Dinodai Mantan Majikan

Dinodai Mantan Majikan

Sedah Mirah

3.5
Komentar
8.7K
Penayangan
81
Bab

Anjani Aswari. Hanya karena butuh uang buat operasi ibunya. Ia rela menjual kesuciannya pada majikannya yg bernama Barata Yudha. Seorang kongklomerat ternama. Namun Barata tidak sampai di situ, ia bahkan ketagihan tubuh Anjani dan melakukan berkali- kali. Dengan kecantikan Anjani sebagai Baby Suster putri Barata. Barata mempunyai niat jahat. Ia menyuruh Anjani melayani nafsu bejat teman- temannya sebagai pemulus bisnisnya dengan mengancam akan membunuhnya Anjani jika Anjani tak mau menuruti perintah Barata. Dengan terpaksa Anjani menuruti perintah Barata dengan imbalan uang, yang mana Anjani sebagai tulang punggung keluarganya dengan membiayai sekolah adik adiknya. Anjani pun hamil. Barata murka, Barata mengatakan kehamilan Anjani bukan benihnya. Sebab bukan Barata saja yang tidur bersama Anjani. Kehamilan Anjani membuat teka teki istri Barata yang bernama Ayudya.  Anjani merasakan sakit luar dalam diperlakukan Barata tak berperikemanusiaan. Sudah tak mau mengakui kehamilannya. Dan memporak porandakan kehidupannya. Anjani tak bisa menutupi kebobrokan kelakuan Barata. Ia pun mengaku pada Ayudya kalau yang menghamili dirinya adalah Barata. Ayudya marah besar dan mengusir Anjani atas perintah Barata juga. Nah pembaca bagaimana kisah Anjani selanjutnya. Dan siapa ayah biologis bayi yang dikandung Anjani?  Baca kisahnya hanya di novel ku yang berjudul Dinodai Mantan Majikan. Napen Sedah Mirah.

Bab 1 Hilangnya Kesucian.

Terdengar suara pintu kamar mandi terbuka, yang mengagetkan Anjani.

Sontak Anjani mengarahkan pandangannya ke arah pintu kamar mandi. Ia tau Barata baru menyelesaikan mandi besarnya.

Terlihat rambutnya yang basah, sambil mengusap-usap dengan handuk.

Sesaat ia berpikir dan baru menyadari kalau semalam dirinya menemani tidur tuan Barata. Seorang entrepreneur sukses, yang usianya baru menginjak tiga puluh tahun.

Anjani masih berbaring di ranjang. Tubuhnya masih terasa lemas, ia enggan untuk segera beranjak dari ranjang sebab permainan semalam bersama Barata yang menguras tenaga hingga terenggut kesuciannya.

Barata menatap dingin ke arah Anjani. Dan berjalan menghampiri Anjani yang masih berbaring dengan selimut masih menutupi tubuhnya yang belum memakai sehelai benang.

Secepat kilat tangan Barata menarik selimut yang menutupi tubuh Anjani,

"Cepat bangun! Dan tinggalkan kamar ini, sebelum putri kecilku mengetahui kamu ada di kamarku!" bentak Barata menunjuk ke arah pintu kamar.

Anjani tersentak, melihat sikap Barata yang tiba-tiba berubah garang. Anjani cepat- cepat meraih selimutnya dan menutup kembali tubuhnya sambil duduk.

"Tuan, ada apa?" tanya Anjani bingung, matanya menatap Barata tajam.

Barata tersenyum sinis dengan menarik kedua ujung bibirnya ke bawah.

"Huh, Kenapa? Pertanyaan tolol! Bukankah transaksi kita sudah selesai? Cepat ke luar, sebelum aku menyeret kamu!" teriak Barata yang semula matanya menyipit, berubah melotot ke arah Anjani.

Anjani kaget, tubuhnya gemetar melihat Barata mengeluarkan amarahnya. Cepat -cepat Anjani menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya. Dan turun dari ranjang hendak memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai untuk dikenakan kembali.

Anjani berpikir secepat itu Barata berubah, padahal semalam ia begitu lembut memperlakukan dirinya.

"Auuww ...!" jerit Anjani tiba-tiba.

Salah satu tangannya memegang bawah perutnya. Ia merasakan sakit yang amat sangat dan perih di sela-sela kedua kakinya ketika jongkok meraih pakaiannya.

Mendengar jeritan Anjani Barata malah tersenyum sinis, dan tak memperdulikan keadaan Anjani.

Ia meraih amplop berwarna coklat yang tergeletak di atas meja. Rupanya Barata sudah menyediakan amplop itu sejak tadi.

Tanpa disadari Anjani, sebuah amplop berwarna coklat melayang jatuh tepat di atas ranjang depan Anjani berdiri.

Anjani tersentak, mengalihkan pandangan ke wajah Barata yang berdiri menyilangkan kedua tangannya ke dadanya dengan menatap garang Anjani.

"Cepat Ambil dan ke luar, itu upahmu yang sudah menemaniku tidur semalam!" suara kasar Barata dengan angkuhnya, seolah menertawakan perbuatan Anjani gadis kampung yang bodoh.

Anjani menatap amplop coklat di depannya. Ia tau, uang itu sangat dibutuhkannya untuk biaya operasi ibunya.

Ia rela menjual tubuhnya ke Barata seorang majikannya yang terkenal kaya-raya dengan julukan Sultan. Yang terkenal sangat dingin terhadap wanita. Dan selalu memandang rendah wanita. Ia mengira hampir semua wanita bisa dibelinya dengan uang. Dan semua wanita mayoritas mata duitan.

Ia menikahi Ayudya seorang model papan atas, hanya sebuah perjodohan

Barata tak mau mengecewakan orang tuanya. Apalagi ia anak semata wayang dan pewaris tunggal. Yang mana orang tuanya seorang konglomerat ternama di negeri ini.

Anjani terdiam, gadis kampung yang usianya baru menginjak dua puluh tahun itu, tak berani mengatakan sepatah katapun. Sesekali ia memandang Barata lewat sudut matanya.

Anjani berusaha melangkah dengan tertatih-tatih menahan sakit pada kedua kakinya. Ia memunguti satu per satu pakaiannya, sesekali mendesah menahan sakit yang luar biasa pada organ intimnya. Ia berusaha memakai kembali pakaiannya.

Barata sepertinya tak sabar, melihat Anjani lama memakai pakaiannya. Ia kembali membentak Anjani agar Anjani cepat- cepat meninggalkan kamar.

"Cepat ... Tinggalkan kamar ini! Jangan manja, kau sudah aku bayar. Aku tak suka wanita manja!" bentak Barata lagi, dengan mata melotot mengarah wajah Anjani, ia tetap tak perduli melihat ekspresi wajah Anjani yang merasakan sakit.

Tanpa berpikir panjang Anjani menarik seprai yang tampak ada noda merah. Ia harus menghilangkan noda itu sebelum Ayudya istri Barata pulang dari luar kota yang mendapat tugas membintangi iklan disalah satu produk kosmetik yang bekerja sama dengan Brand Ambasador.

Sakit rasanya, sakit sekali mendengar kata-kata kasar Barata. Bahkan rasa perih yang tadi Anjani rasakan tak ada apa-apanya dibanding mendengar ucapan Barata mengusir dirinya bak binatang.

Namun, rasa sakit yang dirasakan Anjani perlahan hilang, ketika terlintas bayangan ibunya merintih menahan kesakitan.

Anjani tak bisa membayangkan lagi, betapa bingungnya Arini adiknya menunggu kiriman transfer darinya.

Hanya demi uang, Anjani menjalankan semua ini. Ia tak mau kehilangan ibunya, ia tak perduli hinaan dan makian yang ke luar dari mulut Barata.

Anjani meraih amplop yang tegeletak di atas ranjang. Perlahan ia melangkah hendak ke luar kamar.

Namun belum sampai Anjani ke luar, tiba -tiba Barata menghentikan langkah Anjani.

Anjani membalikkan tubuhnya menghadap Barata. Dengan cepat Barata melempar seprei yang barusan diambilnya dari lemari, tepat mengenai wajah Anjani.

Anjani tersentak. Ia hanya diam dan tak bisa berbuat apa- apa. Anjani paham apa yang dilakukan Barata. Ia melangkah mendekati ranjang, untuk membenahi seprai yang belum terpasang. Dan ingin secepatnya menyelesaikan pekerjaannya untuk menemui Aura yang ada di kamar sebelah.

Tanpa Anjani sadari, dua bola mata Barata terus mengawasi gerak Anjani yang naik turun membenahi letak seprai.

Entah tiba-tiba Barata merasakan tubuhnya kembali panas, desir darah birahinya naik kembali saat melihat tubuh sintal Anjani yang tampak montok berisi.

Barata tak bisa mengendalikan nafsunya, ia segera berdiri melangkah mendekati Anjani yang sudah berdiri hendak meninggalkan kamar.

Tanpa pikir panjang, Barata mendekap tubuh Anjani dari belakang.

Anjani tercekat, dengan mata memandang lurus ke depan. Ia bingung, ia tak berani menghindar dari dekapan tangan kekar Barata. Anjani yakin, kalau Barata ingin mengulangi apa yang tengah dilakukan semalam.

Padahal Anjani tak ingin mengulangi perbuatan laknat itu. Namun Anjani tak kuasa menolak.

Anjani takut kalau sampai menolak, ia bakalan dipecat dari pekerjaannya sebagai pengasuh Aura putri Barata yang baru berusia lima tahun.

Apalagi Anjani baru lima bulan bekerja di rumah Barata, menggantikan Astuti teman satu kampung, yang berhenti sebab menikah.

Kalau sampai itu terjadi, hanya karena tak mau melayani majikan laki-lakinya. Trus uang darimana untuk membiayai sekolah ke dua adiknya, serta membiayai kebutuhan ibunya.

Apalagi semenjak bapaknya meninggal satu tahun yang lalu, ibunya sakit-sakitan ia tak bisa meneruskan sekolahnya. Hanya kelas dua SMA Anjani ke luar sebab ibunya tak bisa membiayai sekolah Anjani.

"Anjani, aku ingin menikmati tubuhmu lagi." bisik Barata di telinga Anjani. Dengan mencium leher jenjang Anjani, serta menggigit lembut tengkuk leher Anjani.

"Tapi Tuan, saya harus segera ke kamar nona Aura, waktunya nona Aura berangkat sekolah," ucap Anjani memberanikan diri dengan kata-kata lembut agar Barata tidak tersinggung.

Namun tiba-tiba Barata membentak dengan suara keras.

"Diam, itu urusanmu! Jangan sekali-kali membantah perintahku! Kalau tidak, aku akan mengatakan sama istriku kalau kau sudah menggodaku," ancam Barata dengan membalikkan tubuh Anjani kasar. Hingga wajah Anjani tepat menghadap wajah Barata yang masih bertelanjang dada.

Barata sudah tak bisa menguasai nafsunya. Ia menekan tubuh Anjani kuat-kuat, serta menciumi wajah Anjani penuh nafsu. tangannya menelusuri setiap lekuk tubuh Anjani dengan meremas-remas bagian tubuh sensitif Anjani.

Anjani kembali pasrah apa yang hendak diperbuat Barata. Bekas rasa sakit itu masih terasa, namun Barata masih menginginkan kembali.

Barata mendorong tubuh Anjani hingga jatuh ke ranjang serta menindihnya.

Namun kepasrahan itu tak membuat Barata bersikap lembut. Ia malah memperlakukan Anjani dengan kasar. Hingga Anjani memberanikan diri mengatakan.

"Bukankah transaksi itu sudah selesai, Tuan?"

Tiba-tiba mata Barata melotot. sebuah tamparan hinggap di pipi Anjani.

Plaakkk ...

"Aduuh!" pekik Anjani sambil mengusap pipinya yang terasa panas.

"Wanita bodoh, aku membayarmu. Kau budakku sekarang, tau?"

Anjani menggigit bibirnya sendiri menahan kesakitan dengan menepuk-nepuk pipinya yang memerah bekas tamparan tangan Barata.

Mata Anjani berkaca- kaca, ia menahannya agar airmata tak jatuh di hadapan Barata.

Ia takut Barata akan mengumpatnya serta menamparnya kembali.

Anjani masih merasakan perihnya pada organ intimnya, dan ketambahan lagi pipinya kena tamparan tangan Barata.

Namun Barata sepertinya tak memperdulikannya rasa sakit yang Anjani rasakan. Yang Barata inginkan kepuasan berhubungan dengan Anjani. Apalagi bisa merenggut kesuciannya yang mana selama menikah dengan Ayudya ia tidak merasakan kesucian pada Ayudya di malam pertama.

Ting, tung, ting tung, ting tung ...

Bunyi ponsel Barata yang tergeletak di meja kamar, mengagetkan Barata.

Namun Barata tak segera beranjak dari atas tubuh Anjani. Ia terus menghujamkan ciuman ke wajah Anjani serta membuka satu per satu kancing baju Anjani.

Suara ponsel Barata semakin lama semakin memekakkan telinga, dan sangat mengganggu aktifitas Barata.

"Huh ...!" keluh Barata kesal, dengan terpaksa Barata beranjak dari tubuh Anjani. Ia melangkah ke meja dimana ponselnya tergeletak.

Bergegas Barata meraih ponselnya serta memandang tulisan pada layar ponsel.

Seketika mata Barata membulat sempurna sambil bergumam kecil.

"Mama Aura?"

Barata mengarahkan ponselnya ke arah telinganya.

"Sayang aku sudah di depan rumah!" suara Ayudya dalam ponsel yang membuat Barata panik dan bingung

"I ... Iya Say. Aku akan ke depan menyambutmu," suara gugup Barata sambil menutup ponselnya.

"Cepat ke luar dari sini!" teriak Barata dengan mata melotot mengarah ke Anjani.

Anjani bingung, tubuhnya gemetar, ia cepat melompat turun dari ranjang dan meraih seprai yang kotor beserta amplopnya.

Anjani merapikan letak pakaiannya kembali. Ia tau dan mendengar pembicaraan Barata dan Ayudya dalam ponsel kalau Ayudya sudah pulang dan berada di halaman rumah.

"Awas! Sampai kau bocorkan rahasia ini," ancam Barata pada Anjani, sambil membenahi celananya yang agak miring.

Cekrek ...

Suara pintu kamar yang tak terkunci terbuka, berdiri Ayudya di ambang pintu dengan senyum sumringah menatap Barata.

Namun senyum Ayudya seketika berubah, saat melihat Anjani berdiri dekat ranjang sambil mendekap seprai. Serta mata Ayudya beralih ke arah Barata yang hanya memakai celana tanpa baju dan berdiri kaku memandang Ayudya.

Tatapan curiga menyeringai wajah Ayudya, saat memandang Anjani dan Barata berada di kamarnya.

"Kamu Anjani? Kenapa berada di sini?"

Anjani tak berani menatap Ayudya, ia hanya menunduk.

Bersambung.

Pembaca, bagaimana sikap Ayudya melihat Anjani berada di kamarnya? baca lanjutannya.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Sedah Mirah

Selebihnya

Buku serupa

Membalas Penkhianatan Istriku

Membalas Penkhianatan Istriku

Juliana
5.0

"Ada apa?" tanya Thalib. "Sepertinya suamiku tahu kita selingkuh," jawab Jannah yang saat itu sudah berada di guyuran shower. "Ya bagus dong." "Bagus bagaimana? Dia tahu kita selingkuh!" "Artinya dia sudah tidak mempedulikanmu. Kalau dia tahu kita selingkuh, kenapa dia tidak memperjuangkanmu? Kenapa dia diam saja seolah-olah membiarkan istri yang dicintainya ini dimiliki oleh orang lain?" Jannah memijat kepalanya. Thalib pun mendekati perempuan itu, lalu menaikkan dagunya. Mereka berciuman di bawah guyuran shower. "Mas, kita harus mikirin masalah ini," ucap Jannah. "Tak usah khawatir. Apa yang kau inginkan selama ini akan aku beri. Apapun. Kau tak perlu memikirkan suamimu yang tidak berguna itu," kata Thalib sambil kembali memagut Jannah. Tangan kasarnya kembali meremas payudara Jannah dengan lembut. Jannah pun akhirnya terbuai birahi saat bibir Thalib mulai mengecupi leher. "Ohhh... jangan Mas ustadz...ahh...!" desah Jannah lirih. Terlambat, kaki Jannah telah dinaikkan, lalu batang besar berurat mulai menyeruak masuk lagi ke dalam liang surgawinya. Jannah tersentak lalu memeluk leher ustadz tersebut. Mereka pun berciuman sambil bergoyang di bawah guyuran shower. Sekali lagi desirah nafsu terlarang pun direngkuh dua insan ini lagi. Jannah sudah hilang pikiran, dia tak tahu lagi harus bagaimana dengan keadaan ini. Memang ada benarnya apa yang dikatakan ustadz Thalib. Kalau memang Arief mencintainya setidaknya akan memperjuangkan dirinya, bukan malah membiarkan. Arief sudah tidak mencintainya lagi. Kedua insan lain jenis ini kembali merengkuh letupan-letupan birahi, berpacu untuk bisa merengkuh tetesan-tetesan kenikmatan. Thalib memeluk erat istri orang ini dengan pinggulnya yang terus menusuk dengan kecepatan tinggi. Sungguh tidak ada yang bisa lebih memabukkan selain tubuh Jannah. Tubuh perempuan yang sudah dia idam-idamkan semenjak kuliah dulu.

Gairah Liar Ayah Mertua

Gairah Liar Ayah Mertua

Gemoy
5.0

Aku melihat di selangkangan ayah mertuaku ada yang mulai bergerak dan mengeras. Ayahku sedang mengenakan sarung saat itu. Maka sangat mudah sekali untuk terlihat jelas. Sepertinya ayahku sedang ngaceng. Entah kenapa tiba-tiba aku jadi deg-degan. Aku juga bingung apa yang harus aku lakukan. Untuk menenangkan perasaanku, maka aku mengambil air yang ada di meja. Kulihat ayah tiba-tiba langsung menaruh piringnya. Dia sadar kalo aku tahu apa yang terjadi di selangkangannya. Secara mengejutkan, sesuatu yang tak pernah aku bayangkan terjadi. Ayah langsung bangkit dan memilih duduk di pinggiran kasur. Tangannya juga tiba-tiba meraih tanganku dan membawa ke selangkangannya. Aku benar-benar tidak percaya ayah senekat dan seberani ini. Dia memberi isyarat padaku untuk menggenggam sesuatu yang ada di selangkangannya. Mungkin karena kaget atau aku juga menyimpan hasrat seksual pada ayah, tidak ada penolakan dariku terhadap kelakuan ayahku itu. Aku hanya diam saja sambil menuruti kemauan ayah. Kini aku bisa merasakan bagaimana sesungguhnya ukuran tongkol ayah. Ternyata ukurannya memang seperti yang aku bayangkan. Jauh berbeda dengan milik suamiku. tongkol ayah benar-benar berukuran besar. Baru kali ini aku memegang tongkol sebesar itu. Mungkin ukurannya seperti orang-orang bule. Mungkin karena tak ada penolakan dariku, ayah semakin memberanikan diri. Ia menyingkap sarungnya dan menyuruhku masuk ke dalam sarung itu. Astaga. Ayah semakin berani saja. Kini aku menyentuh langsung tongkol yang sering ada di fantasiku itu. Ukurannya benar-benar membuatku makin bergairah. Aku hanya melihat ke arah ayah dengan pandangan bertanya-tanya: kenapa ayah melakukan ini padaku?

Penipuan Lima Tahun, Pembalasan Seumur Hidup

Penipuan Lima Tahun, Pembalasan Seumur Hidup

Gavin
5.0

Aku adalah Alina Wijaya, pewaris tunggal keluarga Wijaya yang telah lama hilang, akhirnya kembali ke rumah setelah masa kecilku kuhabiskan di panti asuhan. Orang tuaku memujaku, suamiku menyayangiku, dan wanita yang mencoba menghancurkan hidupku, Kiara Anindita, dikurung di fasilitas rehabilitasi mental. Aku aman. Aku dicintai. Di hari ulang tahunku, aku memutuskan untuk memberi kejutan pada suamiku, Bram, di kantornya. Tapi dia tidak ada di sana. Aku menemukannya di sebuah galeri seni pribadi di seberang kota. Dia bersama Kiara. Dia tidak berada di fasilitas rehabilitasi. Dia tampak bersinar, tertawa saat berdiri di samping suamiku dan putra mereka yang berusia lima tahun. Aku mengintip dari balik kaca saat Bram menciumnya, sebuah gestur mesra yang familier, yang baru pagi tadi ia lakukan padaku. Aku merayap mendekat dan tak sengaja mendengar percakapan mereka. Permintaan ulang tahunku untuk pergi ke Dunia Fantasi ditolak karena dia sudah menjanjikan seluruh taman hiburan itu untuk putra mereka—yang hari ulang tahunnya sama denganku. "Dia begitu bersyukur punya keluarga, dia akan percaya apa pun yang kita katakan," kata Bram, suaranya dipenuhi kekejaman yang membuat napasku tercekat. "Hampir menyedihkan." Seluruh realitasku—orang tua penyayang yang mendanai kehidupan rahasia ini, suamiku yang setia—ternyata adalah kebohongan selama lima tahun. Aku hanyalah orang bodoh yang mereka pajang di atas panggung. Ponselku bergetar. Sebuah pesan dari Bram, dikirim saat dia sedang berdiri bersama keluarga aslinya. "Baru selesai rapat. Capek banget. Aku kangen kamu." Kebohongan santai itu adalah pukulan telak terakhir. Mereka pikir aku adalah anak yatim piatu menyedihkan dan penurut yang bisa mereka kendalikan. Mereka akan segera tahu betapa salahnya mereka.

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku