Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Impian untuk Rian

Impian untuk Rian

RianaLee

5.0
Komentar
3
Penayangan
21
Bab

❝Kak Rian?❞ gadis bermanik hitam pekat itu menatap Rian dengan penuh tanda tanya. wajah cantik nan memikatnya menunggu jawaban dari Rian, ia yang masih memikirkan jawaban yang tepat untuk gadisnya. *•••••℘℘℘••••* ❝Hai kak Rian!❞ dengan penuh riang gembira gadisnya memanggil namanya. selalu ia menyapa Rian dengan senyuman yang lebar juga mata yang berbinar. *•••••℘℘℘••••* ❝Kak Rian punya impian?❞ ❝Astaga kak Rian!❞ ❝Kak Rian! Aku sayang kak Rian!!❞ ❝Kak Rian sumber kebahagian terbesarnya Anara❞ Rian terlalu menggantungkan hidupnya pada Anara. Bagaimana jika Anara tiba-tiba pergi darinya? Akan kah Rian bisa menjalani kehidupanya seperti biasa? Atau akan terus hidup dalam bayang-bayang Anara?

Bab 1 Halaman satu.

"Belajar yang bener ya? Jangan sampe bolos," laki-laki perawakan jangkung sedang menasehati sang adik yang baru menginjakkan kakinya di masa putih abu-abu.

"Kakak! Kakak kaya orang yang baru kenal aku kemarin deh, padahal kan kakak kenal aku dari orok! Lagian mana mungkin aku bolos," mengerucutkan bibir mungilnya yang berwarna pink baby.

"Yaelah Ra, kakak kan cuma pengen kaya seorang kakak laki-laki yang bijak. Kamu mah ga seru!"

"Gausah banyak nonton drama romantisnya Mom deh, atau sok-sok an ikutin saran Dad buat baca artikel cara menjadi kakak yang baik buat aku. Basi tau," laki-laki itu memutar bola matanya malas.

"Kamu mata-matain kakak?"

"Anara terlalu sibuk buat ngepoin kak Arya,"

"Dah lah, debat sama kakak gaakan ada abisnya. Aku masuk dulu ya!!" Perempuan itu memasuki gerbang sambil sedikit berlari, meninggalkan kakak kesayangannya begitu saja.

****

Pandangannya mengedar keseluruh penjuru koridor utama yang sedang di lewatinya. Ramai, hingga tanpa sengaja ia menabrak seseorang di depannya.

"Um sorry," ucapnya dengan tulus.

"Iya gapapa kok, gue juga tadi jalannya agak lambat,"

"Murid baru juga?" Lanjutnya saat melihat pita biru di tali kuncir Anara. Pihak sekolah menitah seluruh murid baru memakai pita di ikat kuncir dengan warna yang sudah di beritahukan.

"Iya, kamu juga? Tapi kok pita kita warnanya beda? Apa jangan-jangan aku salah beli warna pitanya?" Paniknya saat melihat warna yang berbeda pada pita tali kuncir gadis di depannya yang berwarna hijau.

"Aku anak IPS, mungkin warna pitanya di bedain buat anak IPA dan IPS,"

Anara tersenyum kiku, "kayanya emang kaya gitu,"

Tanpa di sangka-sangka gadis itu mengulurkan tangannya pada Anara. "Kenalin nama gue Ersya permata putri yuasgar," tanpa ragu, Anara membalas uluran tangan itu dan memperkenalkan dirinya. "Aku Anara yusrin nadyaz," senyuman mengembang di sana, menunjukan mata bulan sabit milik Anara juga lesung pipi di sebelah kanannya yang ikut tercetak dengan jelas.

"Teman?"

"Teman!"

Ersya memberikan sebuah kartu yang berbentuk seperti KTP, bedanya di sana tak ada data diri mengenai gadis itu. "Nomor gue ada di sana, kita kekantin bareng oke? Chat gue! Gue udah janjian mau ketemu kakak gue di sana," ucapnya sambil menunjuk kearah koridor lain.

"Um okay, see you again,"

"Ya see you!"

Setelah berpisah dengan Ersya, Anara kembali menyusuri lorong itu untuk mencari kelasnya.

****

Anara duduk di bangku paling depan dari barisan kedua. Terkejut saat tiba-tiba orang lain menempati bangku kosong di sebelahnya. "Hai kenalin nama gue Arsya, nama lo?"

"Anara,"

"Kita teman satu bangku sekarang," Anara hanya tersenyum untuk menanggapinya.

Guru yang masuk adalah guru yang akan menjadi wali kelasnya selama 1 tahun ini. Tak banyak pembahasan, hanya perkenalan dan pembagian organisasi saja. Anara dan Arsya sangat bersyukur karna tak menjabat sebagai apapun, akan sangat merepotkan jika wali kelasnya menunjuk mereka menjadi salah satu pengatur orang-orang di kelas.

Bel istirahat berbunyi, ia menghubungi Ersya yang ternyata sudah berada di kantin duluan. Arsya terlihat sangat antusias saat Anara mengajaknya ke kantin dan mengatakan jika temannya sudah menempatkan meja untuk ketiganya.

"Anara jalannya agak cepetan dong," Arsya terus menarik tangannya sedari keluar dari kelas tadi.

"Sabar dong, langkah aku ga selebar kamu Arsya," Arsya memiliki tubuh yang sedikit lebih tinggi dari Anara, kaki ramping nan panjangnya membuat Arsya mempunyai langkah yang lebih lebar dari Anara.

"Ih nanti kita ngantri buat beli makanannya!" Arsya terus menariknya. Dalam hati Anara kesal sendiri, hingga tanpa sengaja ia melirik kearah segerombolan laki-laki yang sedang meminum-minuman kalengnya, ada juga yang sibuk dengan ponselnya, atau yang hanya menatap kosong pun ada, contohnya seperti laki-laki bermanik biru muda yang kini malah menatapnya. Kontak mata keduanya terputus oleh jarak, mata biru itu menghilang di balik dinding yang ia lewati.

"Lo lama banget," gerutu Ersya pada teman barunya itu.

"Susah masuk kantin tadi Ersya. Oh iya kenalin ini teman sekelas Anara namanya Arsya, nama kalian cuma beda E dan A aja jadi gak susah ngafal nama kalian," Anara tentu sangat antusias.

Mengulurkan tangannya pada Arsya lalu kembali memperkenalkan diri. "Eh bener juga, kenalin gue Ersya permata putri yuasgar,"

"Arsyalla Abimanggala,"

"Simpel banget nama lo,"

"Mungkin orang tuanya gamau ribet Ersya," jawab Anara.

"Ya begitulah," Arsya hanya menanggapi dengan ala kadarnya.

"Btw ini gue mesenin makanannya asal, gapapa kan?"

"Iya gapapa, makasih udah di pesenin," mereka memakan makanannya dalam diam, kebisingan kantin sudah cukup ramai jadi mereka tak ingin menambah suara riuh itu. Suara teriakan gadis-gadis mendominasi saat melihat pesona ketiga laki-laki yang baru memasuki kantin.

"Ih berisik banget," Anara menutup telinganya.

"Idih alay banget sih anjing," Arsya ini toxic syekali ya manteman.

"Aduh kuping gue!!!" Ersya melakukan hal yang sama dengan Anara.

Padahal ketiga laki-laki itu hanya datang ke kantin untuk membeli sekaleng minuman.

"Siapa sih mereka?" Tanya Anara penasaran.

"Anak geng terkenal seantero sekolah. Yang paling depan panglima tempurnya, pemilik tatapan yang paling menusuk juga irit ngomong. Di sebelah kanannya si pedang perak sekolah, yang paling aneh plus kalau ngomong nyelekit banget. Sedangkan di sebelah kirinya, playboy cap kaki sultan andara Rafi ahmad, sekali kedip empat tujuh cewe jatuh hati," jelas Ersya tanpa menatap Anara dan fokus pada makanannya.

"Ersya tau banyak ya?"

"Ga juga sih," Arsya dan Ersya tampak tak senang melihat kealay'an anak-anak perempuan itu saat mereka tak henti-hentinya berghibah tentang laki-laki itu.

****

"Kak Arya kemana sih?! Sok-sok an mau anter jemput sih!!" perempuan itu menggerutu kesal di halte yang tak jauh dari gerbang sekolahnya. Sudah 1 jam ia menunggu kakaknya yang katanya ingin mengantar jemput adiknya di hari pertama masuk SMA. Andai ia tadi menerima ajakkan Arsya untuk pulang bersama.

Dari kejauhan terdengar suara deruman motor sport berwarna hitam yang menghampirinya. Pikir Anara, mungkin hanya lewat. Namun ternyata motor itu malah berhenti tepat di hadapannya.

"Naik," ucapnya di balik helm full face-nya.

"Gausah dan makasih sebelumnya, tapi aku lagi nunggu jemputan,"

"Gausah bawel, udah mau hujan," sempat akan teguh pada pendiriannya, namun seketika runtuh kala suara petir menggema di atas sana.

"Aku ga ngerepotin kan?"

"Ish, naik!" Anara hanya mengangguk dan menaiki motor tersebut. Membelah jalanan kota hujan ini di sore hari ternyata lebih menyenangkan dari pada menghirup udara pagi di sekitar persawahan.

Jalanan tak begitu padat, namun juga tak begitu sepi. Terlihat juga awan yang mulai menghitam hingga menurunkan bulir-bulir air yang di sebut hujan.

Anara tak terusik oleh angin yang seolah menelisik, tak terganggu juga oleh hujan yang mengguyur. Perempuan 16 tahun itu sangat menikmati setiap detiknya. Alih-alih merasa dingin, perempuan itu malah kegirangan karna bisa melihat lembayung yang tiba-tiba hadir di saat hujan rintik, hatinya ter'enyuh saat melihat fenomena tersebut.

Sampailah mereka pada lampu merah. Berhenti tepat pada segerombolan anak-anak berseragam putih abu seperti keduanya. Lelaki itu menatap risih pada mata-mata mereka yang melirik paha mulus penumpangnya.

Mematikan mesin motornya lalu turun dan melepas jaket hitam kulitnya. "Kamu mau ngapain?" Pertanyaan itu tak di gubris oleh laki-laki itu, ia malah fokus memakaikan jaket itu ke pinggang Anara dan menutupi paha mulusnya. Selanjutnya ia melepas seragamnya dan memakaikannya pada tubuh gadis itu yang tercetak jelas akibat hujan.

Terdengar suara tawa besar dari segerombolan anak-anak di sebelahnya. "ETDAH NIH DILAN NAPA NYASAR KE BOGOR DAH?" suara teriakan itu mengudang gelak tawa teman-temannya.

Anara sedikit melihat lelaki yang bersamanya, ternyata dia diam tak berkutik, mungkin hanya memasang wajah datarnya di balik helm full face-nya. Di detik selanjutnya ia membuka helm yang sedari tadi menutupi wajahnya, menyugarkan rambutnya yang lepek lalu merapihkannya sebentar. Gelak tawa gerombolan itu tiba-tiba melenyap bersama angin yang berhembus, mereka berlalu begitu saja padahal lampu belum berubah menjadi hijau.

"Mereka kenapa?" Gadis itu masih tak mengerti akan keadaan sekitar.

"Diemin aja," mereka melanjutkan perjalanan pulang menuju rumah Anara.

"Pegangan, kita ngebut,"

"Gausah kak, Anara gaakan jatuh kok,"

"Ck, kalau kamu terbang nanti aku yang di marahin papa mu,"

"Aku bukan layangan iii ga mungkin terbang,"

"Bawel," kedua tangannya di tarik untuk memeluk pinggangnya. Tentu Anara terkejut, saat ia akan melepas pelukannya laki-laki itu berucap. "Kamu lepas, aku turunin di tengah jalan kaya cabe-cabean. Mau?" Anara langsung menggeleng cepat dan menuruti perkataan laki-laki bermanik biru muda itu.

"Alamat rumah kamu dimana?"

"Jalan permai nomer 59." tanpa bertanya lagi, laki-laki itu langsung melaju ke alamat yang di beritahukan gadisnya.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku