icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Dendam Istri Muda

Dendam Istri Muda

shena

5.0
Komentar
179.4K
Penayangan
70
Bab

Lita terhempas oleh kenyataan pahit setelah sepuluh tahun pernikahannya dengan Khalid berakhir tragis bersama dengan kehilangan sang buah hati. Nyawa bayi yang malang itu pun terlepas di tangan pengasuhnya sendiri, seorang gadis remaja yang sebelumnya diselamatkan oleh Lita beberapa bulan lalu. Memanfaatkan kesempatan itu, Jenni dengan licik merayu Khalid, rela menjadi istri kedua untuk membalaskan dendamnya yang telah terpendam selama bertahun-tahun. Di tengah-tengah pergumulan atas kehilangan anak mereka dan munculnya saingan yang penuh kebencian di dalam rumah tangga, apa yang menanti Lita dan Khalid di masa depan? Follow author di Instagram dan TikTok @hi.shenaaa ya~

Bab 1 Bukalah Mata

Wanita itu terduduk lesu di lantai rumah sakit yang dingin. Pandanganya nanar menatap sang buah hati yang terbaring di ranjang usai dokter mengatakan tak bisa menyelamatkan anaknya. Keluarga serta kerabat yang ada di sana tak kuasa menahan tangis, begitu pun dengan sang ayah yang memilih duduk di pojokan sembari berusaha menyembunyikan kesedihannya.

Lita, ibu dari bayi yang masih berusia enam bulan itu tak mampu berkata-kata lagi. Penantiannya dengan sang suami selama sepuluh tahun pernikahan harus ikhlas melepaskan kepergian buah hati. Bukan karena sakit atau yang lainnya, bayi malang yang sempat diberi nama Muhammad Rais Khalid itu harus meregang nyawa di tangan pengasuhnya sendiri.

Lita tak sanggup menghadapi kenyataan, bagaimana bisa gadis remaja yang sempat ditolongnya beberapa bulan yang lalu, memberinya tempat tinggal serta membiarkan gadis itu hidup bersamanya, dengan tega merenggut nyawa putra semata wayangnya.

Serasa dunianya runtuh saat menemukan Rais terbujur kaku di dalam lemari pendingin. Awal mulanya, Lita hendak menghadiri pesta di salah satu rumah kerabatnya yang tak jauh dari sana. Lita sengaja meninggalkan Rais dengan Wulan, sang pengasuh. Saat hendak masuk ke dalam mobil, hati Lita serasa berat untuk meninggalkan anaknya.

“Ada apa, Sayang?” tanya suaminya yang seperti mengerti dengan kegelisahan Lita.

Wanita tiga puluh empat tahun itu menatap suaminya sebentar, seperti ada yang ingin disampaikan.

“Nggak ada apa-apa, kok, Mas,” jawabnya, namun mata Lita masih memandang Rais yang berada dalam gendongan Wulan. Sang suami pun mengikuti arah pandangan Lita.

“Kalau berat meninggalkan Rais, kita bawa saja hari ini, ajak Wulan sekalian,” tawar Khalid.

“Tidak, Mas. Rais masih terlalu kecil, nggak baik untuk kesehatannya nanti. Di sana banyak orang, aku nggak mau Rais kenapa-napa.” Dengan sedikit ragu, Lita memutuskan untuk tidak membawa putranya meski hatinya menginginkan hal itu.

Khalid mengangguk. Pria berdarah campuran itu pun melajukan mobilnya, meninggalkan Wulan bersama sang buah hati.

Selepas kepergian orang tua Rais, Wulan yang hendak masuk ke rumah pun mendadak menghentikan langkahnya saat Udin, sopir tetangga sebelah menghampirinya.

“Kita jalan, yuk. Hari ini aku libur, lagian kita jarang punya waktu berdua,” ajak Udin yang tak lain adalah kekasih Wulan.

Wulan tampak berpikir, antara menerima atau menolak ajakan Udin. Satu sisi Wulan tak tega meninggalkan Rais sendiri, sisi lain Wulan sangat merindukan jalan berdua dengan Udin.

“Baiklah, tapi tunggu sebentar, ya Sayang. Aku bobo kan Rais dulu.” Wulan melangkah pergi sebelum Udin menjawabnya. Pria hitam dengan bibir tebal serta gigi tonggos itu setia menunggu kekasihnya keluar. Meski sudah lebih dari setengah jam.

Tak lama, Wulan pun keluar dengan pakaian yang lumayan bagus. Tak lupa wajahnya dipolesi dengan bedak tipis dan sedikit blus on untuk membuat pipinya seperti kena tamparan.

Udin terperangah, baru kali ini melihat Wulan dandan. “Waw, kamu cantik sekali,” ujarnya takjub.

Wulan tersipu malu, ternyata kosmetik milik majikannya ini sangat bagus dan bisa membuatnya tampil sedikit cantik. “Ayo pergi, sebelum majikanku pulang.”

Mereka pun pergi entah kemana tujuannya, hanya mutar-mutar keliling kompleks perumahan elit itu dengan sepeda ontel milik Udin.

“Sayang, itu Rais nanti kalau bangun gimana?” tanya Udin sembari fokus mengayuh sepedanya.

Wulan diam, bingung juga mau menjelaskan apa pada kekasihnya ini. Sebenarnya bukan bingung, melainkan ada rasa takut yang mulai menjalar dalam dirinya. Gadis itu merasa bersalah pada bayi mungil tak berdosa itu serta kepada majikannya yang telah baik kepadanya selama ini.

“Yang, ihh kok diem, sih? Mas Udin nanya dijawab, dong,” ujar Udin yang mulai kesal sendiri.

Wulan masih terdiam. Pikirannya mulai menerawang jauh dan tak terarah. Gadis cantik yang tak seberapa itu berencana untuk meninggalkan rumah majikannya secepat mungkin. Entah apa kesalahan yang dia lakukan sehingga ingin pergi dari sana tanpa memberitahukan terlebih dahulu.

“Mas Udin mau ngabulin permintaan Wulan, nggak?” tanyanya pelan.

Udin menghentikan sepeda tepat di taman dekat kompleks. Dia kemudian menatap kekasihnya yang masih menunduk seperti sedih. Udin menggaruk belakang kepalanya yang sama sekali tidak gatal saat melihat sang kekasih menitikkan air mata.

“Sayang kenapa? Apa Mas Udin ada salah?” tanyanya lembut.

Wulan mengangkat kepalanya, menatap Udin dengan mata sendu. “Tolong bawa Wulan pergi dari sini, Mas!” pintanya lirih.

“Lah, kok pergi? Emangnya Sayang mau kemana?” tanyanya yang mulai bingung.

“Kemana aja, Mas. Wulan nggak mau tinggal di sini lagi. Ayo kita pergi.” Wulan merengek seperti anak kecil.

“Iya, Mas Udin akan bawa Neng pergi. Jangan nangis lagi, ya,” bujuk Udin. Senyum di wajah Wulan kembali merekah setelah mendapat apa yang dia inginkan dari sang pacar.

***

Pemakaman bayi mungil dari pasangan yang dikenal romantis ini diliputi isak tangis dari keluarga dan tetangga yang ikut mengantarkan ke peristirahatan terakhir. Lita—sang ibu dari Rais tampak tak kuasa menahan tangis saat anaknya mulai ditutupi dengan papan dan ditimbun dengan tanah. Wanita yang sudah berkepala tiga itu terduduk lesu di bawah rintik hujan yang perlahan mulai deras. Tangisan Lita tersamarkan karena hujan yang turun semakin tak terkendalikan.

“Rais, maafin Bunda, Nak,” teriaknya dengan kencang sembari berusaha meraih putranya yang sudah tertutupi tanah.

Mas Khalid yang melihat istrinya seperti itu pun menghampirinya. Menenangkan Lita yang tangisannya semakin menjadi-jadi. Di dalam pelukan Mas Khalid, Lita meronta-ronta minta dilepaskan. Dia bahkan juga berkata ingin ikut dengan sang buat hati.

“Lepasin, Mas! Aku mau menemani Rais. Kasihan dia sendirian di sana!” pintanya yang tak diindahkan oleh sang suami.

“Tenanglah, Sayang. Jangan seperti ini. Istiqfar, Bunda.”

Khalid semakin mempererat pelukan itu sembari melihat sang buah hati perlahan-lahan ditutup dengan tanah. Mata pria yang hampir berkepala empat itu tak kuasa menahan tangis. Harapan yang pernah ia dan istrinya impikan telah sirna bersama perginya Rais.

“Rais,” isak Lita perlahan menghilang.

Lita tak sadarkan diri, suaminya sedikit panik dan bergegas membawa Lita ke mobil. Kemudian meminta supirnya untuk mengantarkan Lita ke rumah sakit. Sementara itu, Khalid kembali ke pemakaman untuk mendoakan putranya.

***

“Aku mau wanita itu segera ditemukan! Dia harus bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya.”

Siang itu, matahari tertutup awan hitam yang siap untuk menumpahkan isinya. Pria berjas biru yang tengah memandang keluar jendela kantornya, tampak menahan amarah yang sudah ia pendam selama ini. Sudah hampir dua minggu sejak pemakaman putranya, sang pelaku yang merupakan baby sitter si bayi tak kunjung ditemukan.

Seluruh pengawal pribadi telah ia kerahkan untuk mencari di mana Wulan tinggal. Khalid tak tega melihat istrinya yang saat ini tengah di rawat di Rumah Sakit Jiwa Bunda Kasih dalam kondisi yang masih seperti itu saja.

“Kami sudah mencarinya siang dan malam. Wanita itu seperti menghilang di telan bumi, bahkan di kampung halamannya pun ia tidak ada. Menurut informasi dari orang kepercayaan kita, dia kabur bersama supir Tuan Ifan.”

Khalid berbalik, menatap asistennya yang tak kalah tampan dengan dirinya. Pria itu mendekat, tertarik mendengar orang yang kabur bersama Wulan.

“Supir Ifan Baskhara?” tanyanya memastikan, asisten itu mengangguk. “Udin?”

Khalid seperti mendapat pencerahan. Ia tak pernah memikirkan tentang pria itu sebelumnya. Padahal Khalid tahu bahwa Wulan ada hubungan dengannya.

“Aku tahu harus mencarinya ke mana,” ujar Khalid dengan sorot mata tajam.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh shena

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku