Menyedihkan saat Eren tak bisa menahan rasa rindunya, begitu malam pertama dimulai. Eren mulai kehilangan segalanya akibat pria itu. Menyedihkan lagi saat dirinya mengetahui siapa dalang di balik semua yang terjadi padanya.
Eren, gadis berusia sembilan belas tahun masuk ke kamar yang telah disiapkan oleh suaminya. Farhan Hamid, lelaki berusia dua puluh tiga tahun yang telah mengantongi restu dari kedua orang tua Eren. Mereka menikah setelah dijodohkan dan memang saling menyukai sejak Eren masih duduk di bangku SMA. Farhan yang baru lulus sarjana, langsung melamar Eren dan mengatur malam pertama yang romantis setelah kecelakaan mobil yang menimpa kedua orang tua Eren. Farhan belum datang ke rumah, karena mendapat pekerjaan mendadak di kantor.
Namun, hal itu tidak membatalkan rencana mereka untuk bulan madu di rumah baru yang Farhan belikan untuk Eren.
Eren : sayang, kapan pulangnya?
Belum ada jawaban dari Farhan. "Aku baru ingat, kalau Farhan memiliki dua nomor handphone. Mungkin di nomor yang satunya." Eren kembali mencari kontak yang Farhan buat sendiri di handphone Eren.
Eren : sayang, kapan pulangnya?
My Love : sebentar ya, sabar. Aku sudah mau jalan ini. Tunggu aku di rumah.
Eren : sayang cepat pulang! Aku takut sendiri, aku tunggu kamu.
My Love : iya, tunggu ya.
Mendapatkan balasan pesan dari Farhan membuat Eren tersenyum penuh arti, dia segera berbaring menunggu pujaan hatinya itu. Tiba-tiba lampu padam, hanya terdengar suara langkah kaki menuju kamarnya.
"Sayang, itu kamu, kan?" tanya Eren.
Pintu kamar terbuka, namun keadaan masih gelap. Eren tidak bisa melihat dengan jelas. Eren coba untuk mencari handphonenya. Dalam kegelapan, Eren mematung saat ada yang menyentuh tangannya.
"Sayang," gumam Eren.
"Sstt!"
Eren terlentang di ranjang, bersamaan dengan suara kasur dan nafas berat yang tertahan. Bibir Eren yang dari tadi terasa dingin, perlahan hangat. Gejolak di hatinya perlahan terobati, meskipun Eren harus kembali mengigit bibir bawahnya sambil meremas tangannya sendiri.
Saat tangan Eren perlahan naik dan terkalung, Eren amat kaget. Tubuh yang Eren peluk yang sedang membuatnya merasa gerah adalah tubuh kekar, serta berotot. Eren mencoba untuk meraba wajahnya, tangan Eren makin gemetar saat itu juga.
"Si-siapa kamu?" tanya Eren gemetar.
Bukannya menjawab, Eren merasakan tubuhnya berkali-kali terhantam ke ranjang. Eren tersentak ketika dirinya harus mengikuti arus. Setelah bangun di pagi hari, wajah pertama yang Eren lihat membuat Eren menjauh. Dipegangnya selimut dengan erat, Eren menutup mulutnya dengan tangannya sendiri.
Laki-laki dengan alis tebal, serta hidup mancung dan berkulit putih. Dia memiliki rahang tegas, wajahnya tampak begitu lelah sama seperti yang Eren rasakan. Yang jelas, dia bukan Farhan.
Eren menangis ketakutan, apalagi Eren tahu statusnya sebagai istri dari Farhan Hamid. Lalu, di mana Farhan? Eren bertanya-tanya dalam hatinya, karena malam pertamanya dia lewati dengan laki-laki yang menurutnya sangat asing. Usianya juga terlihat lebih dewasa dari Farhan, Eren tidak tahu nama laki-laki itu dan berapa usianya yang sebenarnya.
Diliputi rasa bersalah, Eren berusaha menggapai pesan sambil menahan air matanya. Banyak Notifikasi yang masuk.
Farhan : sebenarnya bukan aku yang menikah denganmu kemarin. Jangan hubungi aku lagi!
Eren sesenggukan, sehingga tanpa sengaja membangunkan pria yang sedang berbaring di sampingnya. Perasaan yang hancur, serta kenyataan yang tak bisa Eren hindari telah terjadi padanya.
"Kenapa menangis?" tanya pria itu sambil mendekati Eren.
"Menjauh! Jangan dekat-dekat!" Eren berteriak ketakutan.
Lelaki itu terlihat heran dengan sikap Eren yang tiba-tiba galak padanya, bahkan dia harus rela menutup telinganya akibat tangisan Eren.
"Ini tisu, pasti sekarang matamu bengkak." Dia memberikan tisu untuk Eren yang bahkan tidak mau memandangnya sedikitpun.
Eren : kalau bukan denganmu, lalu dengan siapa aku menikah?
Farhan : Tio, laki-laki yang tadi malam bersamamu. Dia kaya raya, usianya dua puluh sembilan tahun. Pokoknya jangan hubungi aku lagi!
Hendak bertanya, Eren mengurungkan niatnya. Rasanya bibir Eren sangat kelu, karena insiden di malam pertamanya yang tidak sesuai ekspektasi awal. Entah sejak kapan, mata Eren terpejam. Merasakan sesuatu yang berat dan hantaman ke ranjang berkali-kali, Eren membuka matanya. Tio langsung membungkam bibir Eren dengan penuh kelembutan, serta kehangatan yang tadi malam Eren rasakan.
"Jangan!" teriak Eren.
Kali ini, Eren berontak. Dia memukul dada bidang Tio yang bahkan tidak menghiraukannya, karena Tio sangat garang pagi itu. Makin Eren berontak, tenaga Tio makin kuat menahannya. Saat penyatuan itu kembali terjadi, Eren memperhatikan wajah Tio dengan seksama. Pun sebaliknya, Tio menyentuh bibir Eren.
Eren tidak melepaskan kesempatan untuk mengambil bantal guling dan memukul Tio, sehingga Tio kesal padanya. Tio merampas bantal guling dari tangan Eren, dia menahan kedua tangan Eren. Eren sama sekali tidak berani menatap mata Tio.
"Berani sekali kamu memukul aku! Tadi malam, kamu sendiri yang minta aku cepat pulang," katanya dengan nada penuh penekanan.
"Aku kira-"
Eren belum sempat berkata, karena Tio kembali menciumnya. Eren tidak sempat melakukan perlawanan, karena Tio mengambil handuk dan meninggalkan Eren untuk mandi.
"Dia sangat tidak sopan! Aku seharusnya menikah dengan Farhan, kenapa bisa dengan Tio? Siapa Tio sebenarnya?" Eren bertanya-tanya dalam hatinya.
Begitu Tio keluar dari kamar mandi, Eren mengalihkan pandangannya ke arah lain. Tio memakai baju kaos polos, dia memberikan handuk untuk Eren.
"Kamu memberikan handuk, seolah semuanya normal. Kenapa kamu yang datang, bukannya Farhan?" tanya Eren yang membuat Tio melotot.
"Apa hubungannya dengan Farhan?" Tio bertanya balik pada Eren.
"Tentu saja ada. Seharusnya aku menikah dengan Farhan, bukan denganmu!" sahut Eren dengan nada sinis.
"Farhan si pengecut itu? Rugi," kata Tio yang membuat Eren makin kesal, anehnya Eren tidak bisa benci pada Tio.
Eren mengambil handuk yang Tio berikan, baru saja Eren menarik selimut untuk berdiri, namun Eren malah jatuh. Tio tersenyum, sementara Eren meringis menahan sakit. Tio memberikan tangannya, sayangnya Eren keras kepala. Eren tidak mau dibantu oleh Tio, dia berusaha sendiri.
"Ternyata kamu memang keras kepala, pantas Farhan kabur dari pernikahannya sendiri," kata Tio dengan sengaja membuat hati Eren makin panas.
"Kamu sudah mencuri malam pertamaku, masih saja cerewet!" Tio kalah telak dengan balasan dari Eren.
Selesai mandi, Eren mengambil pakaian tanpa perduli dengan tatapan mata Tio yang dari tadi menatapnya.
"Ngapain masih di sini? Keluar! Aku mau memakai pakaian," kata Eren.
"Pakai saja! Engga akan direkam," ucap Tio dengan entengnya.
"Menyebalkan!" gerutu Eren.
Terpaksa Eren mengalah, dia masuk ke kamar mandi. Setelah Eren keluar, Tio membawakan makanan untuknya. Eren sama sekali tidak mau menerima makanan yang Tio bawakan, justru Eren mulai berkemas. Tio mengunci pintu kamar dan langsung menutup lemari.
"Minggir!" ujar Eren.
"Ngapain berkemas? Mau pergi ke mana? Mau minggat?" tanya Tio sambil menatap Eren.
"Ceraikan aku," ucap Eren dengan yakin.
"Aku tidak dengar," kata Tio berpura-pura.
"Aku bilang, ceraikan aku!" teriak Eren cukup kencang, namun tetap tidak mendapatkan tanggapan dari Tio sedikitpun.
Buku lain oleh Miranda Hall
Selebihnya