(Sequel dari novel DI ATAS RANJANG MAFIA karya Dewa Amour) Lama meninggalkan dunia hitam dan menjalani hidup layaknya manusia biasa di Brazil, Michele Lazaro Riciteli kembali mengangkat pistolnya. Para musuh memancing sang legenda untuk keluar dari zona nyaman. Istri dan anaknya telah di culik oleh pria bertopeng perak. Bos Mafia terkenal paling sadis di Roma telah kembali. Dengan keahliannya menembak dan berkelahi, sang Mafia akan mematahkan tangan para musuh yang coba menyentuh istrinya. Mampukah Michele menemukan istri dan anaknya? Dan siapa pria bertopeng perak yang berani mengusik Klan Mafia Riciteli?
Setelah lama menghilang, klan Mafia Riciteli dihapus dari Roma dan seluruh Italia. Namun, kekacauan kembali terjadi dan nama klan Mafia Riciteli kembali muncul di surat kabar kota. Apakah Tuan Mafia telah kembali?
Duar!
Duar!
Letupan peluru melesat secepat kilat dari ujung revolver dalam genggaman seorang pria.
Postur tubuh tinggi sekitar 1.9m dan dia memiliki kedua tungkai yang panjang dalam balutan celana kain yang licin.
"Katakan, di mana istri dan anakku?!"
Duar!
Duar!
Dua tembakan kembali melesat dan nyaris mengenai kepala pria kurus tanpa busana yang sedang duduk tersudut di sebuah kamar hotel.
"A-aku tidak tahu, Tuan!"
Dengan gemetaran dan nyaris mati karena hawa takut, ia menjawab dengan tergugup.
Pria jangkung berkemeja hitam yang sedang memegang pistol berdesah jengah. Manik kebiruannya memutar sesaat sebelum kembali fokus pada pria kurus di depan.
"Katakan atau aku akan meledakkan isi kepalamu sekarang juga!" gertaknya seraya menyambar rahang pria kurus dan menodong dahinya dengan pistol.
"A-aku benar-benar tidak tahu! Mereka hanya membayarku untuk menculik istri dan anak Anda. Setelah itu ..."
"Siapa mereka?!"
"Ma-Maxi!"
"Siapa dia?!"
"Mereka orang-orang AXIS!"
"AXIS?"
Pria kurus jatuh terdorong setelah ia melepaskannya dengan kasar. Dan pria itu segera mundur.
AXIS??
Dia merasa asing dengan nama organisasi tersebut. Juga pria bernama Maxi, entah ada masalah apa mereka menculik istri dan anaknya.
"Bawa dia!" perintahnya kemudian pada dua orang anak buah.
Mereka segera maju dan langsung meringkus si pria kurus bernama Ricard.
"Tuan, aku sudah memberi informasi! Tolong lepaskan aku!" teriak Ricard saat dua orang pria menyeretnya dari kamar itu dengan kasar.
Mereka datang dari Brazil, tapi bukan berasal dari sana. Tentu wajah pria jangkung itu tidak asing baginya meski lama tidak tersiar kabar tentang mereka.
Michele Lazaro Riciteli!
Ricard tidak menyangka jika wanita cantik dan anak laki-laki lima tahun yang ia culik di pusat perbelanjaan adalah istri dan anak Tuan Muda Riciteli. Habislah dia sekarang!
"Maxi, siapa cecunguk itu? Beraninya dia membangunkan singa jantan yang sedang tidur?"
"Dan AXIS! Telingaku baru mendengar nama itu. Apakah ini ulah Georgino?"
Sergio dan Paolo saling pandang lalu keduanya menatap lurus pada pria yang sedang berdiri di tepi garis jendela.
Michele memejamkan mata seraya menghirup udara pagi yang segar.
Roma, setelah tujuh tahun akhirnya ia kembali lagi ke kota asalnya.
Semuanya berjalan lancar sejak Jose mengunjungi mereka di Brazil enam tahun yang lalu.
Dia tidak mau lagi mengangkat pistolnya dan melenyapkan nyawa seseorang. Terlebih setelah kelahiran putranya, George. Hidupnya terasa lengkap dan normal layaknya manusia biasa.
Bulan depan putranya berulang tahun ke lima, tapi George dan Meghan telah hilang saat keduanya pergi ke sebuah mall.
Paolo dan Sergio bergerak cepat hingga mereka menemukan Ricard, pria kurus asal Milan yang diduga telah menculik Meghan dan George.
Malam itu juga Michele segera menemukan Ricard yang sedang berada di kamar hotel bersama seorang wanita muda.
Michele membuka kedua mata. Laut luas terbentang di depannya.
"AXIS, aku mau kalian selidiki tentang organisasi itu untukku," ucapnya tanpa memalingkan mata.
Sergio dan Paolo sedikit membungkuk.
"Baik, Bos!"
Michele hanya mengibaskan tangan kanannya. Dan kedua orang itu segera melesat pergi.
"Kurasa Bos akan kembali ke dunia Mafia!" ucap Paolo saat ia dan Sergio berjalan menyusuri lorong kastil.
Sergio menoleh, "Bukankah kau lebih suka mengangkat senjata daripada mengantar talam berisi makanan siap saji?"
Paolo terkekeh geli, "Apa pun asalkan melayani Klan Riciteli aku tak apa!"
Sergio cuma manggut-manggut sambil tersenyum. Diremasnya satu bahu Paolo, dan mereka terus berjalan tanpa perbincangan.
Tujuh tahun meninggalkan dunia hitam dan hidup layaknya orang normal, itu terdengar menggelitik. Paolo dan Sergio tidak pernah meninggalkan bos mereka dalam kondisi apa pun.
Setelah kecelakaan rekayasa di Virginia, Michele menikahi Meghan dan mereka tinggal di Brazil dengan mendirikan sebuah restoran siap saji di tepi pantai Aproador Beach.
Hingga Riciteli Junior lahir, hidup mereka terasa lengkap dan bahagia. Namun, para musuh tetap mencari cara untuk memancingnya keluar.
Italia dan semua kenangan itu, Michele menghembuskan asap rokoknya ke udara seraya berdiri di tepi pagar balkon kamar yang menghadap ke laut.
Meghan, entah ke mana para bajingan itu membawa istrinya. Siapa pun mereka, klan Mafia Riciteli tidak akan takut sedikit pun!
"Bos, kami sudah menemukan titik terang tentang Nyonya Meghan dan Tuan Muda!"
Suara Sergio membuyarkan lamunan Michele. Pria itu membuka matanya dan berkata, "Di mana mereka?"
"Mereka menyekap Nyonya Meghan dan Tuan Muda di Napoli," jawab Sergio cepat.
Michele mengepalkan buku-buku jemarinya penuh emosi. Awas saja jika para bajingan itu berani menyentuh istri dan anaknya, ia akan memotong jari mereka dan membedah isi perutnya.
"Sergio, cepat bawa orang-orangmu dan tangkap para cecunguk itu!"
"Baik, Bos!"
Malam itu juga Sergio dan dua puluh orangnya mendatangi sebuah kastil tua di tepi pantai. Menurut informasi yang ia terima dari mata-mata, di kastil itu Meghan dan putranya di sekap.
Rolls Royce Phantom hitam baru saja menepi di antara deretan mobil-mobil sekitar kastil. Kaca jendela mobil turun perlahan, dan Michele mengibaskan tangan saat Sergio mendekat.
Satu isyarat yang mematikan. Dua puluh bodyguard segera bergerak mengikuti arahan Sergio. Mereka mendekati kastil dengan tatapan siaga dan pistol di tangan.
"Tembak siapa pun yang menghadang!" perintah Sergio pada para bodyguard.
Semuanya mengangguk paham, dan mereka menyebar ke semua penjuru kastil.
"Aaaaaa!"
"Siapa kalian?!"
Seorang wanita tua menjerit kencang saat melihat banyak pria berpakaian serba hitam di lorong kastil. Terlebih senjata api yang mereka genggam. Orang-orang itu persis komplotan para Mafia!
Dengan cepat Sergio segera membungkam mulut wanita tua itu lalu menodong kepalanya dengan pistol.
"Diam atau kutembak kepalamu," desisnya.
Wanita tua mengangguk dengan gugup. Perestan dengan itu, Sergio mengibaskan tangan pada para bodyguard untuk kembali bergerak.
"Pergi dari sini dan jangan coba melapor pada polisi," bisik Sergio seraya melepaskan wanita tua itu lantas pergi.
Wanita tua bergegas mundur. Dengan gemetaran ia meraih ponsel dari dalam tasnya.
"Halo, Polisi!"
Mendengar suara itu, Sergio segera menoleh dan langsung mengangkat pistolnya.
Duar!
"Aarkh!"
Brug!
Seketika, wanita tua itu jatuh ke lantai dengan luka tembak yang menembus kepalanya.
["Halo? Nyonya? Kau baik-baik saja?"]
Sial! Panggilan sudah tersambung. Sergio menggeleng lalu mematikan ponsel yang diraihnya dari lantai.
"Bos, polisi akan datang! Cepat Anda tinggalkan tempat ini!"
Oh, shit!
Michele menghantam kemudi mobil setelah menerima panggilan dari Sergio. Polisi atau Carabinieri, mereka tidak boleh sampai melihatnya!
Brum!
Rolls Royce Phantom hitam yang dikemudikan Michele melaju kencang meninggalkan lokasi.
"Pak, kami tidak menemukan Nyonya dan Tuan Muda di sini! Sepertinya kita ditipu!"
"Brengsek!"
Sergio meraung kesal mendengar laporan dari para bodyguard. Mereka telah ditipu!
"Polisi akan datang, cepat kita tinggalkan tempat ini!"
"Baik, Pak!"
Mereka segera berhamburan menuju mobil dan meninggalkan kastil. Sepuluh menit kemudian mobil-mobil polisi pun tiba di lokasi.
*
Pagi hari di kastil mewah yang letaknya di pesisir pantai. LCD besar di ruang pribadi sedang menayangkan sebuah breaking news.
"Sebuah insiden penembakan telah terjadi di kastil tua milik keluarga Ramon! Nyonya Ramon korban tunggal dalam insiden itu!"
"Menurut Anda siapa pelaku penembakan di kastil keluarga Ramon?"
"Sudah jelas ini ulah para Mafia!"
"Mafia?!"
Prang!
Michele melemar gelas koktail yang sedang dipegangnya pada lantai marmer di sekitar. Matanya berapi-api melihat Sergio yang sedang berdiri di depannya.
Disambar pistol yang tergeletak pada meja kaca, lantas bangkit dan langsung menyambar kerah jas hitam pria itu. Dia menodong kepala Sergio tanpa pertimbangan.
"Mengapa kau menembak orang sembarangan?!"
Sergio hanya diam dengan ekspresi takut.
Sedang Paolo hanya memalingkan wajah ke arah jendela besar di ruangan itu. Dia yang tidak tahu menahu dengan masalah rekannya, sebaiknya diam saja.
"Kau tahu, kita sedang menjadi buronan FBI? Mengapa kau sangat ceroboh?!" gertak Michele lagi ke wajah Sergio.
"Wanita tua itu menelepon polisi, Bos. Aku tidak mau ambil resiko."
Michele berdecak jengah. "Kau bisa membiusnya, bukan?"
"Aku tidak kepikiran kesitu, Bos!"
Michele menggeleng lalu melepaskan Sergio lantas mundur.
Mata Sergio dan Paolo mengikuti langkah bos mereka yang berjalan menuju tepi jendela.
Sambil berdiri dan memasukan kedua tangan ke saku celana kainnya, Michele memejamkan mata seraya menarik napas panjang.
"Bos pasti sangat pusing sekarang. Ini semua salahku!"
Sergio bicara pada Paolo saat keduanya meninggalkan ruangan michele. Ia tampak menyesal. Tidak seharusnya dia bertindak ceroboh seperti preman pasar.
Paolo menoleh dan segera menepuk satu bahu rekannya itu.
"Hei, kenapa jadi melow begitu? Selama ikut dengan Klan Riciteli, ada berapa ratus orang yang sudah kita bunuh? Lupakan saja! Bos pasti punya banyak rencana," katanya lalu tersenyum.
Sergio hanya mengangguk.
Tujuh tahun meninggalkan dunia Mafia dan berprofesi sebagai pelayan restoran, tampaknya dia harus belajar lagi dari Paolo. Itu terdengar konyol.
Sementara itu di sebuah kastil kecil di tengah hutan pinus. Seorang wanita tampak duduk sambil memangku anak laki-laki.
Anak itu belum genap lima tahun. Wajahnya tampan dengan bola mata biru terang dan hidung yang mancung.
Mulutnya kecil dan rambutnya hitam pekat. Semuanya tampak sempurna dengan kulit putih bersih yang membalut tubuhnya.
"Mom, aku lapar."
Sepasang manik biru terang itu terangkat ke wajah wanita yang memangkunya. Meghan Crafson, dia menatap wajah putranya dengan mata sendu.
"Sabarlah, Sayang. Daddy pasti akan datang sebentar lagi," gumamnya lalu mengusap rambut putranya sambil tersenyum.
Anak laki-laki itu mengangguk. Dia lantas meringkuk dalam pelukan ibunya dan memejamkan mata.
Meghan tersenyum pahit, lantas dikecup dahi putranya penuh cinta.
Entah di mana mereka saat ini, dan mengapa para bajingan itu menculiknya. Terlepas dari suaminya yang sudah meninggalkan dunia hitam, ini terasa aneh.
Mata Meghan memindai ke sekitar. Angin pagi menerobos dari teralis jendela tanpa kaca. Meghan membaringkan tubuh kecil putranya beralaskan mantel hitam yang ia loloskan dari tubuh.
Dia lantas bangkit dan berjalan menuju tepi jendela. Mata Meghan terbelalak. Tidak ada kota yang dia lihat. Hanya rimbun hutan pinus di sekeliling.
'Ya, Tuhan. Tempat apa ini?'
Suara derap langkah dan pintu yang didorong membuat jantung Meghan berdegup kencang. Itu pasti para penjahat.
Dia segera menoleh ke sekitar untuk mencari sesuatu. Balok kayu yang kemudian dilihatnya.
Bergegas, Meghan menyambar benda itu dan memasang badan melindungi putranya.
Dua orang pria berpakaian berupa stelan jas hitam dilapisi mantel tebal dan topi koboi memasuki ruangan.
Meghan menatap dengan siaga. Persetan dengan dua pria itu, matanya mengincar pria tinggi yang muncul dari belakang.
Sepertinya dia bos mereka, pikir Meghan.
Pria itu mengenakan topeng perak menutupi sebagian wajah. Hanya hidung dan bibirnya yang terlihat. Tingginya sekitar 1.8m.
Pakaian yang dikenakan berupa stelan jas hitam yang dilapisi mantel dengan warna senada. Sama seperti dua pria di depan, dia pun memakai topi koboi hitam.
"Siapa kau dan mengapa menculik kami?!" geram Meghan. Dia menunjuk wajah pria bertopeng dengan balok kayu.
Dari balik topengnya, pria itu tersenyum.
Meghan Crafson, setelah tujuh tahun, ternyata wanita itu tidak berubah sedikit pun.
Dia tetap cantik dan seksi meski sudah melahirkan satu orang anak, pikirnya lalu menoleh pada anak laki-laki yang terbaring di belakang Meghan.
"Jangan sentuh putraku!" gertak Meghan. Dia segera mengacungkan balok kayu di tangannya ke depan pria bertopeng.
Tangan yang dilapisi sarung hitam segera menangkap balok itu. Meghan menatap dengan geram, dan pria bertopeng mendorongnya cukup kasar.
"Arkh!"
Meghan nyaris jatuh. Dan saat dia hendak maju lagi, dua orang pria segera menodongnya dengan pistol.
"Bersikaplah baik selama kau di sini, maka aku tidak akan menyakitimu dan juga putramu!" Pria bertopeng bicara pada Meghan. Dia masih di posisinya.
Meghan terkejut mendengar suara pria bertopeng. Suara itu tidak asing baginya yang merupakan si penghafal ulung.
"Kau, sepertinya aku mengenalmu."
Buku lain oleh Dewa Amour
Selebihnya