icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
3.7K
Penayangan
64
Bab

Tidak ada permintaan yang tidak dikabulkan oleh kedua orang tua Sally Beatrice pada anak semata wayangnya itu. Kali ini, Sally Beatrice menginginkan sebuah pulau pribadi di salah satu negara Yunani, lengkap dengan segala fasilitasnya kepada kedua orang tuanya. Namun, untuk kali ini pula kedua orang tua Sally, Peter dan Liza memberi tantangan untuk Sally menjalankan sebuah misi menjadi seorang maid selama satu bulan di tempat yang sama sekali tidak Sally ketahui. Sally pikir, semuanya akan berjalan dengan sangat mudah dan lancar. Akan tetapi, pertemuannya dengan Roland Filemon, si pria tampan nan absurd itu membuat Sally kelabakan, kehilangan fokusnya. Akankah Sally berhasil menjalankan misi itu sampai akhir? Ataukah Sally menyerah di tengah jalan?

Bab 1 01- Misi Sally

Feli berlari tergesa-gesa menemui sahabat karibnya, Sally. Gadis berambut cokelat terang itu ingin memberitahu Sally sesuatu hal yang sangat penting menyangkut hidup dan mati mereka berdua. Kedua bola mata cokelat terang Feli menangkap sosok Sally yang sedang duduk sendirian dengan airpod di telinga dan ponsel di tangannya.

Feli menepuk pundak Sally tiba-tiba membuat gadis berhidung mancung itu terperanjat dan melempar tatapan sinis pada Feli.

"Astaga, Feli! Kau ini kebiasaan sekali, datang tiba-tiba dan mengejutkanku. Bagaimana nanti jika aku mati jantungan? Kau akan kehilangan sahabat sepertiku," omel Sally.

Feli meringis, menampilkan deretan gigi putih nan rapi miliknya.

"Maaf, aku tidak sengaja. Aku hanya ingin segera memberitahumu beberapa hal penting," ucap Feli sambil mengatupkan kedua telapak tangan di depan dada.

Sally menyatukan kedua alis dan mengangkat dagunya tinggi sambil menatap lekat sahabatnya itu.

"Hal penting apa yang kau maksud, Fel?" tanya Sally penasaran.

Feli menarik napas dalam-dalam lalu membenahi rambutnya.

"Kau tahu? Ini berita hot! Zena, si wanita ular membeli sebuah pulau," kata Feli memberitahu Sally.

Kedua bola mata Sally membulat sempurna dan mulutnya menganga lalu terdengar erangan kesal dari mulutnya.

"SHIT!" umpat Sally marah.

"Apa-apaan ini. Dia membeli pulau? P-U-L-A-U? Apa dia menguping pembicaraan kita? Oh, sialan. Bagaimana mungkin aku kalah cepat dengan wanita ular itu," gerutu Sally sambil berjalan bolak-balik di hadapan Feli.

Feli mengangguk sambil menggelengkan kepala seakan menjawab pertanyaan Sally.

"Sepertinya begitu. Dasar ular! Selalu saja mengikuti apa yang kita inginkan," gerutu Feli.

"Dengar, Feli, ini tidak bisa dibiarkan. Aku tidak ingin berada satu level di bawahnya. Bukankah, kau tahu jika aku yang lebih dulu menginginkan untuk membeli sebuah pulau pribadi. Aku yakin, dia sudah menguping pembicaraan kita minggu lalu. Aku harus segera meminta pada Daddyku untuk dibelikan pulau di salah satu Kepulauan Maladewa," jelas Sally dengan emosi memburu.

"WHAT! Kau mau pulau di Maladewa? Itu pasti sangat mahal sekali, Sally. Kau yakin Daddymu akan mengabulkan permintaanmu satu ini?" tanya Feli sangsi.

Sally mengedikkan bahunya tak acuh.

"Aku tidak tahu. Aku belum membicarakan semua ini pada Daddyku, tapi aku yakin, ia akan mengabulkan permintaanku--- tanpa kecuali," lirih Sally setengah tak yakin.

Feli menepuk pundak sahabatnya itu sebagai dukungan semangat. "Aku doakan, Daddy Peter mengabulkan lagi permintaanmu ini setelah kau menghabiskan uang jutaan dollar kemarin demi Bugatti Veyron by Mansory Vivere dua bulan lalu, serta party kita tiga hari yang lalu," ucap Feli dan Sally mengangguk lemah dan mendesah pasrah.

Namun, hanya beberapa detik berselang, Sally mendadak membalikkan tubuh Feli menghadapnya.

"Tidak hanya aku yang ditikung, Feli. Kau juga," kata Sally histeris.

Feli menggaruk dagunya dan menatap bingung Sally karena ucapan sahabatnya itu.

"Apa maksudmu?" tanya Feli polos.

"Selena baru saja membeli private jet limited edition yang kau incar beberapa waktu lalu. Aku mendengarnya saat wanita sialan itu memamerkannya di kelas tadi," ucap Sally.

"WHAT! SELENA MEMBELI PRIVATE JET?" pekik Feli histeris.

Sally mengangguk.

"Astaga! Berengsek, berani-beraninya dia mendahuluiku. Aku tidak rela. Aku harus memilikinya juga," geram Feli.

Sally mengangguk antusias sebagai bentuk dukungan.

"Well, kita memang tidak boleh berdiam diri. Kita harus segera bertindak, Fel. Aku tidak ingin kalah saing dari mereka," ucap Sally.

"Benar. Tidak ada yang boleh berada satu level di atas kita di kampus ini. Apalagi dua wanita sialan itu, si Ular Zena dan si bitch Selena, wanita photokopi kehidupan kita. Aku tidak rela mereka memiliki apa yang tidak aku miliki," geram Feli.

"Aku setuju. Queen di kampus ini hanya dua, Sally Beatrice dan Felicity Jolicia, yang lain hanya dayang-dayang yang tidak penting," ucap Sally sombong.

***

Sally Beatrice James, anak semata wayang dari pasangan salah satu Triliuner Inggris bernama Peter James dan Liza Mombebe. Dilahirkan dikeluarga berlimpah harta membuat Sally tumbuh menjadi gadis sosialita, manja dan cukup angkuh terhadap orang lain.

Setiap hari di dalam kehidupan gadis itu hanyalah dipenuhi rutinitas belanja barang-barang branded dan pesta. Namun, fakta yang cukup menggelikan adalah wanita itu tidak suka alkohol. Selama berpesta ia hanya bergoyang badan dan minum minuman bersoda. Ia juga tidak pernah berpacaran, karena menurut Sally, kekasih adalah hal yang tidak penting. Ia bisa memiliki semuanya tanpa bantuan kekasih. Lagi pula, ia tidak pernah bertemu dengan pria yang kekayaannya melebihi kekayaan daddynya.

Sampai usia dua puluh satu tahun, Sally Beatrice masih perawan. Ia tidak mengenal hubungan seks bebas layaknya remaja lainnya. Ia terlalu menjaga jarak dengan lawan jenis, bahkan sudah belasan laki-laki yang mendekatinya ditolak mentah-mentah karena di matanya tidak ada yang di atas level daddynya. Pria idaman Sally adalah pria kaya yang kekayaannya melebihi kekayaan orang tuanya agar bisa memenuhi semua keinginannya.

***

Waktu makan malam tiba, Peter dan Liza sudah duduk manis di meja makan. Baru saja ingin menyuapkan sendok ke dalam mulut mereka, suara teriakan Sally mengejutkan keduanya.

"Daddy ... Mommy ... Aku pulang!" teriak Sally sambil berlari-lari kecil menuju kedua orang tuanya.

Tiga paperbag dengan tiga merk toko terkenal berada dalam genggaman tangan Sally, yaitu Victoria Secret, Gucci dan Channel. Liza hanya bisa menghela napas melihat semua itu.

"Mommy!" Sally memeluk manja Liza sambil melemparkan ketiga paperbag di tangannya ke lantai secara sengaja.

Dengan sigap, beberapa maid memunguti dan memegangi paperbag itu sambil berjajar berdiri tidak jauh dari meja makan.

"Apa lagi yang kau belanjakan kali ini?" tanya Liza pada Sally.

Gadis itu memasang cengiran lebar menghadap Liza.

"Ya. Aku hanya membeli beberapa underwear, T-shirt. Tidak mahal, hanya menghabiskan beberapa ratus ribu dollar," jawab Sally santai.

Liza menggelengkan kepala sambil mengelus lembut puncak kepala Sally. Wanita paruh baya itu sulit untuk memarahi anak semata wayangnya itu.

Ekspresi Sally berubah seperkian detik menjadi wajah muram saat ia berjalan menuju kursi Daddynya, Peter. Sally melingkarkan kedua lengannya pada leher Peter dan menyandarkan dagunya di pundak Daddynya.

"Sepertinya aku mencium aroma godaan lagi kali ini," sindir Peter dan Liza tersenyum mendengarnya.

"Daddy ... You know me so well," ucap Sally mengecup pipi kanan Peter.

"Apa lagi kali ini?" tanya Peter to the point.

"Daddy, aku menginginkan pulau pribadi beserta fasilitasnya di Kepulauan Maladewa," ucap Sally tanpa ragu.

"APAAA!" pekik Peter dan Liza bersamaan.

"Sally, kau mau pulau di sekitaran Maldive? Kau becanda, Nak?" tanya Liza.

Sally mengangguk dengan kedua mata penuh harap. "Aku serius, Mom." Sally menjawab tanpa ragu.

"Oh, astaga. Kau tahu, harga pulau di sana bisa puluhan juta dollar. Kau baru saja membeli salah satu mobil termahal di dunia beberapa minggu lalu," omel Liza sambil mengurut dahinya yang mendadak pening.

"Mom, aku sangat menginginkannya," rengek Sally.

"Tidak!" jawab Liza tegas.

Sally merengek pada Peter yang tidak mungkin tidak mengabulkan permintaannya.

"Dad ... Kau pasti mengabulkannya ‘kan?" tanya Sally pada Peter dengan memasang wajah memelas.

Peter berdeham tanpa ekspresi di wajahnya.

"Kapan kau mulai libur kuliah?" tanya Peter serius.

Senyuman lebar terbit di wajah cantik Sally seakan ada angin surga ketika mendengar pertanyaan Peter dan Liza melotot tajam pada suaminya itu.

"Dua minggu lagi. Aku akan memulai Summer Holiday. Apa kita akan pergi untuk mensurvei pulau?" ucap Sally antusias.

"Dua minggu lagi? Hmm-- persiapkan saja dirimu," kata Peter.

Sally melompat girang sambil menari-nari begitu bahagia. Liza melemparkan tatapan sinis nan tajam pada suaminya.

"Apa yang kau lakukan? Harga pulau di sana begitu mahal, Babe!" protes Liza pada Peter.

"Daddy, jangan dengarkan Mommy!" seru Sally.

Liza melirik tajam ke arah Sally. Liza tidak suka jika Peter selalu menuruti apa pun permintaan anaknya itu, apalagi harganya yang tidak masuk akal.

Peter memberi isyarat pada Liza untuk tetap tenang dengan sorot mata teduhnya dan kode tangannya.

"Sally, kemari. Duduk di sini." Peter memanggil Sally dan menyuruhnya duduk di kursi yang berada di sebelah kanannya yang berhadapan langsung dengan Liza.

"Kau ingin pulau di Kepulauan Maladewa?" tanya Peter dan Sally mengangguk semangat.

"Baiklah. Daddy akan mengabulkan permintaanmu," ucap Peter dan Sally tersenyum lebar.

"Namun, dengan syarat kau bisa melewati misi yang Daddy berikan," kata Peter tenang.

Sally mengerutkan keningnya dalam.

"Misi?" beo Sally.

"Ya. Kau harus menjalankan dan melewati misi yang Daddy berikan. Jika kau berhasil, apa pun permintaanmu, Daddy janji akan mengabulkannya. Apa pun!" ucap Peter serius.

"Katakan misi apa yang harus aku lakukan? Aku yakin bisa melewati dan memenangkannya," kata Sally pongah.

Peter menautkan kedua telapak tangannya dan menaruh dagunya di atasnya, menatap Sally lekat. Mengamati dengan saksama ekspresi wajah Sally yang terlihat tegang bercampur penasaran menunggu penjelasan Peter.

"Misinya sangat mudah. Selama satu bulan kau harus menjadi seorang maid di rumah orang yang tidak kau kenal, tanpa semua fasilitas yang Daddy biasa berikan padamu. Bagaimana? Kau sanggup menjalankan misi ini?" jelas Peter tenang dan sambil tersenyum miring menatap anak gadisnya yang terperangah mendengar ucapannya.

"APA! MENJADI MAID? PEMBANTU? TANPA FASILITAS? INI GILA!!!" pekik Sally frustasi.

"Kau mau membunuhku, Daddy? Bagaimana mungkin kau menyuruh anak semata wayangmu yang cantik, mulus dan berpendidikan tinggi ini menjadi seorang maid? Shit! Tidak masuk akal semua ini." Sally menumpahkan emosinya.

"Whatever. Kau tinggal pilih. Lupakan mimpimu untuk punya pulau atau lakukan misi itu dan kau akan mendapatkan semuanya," kata Peter santai.

Liza bungkam. Ia sama sekali tidak habis pikir dengan persyaratan yang diberikan suaminya itu. Sally duduk sambil mengurut pelipisnya yang mendadak pening. Bagai buah simalakama semua ini. Jika tidak diterima ia akan dipecundangi oleh wanita ular di kampusnya, tapi jika diterima ia harus jadi seorang maid.

‘Mengerikan sekali harus menjadi babu orang lain. Misi sialan sekali,’ pikir Sally.

Namun, harga dirinya di kampus juga harus dipertaruhkan. Ia tidak ingin kalah saing dengan Zena.

"Baik. Aku terima tantangan Daddy. Aku pasti memenangkan misi ini," ucap Sally tegas dan segera melangkah meninggalkan kedua orang tuanya untuk masuk ke dalam kamar tanpa makan malam.

Peter tersenyum miring sedangkan Liza hanya menggeleng tidak habis pikir.

***

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh Bebbyshin

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku