/0/22562/coverorgin.jpg?v=79ad4da2ee8b4c1948bdf5f78f4c2217&imageMogr2/format/webp)
Vas bunga yang melayang dari tangan Shila nyaris mengenai Chandra seandainya pria itu tidak cepat mengelak. Dengan kegagalan tersebut, Shila semakin menggeram keras.
“Pergi kamu! Aku nggak mau liat muka kamu! Aku muak! Muak!” Shila menunjukkan semua kemarahannya.
“Fine! Aku pergi! Aku nggak akan pernah balik lagi ke sini!” ucap Chandra dengan amarah sama menggebunya.
“Fu*k you! B*ngsat! Pergi!” Urat-urat leher Shila menonjol semuanya. Mata wanita itu sudah membengkak dengan warna merah mendominasi. Seluruh wajahnya basah, campuran air mata dan keringat. Sama-sama asin yang memberikan rasa perih sampai di dalam hatinya.
Chandra menendang pintu sebelum akhirnya keluar dari rumah. Ia menggeram, mengeluarkan semua amarah yang dipendamnya sedari tadi. Chandra seumur-umur tidak pernah membentak orang lain, apalagi itu Shila, wanita yang dicintainya dari SMA hingga saat ini, setelah pernikahan kedua tahun mereka.
Namun, semuanya tidak berjalan lancar. Faktor eksternal dan internal terus menghunjam hubungan mereka hingga selalu bertengkar setiap hari. Tidak adanya kehadiran anak, karir yang sedang tinggi-tingginya sehingga semua hal dikorbankan, dan kecanduan obat-obatan terlarang. Semua itu ada pada Shila, dan Chandra bersedia menerima wanitanya itu bagaimanapun jua. Bahkan, meski dengan pekerjaan sederhana, Chandra mau mengambil alih tugas mencari nafkah agar istrinya tidak terbebani.
Namun, wanita itu sudah terlanjur sakit. Sikap possessive-nya benar-benar mengekang Chandra. Bahkan walau pria itu hanya bertegur sapa atau sekadar bersikap ramah dengan tetangga wanita, Shila akan langsung mengamuk. Masih mending jika yang dihajarnya hanya Chandra, tetapi Shila malah menghakimi si wanita itu sampai amarahnya mereda.
Chandra tidak tahan. Ia menjambak rambutnya sendiri sembari berjalan tanpa arah. Bahkan, kakinya hanya dialasi sandal rumahan.
Langkahnya menyusuri jalan raya dipelankan. Mengecek ponsel mengharapkan adanya pesan dari sang istri, tetapi notifikasinya hanya didominasi oleh pesan grup. Chandra tanpa selera membukanya.
ALUMNI SMA ADIWARNA
Tristan
Gw di depan rumah lo, Fan. Buru keluar.
Arfan
Hubungin si DJ, mo beneran ikut kagak
Tristan
Gw telpon2 nggak diangkat
Arfan
Jadi nggak dia ikutnya
Hanya empat pesan itu yang sempat dibaca oleh Chandra. Dia tanpa minat mengetik di layar ponsel.
Chandramawa Ahtar
W ikut
Tristan
Yeee Sibang*at ikut.
Kemarin2 diajakin nggak ada kabar
Arfan
Yo'i. Diajak²in sampe ngemis kite, nggak ditanggepin
Chandramawa Ahtar
Bacot
W otw ke rumah lo, Fan
Chandra benar-benar lelah sekarang. Ia menyugar rambutnya lalu memasukkan ponsel ke dalam saku celananya. Menghentikan taksi lalu segera bergerak menuju rumah sahabatnya.
*
Dari awal, Chandra tahu bahwa teman-temannya akan keluar nongkrong. Namun, yang ada dalam pikirannya hanya kafe outdoor dengan secangkir kopi yang menenangkan.
Tetapi yang didapati Chandra hanya musik dengan volume keras, lampu remang-remang, dan aroma alkohol menyengat. Pening kepalanya bertambah. Setiap kali ia akan kembali, Tristan mencegahnya.
“Kalau lo bokek, gue yang bayarin. Itung-itung perayaan akhirnya lo mau ikut kita-kita,” kata Tristan.
“Yo'i. Dari dulu kita itu pengen pamer cogannya SMA ADIWARNA sama cewek-cewek, eh elonya jual mahal. Sekarang, udah ke sini dengan sendirinya. Kita have fun, sambil lo cari pelarian. Cewek emang sedikit membosankan kalau udah dinikahi.”
Ucapan Daniel yang lebih sering disebut DJ itu, segera mendapat pelototan dari Chandra. Sungguh, istrinya selalu yang terbaik, meski minusnya banyak.
Tristan memisahkan diri. Sementara Arfan dan Daniel memaksa Chandra duduk di sofa maroon di pinggir ruangan.
Demi apapun, sakit kepala Chandra bertambah Sekarang. Dia hanya butuh pulang dan tidur.
Namun, Tristan datang dengan menggandeng seorang wanita. Ia juga menyediakan gelas ke masing-masing temannya dan diri sendiri. Setiap gelas berbentuk tabung kecil itu diisi cairan bening sampai setengah.
“Pilih-pilih ceweknya, diobral ceweknya.” Tristan terbahak-bahak dan menyesap minumannya sekali teguk.
“Buat Chandra pilihin, Tris. Dia salah pilih Mulu perasaan. Pilih istri kok yang kayak singa.” Lagi, Daniel sangat hobi mengganggu kenyamanan temannya itu.
“Ah, gue ahlinya kalau milih cewek.” Tristan meletakkan gelasnya di meja. Ia kemudian menggesek tangannya di dagu sambil mencari-cari wanita yang sibuk bergoyang di tengah ruangan.
“Yang itu cocok. Uh, goyangannya mantap pasti!” seru Tristan. Ia kemudian bertepuk tangan. Saat beberapa wanita menoleh, Tristan hanya perlu menunjuk wanita dengan dress setengah paha warna hitam tersebut, dan ia langsung didatangi.
Semua perhatian tertuju pada wanita itu. Dengan tinggi sekitar 157 senti, dan senyuman khas menggoda, ketiga pria itu langsung takjub.
“Ah, gila emang pilihan Lo, Tris!” seru Daniel. “Tapi tepos, njir.”
“Banyakin remes aja, ntar bakalan gede kok.” Tristan menanggapi ringan. Ia lalu mengalihkan perhatian pada wanita yang baru dipanggilnya itu. “Tuh, temen gue, puasin dia.”
Wanita itu langsung melipat tangan di depan dada. “B*lowjob 1 juta. Making out 2 juta. Making love 3 juta per jam, keluar di luar, pakai pengaman. Keluar di dalem 5 juta per jam. Sewa kamar belum termasuk.”
“Njir mahal amat!” Daniel angkat suara. “Perawan aja nggak semahal itu, njir.”
Wanita itu mencondongkan tubuh pada Daniel dengan wajah jengkel.
“Emang perawanmu itu bisa lo puas? Kalau service gue, nggak puas, jaminan uang kembali. Lo nggak bakalan dapat service premium kayak yang gue lakuin dari cewek manapun.”
“Wah, gila. Lo langsung urus temen gue yang polos itu.” Tristan langsung menunjuk Chandra yang langsung mengibaskan tangan menolak.
Namun, wanita itu sangat lincah menghampiri Chandra.
“Pilih yang mana? BJ? MO? ML?”
“Pokoknya puasin aja. Ntar bayaran, gue yang urus.”
“Tristan!” tegur Chandra tegas. Ia ingin menunjukkan amarahnya, tetapi seketika lenyap tergantikan malu saat wanita itu dengan cepat merayap di pahanya. “Plis, jangan dengerin dia. Saya sudah menikah.” Namun, sia-sia saja Chandra menunjukkan cincin pernikahannya. Wanita itu tetap menggapai kancing celananya, membuka tanpa segan.
/0/10547/coverorgin.jpg?v=f5e3234d67dfe66ce919cc30049e927d&imageMogr2/format/webp)
/0/6251/coverorgin.jpg?v=95475b5bb5e62a6ede1cdc661ffbcd76&imageMogr2/format/webp)
/0/8070/coverorgin.jpg?v=0a79fd4fe67ddfd303ce39355ceb97c4&imageMogr2/format/webp)
/0/15160/coverorgin.jpg?v=67322a6b9774f084cd89dd3bd3030239&imageMogr2/format/webp)
/0/13422/coverorgin.jpg?v=8dbc5d2ea4081bab48f62d4af138b7d2&imageMogr2/format/webp)
/0/24710/coverorgin.jpg?v=419e7815a6a1deec6566a9af79300d93&imageMogr2/format/webp)
/0/28888/coverorgin.jpg?v=4e31289b508bd6e19661a8b1cabe847f&imageMogr2/format/webp)
/0/20470/coverorgin.jpg?v=22c5d8ad1727cb6933d7c40772c3b5da&imageMogr2/format/webp)
/0/18417/coverorgin.jpg?v=29bdf11298807a8f463bb7bf9341408d&imageMogr2/format/webp)
/0/16556/coverorgin.jpg?v=49aa86a01fa047040419da639a6677e7&imageMogr2/format/webp)
/0/16645/coverorgin.jpg?v=ef346df3b63e19bf964828ca82a1a7a0&imageMogr2/format/webp)
/0/10912/coverorgin.jpg?v=05752965a9db2860cd3d89c35693dae9&imageMogr2/format/webp)
/0/15583/coverorgin.jpg?v=e4c064d3995495e203092c6ed94c750c&imageMogr2/format/webp)
/0/27317/coverorgin.jpg?v=88f8db35377f1ad3234f3fa796b61b18&imageMogr2/format/webp)
/0/11012/coverorgin.jpg?v=5024265e26eab16316b7331e9393091d&imageMogr2/format/webp)
/0/19139/coverorgin.jpg?v=1ed13e1d4e43a9e8bf857b90d37b476e&imageMogr2/format/webp)
/0/23402/coverorgin.jpg?v=956d1bff272bfc1af42c4423b22a8af3&imageMogr2/format/webp)
/0/22847/coverorgin.jpg?v=ab41c27c6f894b1bf6eab8aaae88001f&imageMogr2/format/webp)
/0/25861/coverorgin.jpg?v=20250711083055&imageMogr2/format/webp)