Evelyn, seorang desainer muda berbakat, terjebak dalam mimpinya yang terhambat oleh keterbatasan modal. Di tengah pameran desain bergengsi di New York, takdir mempertemukannya dengan Alexander, seorang miliarder muda yang keren dan ambisius. Tawaran Alexander untuk membantu membuka jalan Evelyn masuk ke dunia fashion. Keraguan bercampur rasa penasaran menyelimuti Evelyn. Di balik kesuksesan Alexander, ada sisi humoris dan penyayang yang meluluhkan hatinya. Cinta mereka bersemi di tengah perbedaan status dan ambisi. Namun, rintangan tak bisa dihindari. Rasa cemburu dan iri hati mengancam kebahagiaan mereka. Mampukah cinta Evelyn dan Alexander bertahan menghadapi badai?
"Ini dia, akhirnya aku sampai juga," Evelyn bergumam pada dirinya sendiri sambil tersenyum.
Evelyn mengikuti pameran desain fashion bergengsi di New York, memperkenalkan karyanya. Dia sudah bermimpi untuk berada di sini sejak lama, dan hari ini mimpinya menjadi kenyataan. Pameran ini dihadiri oleh para profesional ternama di industri fashion, termasuk desainer, kritikus, dan jurnalis mode.
Ketika Evelyn memasuki gedung pameran, dia merasa gugup sekaligus bersemangat. Dia mengenakan salah satu desainnya sendiri, sebuah gaun berwarna merah tua dengan potongan modern yang elegan.
Di dalam gedung pameran, para peserta lain sibuk mempersiapkan booth mereka. Evelyn melangkah ke stan-nya sendiri, yang sudah dihias dengan foto-foto koleksi desain terbarunya. Manekin-manekin yang mengenakan gaun karyanya diposisikan dengan hati-hati untuk menonjolkan detail dan keunikannya.
"Selamat pagi! Kamu pasti Evelyn," sapa seorang wanita paruh baya dengan senyum hangat. "Aku Lisa, koordinator acara ini. Desain-desainmu sangat mengesankan. Apakah kamu sudah siap untuk hari besar ini?"
"Selamat pagi, Lisa. Terima kasih banyak. Aku sedikit gugup, tetapi sangat bersemangat. Ini adalah kesempatan besar bagiku," jawab Evelyn dengan nada penuh antusiasme.
Lisa mengangguk. "Aku yakin kamu akan melakukan yang terbaik. Para juri dan tamu undangan akan mulai berdatangan dalam waktu satu jam. Jadi, pastikan semuanya siap, ya!"
Evelyn menjawab dengan anggukan dan senyuman hangat. Setelah Lisa pergi, Evelyn kembali mengecek setiap detail di stan-nya. dia memastikan kain-kain tergantung dengan rapi, brosur tertata di meja, dan manekin-manekin tampak sempurna. Tak lama kemudian, pengunjung mulai berdatangan. Para tamu terlihat mengagumi karya-karya yang dipamerkan di berbagai stan.
Seorang pria dengan setelan jas yang rapi mendekati stan Evelyn. "Selamat pagi, saya John dari Majalah Mode Terkenal. Saya tertarik dengan desain-desainmu. Boleh saya tahu lebih banyak tentang inspirasimu?" tanya John sambil melihat-lihat gaun-gaun yang dipamerkan.
"Tentu saja, John. Inspirasiku datang dari berbagai hal, mulai dari alam, seni, hingga budaya tradisional. Aku selalu berusaha menggabungkan elemen-elemen tersebut dengan sentuhan modern untuk menciptakan sesuatu yang unik dan berkelas," jawab Evelyn dengan penuh semangat.
"Desainmu memang terlihat sangat orisinal. Bagaimana kamu memilih bahan untuk koleksimu?" tanya John lagi.
"Pemilihan bahan sangat penting bagiku. Aku selalu mencari bahan berkualitas tinggi yang tidak hanya indah, tetapi juga nyaman dipakai. Aku juga sangat peduli dengan keberlanjutan, jadi aku cenderung memilih bahan-bahan yang ramah lingkungan," jelas Evelyn.
John mengangguk-angguk, tampak terkesan. "Luar biasa. Aku yakin karya-karyamu akan mendapat banyak perhatian di sini."
Setelah John pergi, Evelyn berinteraksi dengan lebih banyak pengunjung. Mereka mengajukan berbagai pertanyaan tentang desainnya, teknik yang digunakan, dan rencana masa depannya. Evelyn merasa senang bisa berbagi passion dan visinya dengan orang-orang yang memiliki minat yang sama.
Di tengah keramaian, seorang wanita muda dengan gaya berpakaian eksentrik mendekati stan Evelyn. "Hai, aku Chloe, fashion blogger. Aku sudah mendengar banyak tentang desainmu. Boleh aku mengambil beberapa foto untuk blogku?" tanyanya dengan antusias.
"Tentu saja, Chloe. Silakan saja. Aku senang sekali kamu tertarik," jawab Evelyn dengan senyum lebar.
Chloe mulai mengambil foto dari berbagai sudut. Setelah selesai, dia bertanya, "Bolehkah aku tahu lebih banyak tentang koleksi terbaru ini? Apa tema utamanya?"
"Koleksi ini berjudul 'Morning Harmony'. Aku terinspirasi dari keindahan yang bisa ditemukan di tengah waktu pagi. Setiap potongan dirancang untuk mengekspresikan keseimbangan antara keteraturan dan ketidakaturan," jelas Evelyn.
"Itu konsep yang sangat menarik. Aku suka cara kamu menggabungkan elemen-elemen yang tampaknya bertentangan menjadi sesuatu yang harmonis," puji Chloe.
Setelah Chloe pergi, Evelyn melanjutkan untuk berinteraksi dengan lebih banyak pengunjung. Hari itu berlalu dengan cepat, penuh dengan obrolan menarik dan pujian yang membesarkan hati. Evelyn merasa semua kerja kerasnya terbayar dengan apresiasi yang dia terima.
Saat matahari mulai terbenam, Evelyn berdiri di depan stan-nya dengan perasaan puas. Dia mengamati keramaian yang masih berlanjut dan merasa bersyukur telah diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam acara sebesar ini.
Tiba-tiba, seorang pria tua dengan aura kebijaksanaan mendekatinya. "Halo, saya Michael, seorang desainer senior. Saya sudah mengamati stan-mu seharian ini. Desain-desainmu sungguh menakjubkan," katanya dengan suara tenang.
"Terima kasih banyak, Michael. Itu sangat berarti bagiku, apalagi datang dari seseorang sepertimu," jawab Evelyn dengan penuh rasa hormat.
"Jangan sungkan. Aku bisa melihat passion dan dedikasi dalam setiap detail karyamu. Tetaplah berpegang pada visi-mu dan teruslah berkarya dengan hati," nasihat Michael.
Evelyn tersenyum. "Terima kasih atas kata-katamu yang menginspirasi. Aku akan mengingatnya."
Evelyn berjalan-jalan di tengah pameran seni yang ramai, terpesona oleh karya-karya yang dipamerkan. Malam itu, galeri penuh sesak dengan tamu-tamu berpakaian mewah yang datang untuk menikmati seni dan anggur. Musik jazz lembut mengalun di latar belakang, menambah suasana elegan. Evelyn mengenakan gaun hitam sederhana namun anggun, berusaha tidak menarik terlalu banyak perhatian.
Saat berjalan mendekati salah satu lukisan abstrak yang menarik perhatiannya, dia tidak menyadari ada seseorang berdiri di dekatnya. Langkahnya tanpa sengaja menginjak kaki seorang pria. Evelyn tersentak dan segera berbalik.
"Oh maaf, saya benar-benar tidak sengaja," kata Evelyn dengan cepat, wajahnya menunjukkan penyesalan yang tulus.
Pria itu, Alexander, seorang jutawan yang dikenal arogan dan sombong, memandang Evelyn dengan tatapan tajam. "Apakah kamu tahu siapa aku?" tanyanya dengan nada menghina.
Evelyn menggeleng, masih merasa bersalah. "Tidak, tetapi saya sungguh minta maaf. Saya tidak bermaksud..."
Namun, sebelum Evelyn dapat menyelesaikan kalimatnya, Alexander, dengan wajah marah, mengambil gelas anggur merah di tangannya dan, tanpa peringatan, menuangkannya di atas kepala Evelyn. Cairan merah mengalir di rambut dan gaunnya, membuat semua orang di sekitar mereka terkejut dan terdiam.
Evelyn tercengang, tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Dia berdiri kaku, merasakan anggur menetes ke wajahnya. Hening sejenak melingkupi mereka, sebelum suara bisikan dan gumaman tamu-tamu lain mulai terdengar.
Alexander tersenyum sinis. "Mungkin lain kali kamu akan lebih berhati-hati."
Evelyn, yang masih terguncang oleh perlakuan kasar Alexander, merasa marah bercampur malu. Tanpa banyak berpikir, dia meraih gelas anggur dari tangan seorang tamu yang berdiri di dekatnya. Dengan satu gerakan cepat, dia menuangkan isinya tepat di wajah Alexander.
Alexander tersentak mundur, matanya terbelalak. Dia tidak pernah menduga bahwa Evelyn akan membalas tindakannya. Wajahnya memerah, bukan hanya karena anggur, tetapi juga karena kemarahan dan rasa malu.
"Kau! Beraninya kau!" Alexander berteriak, suaranya menggema di galeri.
Evelyn menatapnya dengan penuh keberanian. "Saya hanya memberi balasan yang pantas untuk tindakanmu. Mungkin lain kali kamu akan berpikir dua kali sebelum mempermalukan orang lain."
Para pengunjun mulai berkerumun lebih dekat, ingin melihat apa yang terjadi selanjutnya. Beberapa orang terlihat kaget, sementara yang lain tampak tersenyum, menikmati drama yang tiba-tiba terjadi di tengah pameran seni yang seharusnya tenang.
Seorang wanita tua dengan rambut abu-abu dan gaun elegan melangkah maju, mencoba menenangkan situasi. "Alexander, ini cukup. Kamu sudah terlalu jauh."
Buku lain oleh Syavinka
Selebihnya