Istri Yang Tersiksa

Istri Yang Tersiksa

Purwanto

5.0
Komentar
623
Penayangan
30
Bab

"Seperti janji yang terukir di batu, aku tak akan pernah mengizinkanmu pergi, Rania. Bahkan jika kau berteriak, menangis, dan memohon seolah dunia akan berakhir, aku tetap tak akan melepaskanmu." Selama tiga tahun pernikahan, Rania Alvi selalu merasa seperti bayangan di dalam rumahnya sendiri, terjebak dalam kesendirian yang semakin pekat. Suaminya, Rizky Wira, seorang pengusaha muda yang sukses dan dikenal dengan ketegasan serta sikapnya yang dingin, selalu membuat Rania merasa terasing. Terlebih lagi, Rizky adalah duda dengan seorang putra berusia tujuh tahun, dan pernikahan mereka menjadi lebih rumit dengan hadirnya Inez, mantan istri Rizky yang tidak pernah benar-benar pergi dari hidupnya. Hari-hari Rania dipenuhi dengan kesunyian yang seolah menekan napasnya. Setiap kali Inez datang mengunjungi putra mereka, Rania merasakan hatinya terhimpit. Pemandangan Rizky yang tampak lebih hangat kepada Inez daripada dirinya membuatnya hampir menyerah. Keadaan semakin memburuk ketika Rania mulai jatuh sakit; rasa sakit di tubuhnya tak bisa disangkal, tapi ia tetap mengabaikannya. Sampai pada akhirnya, dokter mengatakan bahwa Rania mengidap kanker stadium dua. Tertekan oleh beban fisik dan emosional yang semakin berat, Rania akhirnya memberanikan diri untuk menyerahkan dokumen perceraian kepada Rizky. Ia menatap suaminya yang terdiam di depan meja, tatapan kosongnya mencerminkan kekuatan yang berusaha ia pertahankan. "Rizky... aku tak bisa lagi. Aku... aku ingin kita berakhir," ucap Rania dengan suara yang bergetar, matanya basah, mencoba menunjukkan keteguhan di tengah kehancuran. Rizky menatap dokumen itu sejenak, lalu menatap Rania. Wajahnya yang tajam seketika melunak, mata gelapnya menyimpan seribu pertanyaan. Tapi tidak ada kekhawatiran. Tidak ada rasa takut. Hanya ada kekesalan yang membara di balik setiap kata yang keluar dari bibirnya. "Rania, dengarkan aku. Tidak ada perceraian di antara kita, bahkan jika itu berarti aku harus memaksa dirimu untuk tetap bersamaku," Rizky berkata, suaranya tegas dengan aura yang sulit ditangkal. "Aku tidak akan membiarkanmu pergi. Tidak sekarang, tidak pernah." Rania terdiam, napasnya serasa terhenti. Setiap kata Rizky seperti menyayat hati, mengingatkan pada kenyataan pahit yang selama ini ia coba lupakan. Di mata Rizky, ia bukan hanya sekadar istri, tetapi sebuah kewajiban yang harus dipenuhi, bahkan jika itu berarti ia harus mengikat Rania dalam kesakitan yang lebih dalam. "Rizky, aku... aku sudah tidak sanggup. Aku tidak bisa terus seperti ini, dengan hatiku yang hancur dan tubuh yang semakin rapuh. Beri aku kebebasan, izinkan aku untuk... untuk pergi," ujar Rania, suara di ujung tangis. Namun Rizky hanya memandangnya dengan tatapan yang menyakitkan, di antara keheningan yang seakan berbicara lebih keras daripada kata-kata apa pun. Ia mungkin tak akan pernah mengerti, tapi dalam keheningan itu, Rania tahu satu hal: perjuangan mereka belum selesai. Dan mungkin, hanya waktu yang akan mengungkap siapa yang akan keluar sebagai pemenang dalam pertempuran hati yang memilukan ini.

Bab 1 Bayangan dalam Sepi

Pagi itu, Rania Alvi duduk di tepi tempat tiduran, memandangi bayangan dirinya yang terpantul di cermin besar. Jari-jarinya bermain dengan kain gorden berwarna krem yang bergelombang lembut di jendela. Angin pagi yang masuk melalui celah-celah gorden membawa aroma segar dari taman kecil di halaman belakang. Tapi tidak ada kesejukan yang mampu menghapus panas yang mengalir di sekujur tubuhnya. Panas yang datang bukan dari sinar mentari, melainkan dari luka yang terus membara di hatinya.

Suami Rania, Rizky Wira, masih terlelap di tempat tidur mereka. Wajahnya yang terbalut tidur tampak lelah, namun tak kehilangan ketampakan angkuhnya. Rizky adalah pria yang selalu diidam-idamkan oleh banyak wanita; tampan, karismatik, dan cerdas. Namun, bagi Rania, pria itu seperti musim dingin yang membekukan. Ketegangan di antara mereka sudah tak terhitung. Setiap percakapan mereka hanya menyisakan keheningan yang membosankan, hanya suara jam dinding yang berdetak kian lama kian menekan.

Rania menarik napas dalam-dalam dan menoleh ke arah pintu. Terdengar suara langkah kaki kecil yang mengetuk lantai kayu dengan ritme riang. Seperti biasa, itu adalah Raka, putra Rizky dari pernikahan sebelumnya. Rania tahu bahwa hari itu, seperti hari-hari lainnya, akan penuh dengan rutinitas yang membosankan dan menyakitkan. Di dalam kebisuan rumah ini, ia adalah satu-satunya yang selalu merasa asing.

"Selamat pagi, Bu," sapa Raka, suaranya melompat riang saat dia masuk ke kamar. Ia membawa sebuah buku cerita dengan gambar-gambar berwarna cerah.

"Selamat pagi, Nak," jawab Rania, berusaha menghadirkan senyum yang tulus di wajahnya. Namun, senyum itu terasa seperti senjata yang tajam, menyakitkan saat ditarik paksa.

Raka meloncat ke tempat tidur, mengendap-endap di samping Rania. Dia mendongakkan kepala ke arah Rizky, yang masih terlelap. "Ayah masih tidur, ya, Bu?" tanyanya, matanya bersinar penasaran.

Rania menatap Rizky, yang kini berbalik arah, memperlihatkan rahangnya yang tegang. "Ya, Nak. Ayah sangat lelah akhir-akhir ini," jawab Rania sambil menahan rasa sakit di dadanya. Penuh kebohongan, tetapi hanya itu yang bisa ia katakan.

"Bukankah ayah selalu lelah, Bu?" Raka bertanya dengan nada polos, membuat Rania terdiam sejenak. Kali ini, pertanyaan itu menyakitkan, lebih dalam daripada biasanya. Sejak awal pernikahannya, Rania sudah tahu bahwa Rizky hanya menyisakan ruang kosong dalam hatinya untuknya. Tapi, melihat Raka yang berbicara dengan kepolosan seorang anak kecil membuat hatinya semakin sakit, seperti dirajam ribuan pecahan kaca.

"Sudah, jangan ganggu ayah, Nak. Ayo kita sarapan dulu," kata Rania dengan lembut, mengalihkan perhatian Raka.

Mereka turun ke ruang makan, tempat di mana mereka biasa berbagi momen pagi yang sunyi. Setiap pagi seperti ini, suasana terasa semu dan hampa, meskipun di luar jendela matahari sedang tersenyum cerah. Rania menghidangkan roti bakar dan selai strawberry, menu yang hampir tak pernah berubah sejak pernikahan mereka. Ia tahu Rizky hanya akan mengambil secangkir kopi dan berlalu ke kantornya tanpa banyak bicara. Itu sudah cukup bagi Rania, setidaknya dia bisa melihat anaknya senang di pagi hari.

Raka duduk dengan penuh semangat, mengunyah roti sambil bercerita tentang sekolahnya. "Hari ini, Bu, aku akan bermain bola di lapangan!" katanya dengan mata yang berbinar. Rania mengangguk, membalas senyuman Raka, meskipun hatinya terasa sakit mendengar riuh tawa anak kecil itu, yang tak bisa ia bagi dengan suaminya.

Seperti dugaan Rania, Rizky datang ke meja makan dalam balutan jas hitamnya. Wajahnya segar, matanya tajam, dan ekspresinya tetap seperti biasa, dingin dan tak terbaca. Ia duduk di kursi di ujung meja, mengangkat cangkir kopi, dan hanya memberikan sekilas pandangan pada Rania.

"Selamat pagi, Rizky," ucap Rania dengan suara yang begitu lembut, hampir tak terdengar. Rizky hanya mengangguk, lalu kembali menatap ponselnya, mencari tahu email atau pesan yang menunggu di layar. Di sisi lain meja, Raka menatap ayahnya, berharap akan mendapatkan perhatian lebih dari pria yang hanya hadir dalam hidupnya seperti bayangan.

Rania merasa seolah dirinya berada di tengah badai yang tak terlihat. Setiap kata yang keluar dari mulut Rizky adalah pisau yang merobek, dan setiap diam yang ia pilih adalah luka yang semakin dalam. Pagi itu pun berlalu dalam keheningan, hanya diisi dengan suara piring, sendok, dan gelas yang berdenting.

Setelah Raka pergi ke sekolah, Rania duduk di ruang tamu, menatap dinding kosong yang penuh dengan foto-foto keluarga mereka. Foto-foto yang diambil ketika semuanya tampak sempurna. Tawa mereka terlihat tulus, mata mereka terlihat hidup. Namun, sekarang, semua itu hanyalah kenangan yang membebani, seperti gumpalan awan gelap yang menghalangi sinar matahari.

Rizky sudah pergi, meninggalkan rumah dengan langkah cepat, seperti selalu. Rania merasakan kekosongan di sekelilingnya, yang lebih dalam daripada ruang di antara dinding-dinding rumah. Ia tahu bahwa di dalam rumah ini, kebahagiaan hanya tinggal sebuah kenangan, sebuah ilusi yang tak pernah bisa ia genggam.

Telepon di meja sampingnya berbunyi. Rania menatap layar ponsel, yang menampilkan nama Dr. Amelia. Jantungnya berdegup kencang, seolah mengetahui apa yang akan dikatakan oleh dokter itu. Ia menarik napas dalam-dalam, merasakan beratnya kenyataan yang telah menunggu sejak beberapa minggu terakhir. Lalu, ia menekan tombol untuk menjawab.

"Selamat pagi, Ibu Rania. Maaf mengganggu pagi Anda," suara Dr. Amelia terdengar melalui ponsel, hangat dan penuh empati.

"Selamat pagi, Dokter," jawab Rania, suaranya gemetar.

"Rania, hasil tes terakhir sudah keluar. Kami ingin mendiskusikan hasilnya dengan Anda."

Mata Rania mulai berair, suara Dr. Amelia seperti ribuan ombak yang menghantam pantai. "Apakah... apakah ada kabar buruk?" tanyanya, suara itu hampir hilang di antara isak tangis yang sudah tak bisa ia tahan.

"Ya, Ibu Rania. Kami menemukan bahwa kanker Anda sudah mencapai stadium dua. Kami harus segera memulai pengobatan untuk menghentikan perkembangan penyakit ini."

Rania mendapati dirinya terdiam, seolah kata-kata itu melayang di udara dan membekukan seluruh tubuhnya. Di luar, suara mobil yang lewat terdengar begitu jauh, seperti deru angin yang tak ada artinya. Di dalam dirinya, dunia seperti berhenti sejenak, mengalir lambat dan berat, menunggu realitas baru yang akan segera datang.

Ia tahu, saat itu, bahwa tidak ada lagi kesempatan untuk melarikan diri. Tidak ada ruang untuk menolak kenyataan. Hatinya bergetar, bukan hanya karena rasa sakit yang akan datang, tetapi juga karena ketidakberdayaan yang menggerogoti. Ia mendongak ke arah langit-langit rumah, mengingat kembali janji-janji yang telah diucapkan saat pernikahan, yang kini hanya menjadi angin lalu yang menyinggahi.

"Rizky," bisik Rania dalam hati, berharap pria itu mendengar. Namun, di mana pun Rizky berada, ia hanya sebuah bayangan di antara kegelapan yang membungkus malam mereka.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Purwanto

Selebihnya
Direndahkan Oleh Keluarga Suami

Direndahkan Oleh Keluarga Suami

Romantis

5.0

Jasmine Bintang terlahir dengan keterbatasan fisik yang membuatnya sulit untuk menerima dunia di sekitarnya. Tumbuh dalam keluarga yang penuh tekanan dan kerap disisihkan, Jasmine sering merasa sepi. Ibu kandungnya, Lestari, yang selalu memandangnya dengan mata penuh kecewa, menyulut rasa tidak berharga dalam dirinya. Meskipun demikian, Jasmine mencoba membangun hidup di luar bayangan kegelapan itu dengan menikahi Ardan Mahendra, seorang pria tampan dan sukses, yang memiliki karisma memikat dan senyum yang bisa menenangkan jiwa siapa pun. Namun, tak ada yang tahu bahwa Ardan, di balik senyum dan kepura-puraannya, menyimpan cinta yang jauh dari tulus. Keluarga Ardan, yang berasal dari golongan elit, memperlakukan Jasmine seperti perhiasan yang rusak, menghina dan mengabaikannya setiap kali kesempatan muncul. Meskipun Jasmine berusaha keras untuk membuktikan diri, rasa sakit itu tetap menusuk dan membuatnya ingin menyerah. Suatu hari, Anindya, wanita yang pernah menjadi cinta pertama Ardan, muncul kembali, seakan angin yang membawa badai. Dengan sikap angkuh, Anindya berdiri di depan Jasmine, mengumumkan dengan suara yang penuh keyakinan dan tawa sarkastik, "Kamu tidak pernah merasakan cinta yang sejati, bukan? Apa Ardan pernah berkata bahwa dia mencintaimu? Haha, ketika aku bersamanya dulu, setiap hari dia berkata bahwa dia tak bisa hidup tanpaku." Kata-kata itu bagaikan pisau yang menghujam jantung Jasmine. Selama ini, dia hidup dalam kebohongan, memaksa dirinya untuk percaya bahwa cinta itu nyata, meskipun semua tanda menunjukkan sebaliknya. Dalam diam, Jasmine menyadari bahwa dia telah mengorbankan kebahagiaan sejatinya demi seseorang yang tak pernah memandangnya dengan cinta tulus. Jasmine memutuskan untuk melepaskan Ardan, memberi kebebasan padanya untuk mengejar kebahagiaan yang sebenarnya. Namun, Ardan menolak untuk melepaskan Jasmine begitu saja. Dia menatap Jasmine dengan mata yang penuh amarah dan sesal, lantas mengucapkan dengan suara berat, "Mau bercerai? Tidak ada satu pun langkah yang bisa kau ambil tanpa melewati mayatku, Jasmine." Namun, dengan air mata yang menetes di pipi, Jasmine menyuarakan keinginannya dengan nada yang tidak pernah dia miliki sebelumnya. "Kita harus berpisah, Ardan. Maaf telah membuang waktu kita berdua selama ini."

Buku serupa

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Cris Pollalis
5.0

Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."

Penipuan Lima Tahun, Pembalasan Seumur Hidup

Penipuan Lima Tahun, Pembalasan Seumur Hidup

Gavin
5.0

Aku adalah Alina Wijaya, pewaris tunggal keluarga Wijaya yang telah lama hilang, akhirnya kembali ke rumah setelah masa kecilku kuhabiskan di panti asuhan. Orang tuaku memujaku, suamiku menyayangiku, dan wanita yang mencoba menghancurkan hidupku, Kiara Anindita, dikurung di fasilitas rehabilitasi mental. Aku aman. Aku dicintai. Di hari ulang tahunku, aku memutuskan untuk memberi kejutan pada suamiku, Bram, di kantornya. Tapi dia tidak ada di sana. Aku menemukannya di sebuah galeri seni pribadi di seberang kota. Dia bersama Kiara. Dia tidak berada di fasilitas rehabilitasi. Dia tampak bersinar, tertawa saat berdiri di samping suamiku dan putra mereka yang berusia lima tahun. Aku mengintip dari balik kaca saat Bram menciumnya, sebuah gestur mesra yang familier, yang baru pagi tadi ia lakukan padaku. Aku merayap mendekat dan tak sengaja mendengar percakapan mereka. Permintaan ulang tahunku untuk pergi ke Dunia Fantasi ditolak karena dia sudah menjanjikan seluruh taman hiburan itu untuk putra mereka—yang hari ulang tahunnya sama denganku. "Dia begitu bersyukur punya keluarga, dia akan percaya apa pun yang kita katakan," kata Bram, suaranya dipenuhi kekejaman yang membuat napasku tercekat. "Hampir menyedihkan." Seluruh realitasku—orang tua penyayang yang mendanai kehidupan rahasia ini, suamiku yang setia—ternyata adalah kebohongan selama lima tahun. Aku hanyalah orang bodoh yang mereka pajang di atas panggung. Ponselku bergetar. Sebuah pesan dari Bram, dikirim saat dia sedang berdiri bersama keluarga aslinya. "Baru selesai rapat. Capek banget. Aku kangen kamu." Kebohongan santai itu adalah pukulan telak terakhir. Mereka pikir aku adalah anak yatim piatu menyedihkan dan penurut yang bisa mereka kendalikan. Mereka akan segera tahu betapa salahnya mereka.

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku
Istri Yang Tersiksa
1

Bab 1 Bayangan dalam Sepi

14/12/2024

2

Bab 2 Pilihan yang Tidak Pernah Dimiliki

14/12/2024

3

Bab 3 melawan cinta yang selalu membuatnya terluka

14/12/2024

4

Bab 4 Rania melipat surat itu

14/12/2024

5

Bab 5 bagaimana mereka belajar untuk menerima kehilangan masing-masing

14/12/2024

6

Bab 6 Saat Rindu Tak Lagi Bisa Disembunyikan

14/12/2024

7

Bab 7 Jadilah ayah yang baik untuk Raka

14/12/2024

8

Bab 8 Tiga bulan telah berlalu sejak kepergian Rania

14/12/2024

9

Bab 9 menemukan kedamaian di tengah kehilangan mereka

14/12/2024

10

Bab 10 Hidup terus berjalan bagi Rizky dan Raka

14/12/2024

11

Bab 11 membuka hati untuk masa depan

14/12/2024

12

Bab 12 Dina yang terus menjadi cahaya

14/12/2024

13

Bab 13 menemukan kekuatan dalam dukungan Dina

14/12/2024

14

Bab 14 Hubungan Rizky dan Dina tampak mulai menemui arah

14/12/2024

15

Bab 15 Kejujuran yang Tertunda

14/12/2024

16

Bab 16 rintangan masih terus berdatangan

14/12/2024

17

Bab 17 Saat Rahasia Terbongkar

14/12/2024

18

Bab 18 mereka merasa bahwa mereka bisa menghadapinya

14/12/2024

19

Bab 19 akan ada ujian baru yang menanti

14/12/2024

20

Bab 20 Dina tahu bahwa ia harus terus berjuang untuk menjaga cinta

14/12/2024

21

Bab 21 Seminggu berlalu sejak kunjungan mereka

14/12/2024

22

Bab 22 Mimpi Buruk yang Menjadi Nyata

14/12/2024

23

Bab 23 Ketika Kepercayaan Dipertaruhkan

14/12/2024

24

Bab 24 Malam itu terasa begitu panjang bagi Dina

14/12/2024

25

Bab 25 Kelelahan fisik dan mental

14/12/2024

26

Bab 26 memutuskan untuk mengambil langkah besar

14/12/2024

27

Bab 27 memandangi ruangan yang telah menjadi saksi

14/12/2024

28

Bab 28 Akankah Rizky berhasil mengakhiri ancaman dari Darma

14/12/2024

29

Bab 29 mereka akan hancur di bawah tekanan yang tak terelakkan ini

14/12/2024

30

Bab 30 Dapatkah mereka bertahan dalam ancaman

14/12/2024