuskan untuk pergi ke kamar dan menemui istrinya yang bernama Diah Ayu.
"Nyai (panggilan untuk perempuan), kau sudah tidur?" tanyanya begitu dia berada di sisi sang istri.
"Belum, Kang. Sejak tadi, aku tidak bisa tidur. Perasaanku juga tidak tenang," katanya sambil menatap wajah Ketua Adiyaksa.
"Aih, ternyata kau sama denganku,"
"Kakang juga merasa tidak tenang?" tanyanya memastikan.
"Benar, Nyai. Sejak tadi, Kakang tidak bisa bersemedi. Firasatku juga mengatakan kalau suatu hal yang buruk akan terjadi,"
Nyai Diah Ayu termenung ketika mendengar ucapan suaminya tersebut.
Kalau yang bicara seperti itu adalah orang lain, niscaya dia tidak akan percaya. Tapi yang bicara saat ini bukalah orang lain. Dia adalah Adiyaksa, Ketua dari Perguruan Naga Langit sekaligus juga merupakan suaminya.
Bagaimana mungkin dirinya tidak percaya?
"Aih, semoga saja firasatmu itu tidak terbukti, Kang," ucap Nyai Diah Ayu mencoba menenangkan suaminya.
Harapannya memang demikian. Tapi sayangnya, dalam hidup ini, terkadang harapan tidak selalu sama dengan kenyataan.
Seperti juga saat itu!
Tepat setelah Nyai Diah Ayu berkata demikian, tiba-tiba dari luar sana terdengar kentongan yang dipukul sebanyak lima kali.
Sepasang suami istri itu terkejut setengah mati. Lima kali pertanda adanya bahaya!
Tanpa banyak berkata lagi, tiba-tiba Ketua Adiyaksa melompat turun dari pembaringannya. Dia mengambil sebatang pedang yang tergantung di dinding kamar. Setelah itu, dirinya langsung melesat keluar lewat jendela.
Wushh!!!
Tubuh Ketua Adiyaksa berkelebat secepat kilat. Hanya dalam waktu singkat, dia telah berada di tengah halaman perguruan.
Begitu tiba di sana, dirinya dibuat terkejut kembali
Bab 1 Perguruan Naga Langit
20/08/2022
Bab 2 Anggota Perkumpulan Iblis Merah
20/08/2022
Bab 3 Pembantaian
20/08/2022
Bab 4 Tiga Belas Serangan Raja Golok
20/08/2022
Bab 5 Tewasnya si Naga Hitam Dari Selatan
20/08/2022
Bab 6 Dendam yang Harus Dibalas
20/08/2022
Bab 7 Lima Harimau Gunung
20/08/2022
Bab 8 Permintaan Kakek Tua
20/08/2022
Bab 9 Hancurnya Gubuk Tua
20/08/2022
Buku lain oleh Junn_Badranaya
Selebihnya