Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan

Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan

MilChristi

5.0
Komentar
231
Penayangan
25
Bab

Niela adalah seorang gadis pekerja keras tanpa tujuan hidup setelah kematian ayahnya. Tak punya keluarga, tak punya sandaran, hanya memiliki diri sendiri sebagai tempat bergantung. Menjalani hidup yang kesepian, membuat Niela ber-impian memiliki seorang suami yang bisa berperan sebagai orangtua sekaligus teman cerita. Namun semuanya hancur ketika sosok suami yang diimpikan justru membenci dirinya setengah mati. Tak ada rasa peduli, apa lagi sayang. Sebab mereka menikah karena kejadian yang tak disengaja. "Jangan berbuat aneh-aneh! karena aku benci direpotkan termasuk mengurusi pemakamanmu." "Kenapa? Bukankah itu yang kau inginkan?" Tak ada rasa kasihan, mata lelaki tajam itu justru semakin mengintimidasi.

Bab 1 Dorongan ingin bunuh diri

"Drama apa lagi yang kau buat?" Suara berat Kindly menghentikan Niela yang hendak menaiki tangga.

Niela menarik nafas jengah menghadapi pertanyaan konyol dari suaminya. Sudah jelas dia pingsan kelelahan dalam kondisi hamil muda. Dan itu sama sekali bukan akting. Lagi pula dokter mana yang mengijinkan pasien sehat menginap di rumah sakit? Kindly bahkan tak mau menjenguk atau menjemput... Ah lupakan.

"Aku baru keluar rumah sakit Kin, aku malas berdebat."

Niela tahu penjelasan serinci apa pun tidak akan merubah pola pikir suaminya. Kindly selalu berpandangan buruk pada Niela. Jadi apapun yang Niela lakukan tetap akan salah dan selalu salah di mata Kindly.

Kindly berdiri dari sofa lalu berjalan perlahan mendekati Niela. Cara memandang mata coklat itu sungguh di benci Niela. Sangat meremehkan seolah melihat sampah.

"Kau pikir aku percaya? Kau pikir aku akan mengasihanimu?" Ucapnya dengan wajah dingin yang selalu saja melekat padanya.

Niela hanya mampu menatap datar tanpa bersuara. Dia sudah kebal menghadapi situasi begini. Diam adalah solusi paling tepat jika tak ingin memperkeruh konflik.

"Bukankah sudah ku bilang berhenti mengadu pada mama?" Lanjut Kindly yang sudah geram. Sorot matanya sangat tajam mengintimidasi.

"Aku tidak melakukannya." jawab Niela setenang mungkin. Dia ingin pulang agar beristirahat tapi situasi ini lebih buruk dari pada rumah sakit.

"Mama menelponku karena tidak menemanimu wanita sialan." bentak Kindly semakin menaikkan suaranya.

Jantung Niela seolah melompat mendengar suara keras itu. Matanya terpejam sembari buka suara. "Dokter Ester yang memberi tahu mama."

Tanpa peduli jawaban yang baru terdengar, Kindly mencengkram rahang Niela hingga mendengar suara ringisan.

"Telpon mama sekarang, sampaikan betapa aku menjadi suami baik yang menjagamu! Dan ingat perjanjian kita, pernikahan ini akan usai setelah bayinya lahir." Katanya dengan suara rendah namun terkesan mengancam.

Niela hanya bisa mengangguk agar segera di lepaskan. Rahangnya terasa hampir bergeser bila lebih di tekan lagi.

Kindly melepas kasar cengkraman itu lalu mendahului Niela naik ke atas.

"Menyusahkan."

Satu kata itu masih bisa di dengar Niela. Dia menyusul naik ke atas dan masuk ke kamar yang berbeda dengan Kindly. Niela duduk di tepi ranjang sembari meraba rahang yang terasa sakit. Bulir bening meluncur tanpa ada suara isakan. Meski sudah tahu sang suami kasar tapi bukan berarti perasaan dan hatinya berhenti berfungsi.

Kindly dan Niela menikah tanpa ada ikatan ataupun rasa sayang. Niela hanyalah karyawan biasa yang berkerja di perusahaannya. Suatu malam Kindly mabuk dan salah mengira perusahaan sebagai rumah-nya. Pengaruh alkohol membuat kakinya lemas hinggah jatuh di depan lift. Kejadian itu di lihat oleh Niela yang memang sedang lembur dan hendak kembali usai mengambil makanan pesanan. Tanpa berpikiran buruk, Niela memapah atasannya sampai ke ruangan yang diinginkan Kindly.

Saat hendak pergi, pergelangan tangan Niela di tarik hingga jatuh ke pangkuan Kindly. Gadis 24 tahun itu panik dan berusaha lari tapi tenaga Kindly tak terkalahkan. Akhirnya terjadilah hal yang di sesalkan ke-2nya.

Entah mau di sebut kesialan atau keberuntungan, pagi harinya Sena yang merupakan mama dari Kindly datang ke kantor dan mendapati pemandangan tak layak itu. Sena yang tak mau mengotori nama baik keluarga pun memutuskan untuk menikahkan mereka tanpa mendengarkan bantahan. Sena merupakan wanita yang menjunjung tinggi etika dari pada melihat tingkat kekayaan.

Terlepas dari Niela yang terkesan murahan tapi bukan berarti anaknya bisa dibenarkan juga. Mereka melakukan itu secara bersama jadi harus menanggung akibat dari kesalahan itu secara bersama juga. Tidak bisa menyalakan sepihak. Lagi pula jika Niela hanya ingin harta, dia tak mungkin menolak pernikahan yang Sena usulkan. Niela justru membuat banyak alasan untuk menunda rencana tersebut. Sena sampai menutup telinga dan mulai mengurus pernikahan mereka sendiri.

Di sinilah Niela sekarang. Tinggal di rumah mewah dan megah bersama Kindly setelah menikah 1 bulan lalu. Kehidupan normalnya berubah jadi neraka. Kindly menuduh Niela menggodanya hingga mereka melakukan hal yang tak seharusnya. Bahkan tidak menganggap janin itu anaknya. Tak ada tempat mengadu bagi Niela. Ke-2 orang tuanya sudah meniggal. Hanya ada seorang bibi yang tinggal di kota lain. Namun dia terlalu malu untuk membicarakan hal-hal demikian. Yang bibinya tahu Niela hidup bahagia bersama suaminya yang kaya raya.

"Kau bahkan tumbuh tanpa ada yang mengharapkan." lirih Niela mengelus perutnya yang belum menonjol. "Ayahmu menolak kita."

Air matanya terus jatuh tanpa bisa di cegah. Padahal setelah kematian orangtuanya, Niela mendambakan seorang lelaki yang bisa mengembalikan kebahagiannya. Kehangatan yang dia rasakan dari sang ayah sewaktu masih hidup begitu melekat dalam memori ingatan. Dekapan sang ayah kala itu sangat nyaman dan melindungi.

Tapi harapan itu sekarang hancur tak bersisa. Tidak ada tanda-tanda Kindly mau mewujudkan impiannya. Melindungi? Suaminya itu bahkan lebih terlihat ingin memusnahkan Niela. Dia lah sumber bahaya Niela saat ini.

Drrt... Drrt... Drrt

Getaran ponsel menghentikan lamunan Niela. Dia segera menghapus air mata dan menstabilkan suaranya setelah melihat nama mama Sena tertuliskan di layar.

"Hallo ma." sapa Niela berusaha tegar, tak ingin membuat Sena khawatir atau masalah baru akan bertambah lagi.

"Niel, bagaimana keadaanmu sayang?" Tanya Sena dengan lembut namun tegas yang merupakan sifatnya.

"Baik ma. Cucu mama juga sehat"

"Baguslah." Ucap Sena bernafas lega "Sudah pulang? Kin menjemputmu kan?"

"Iya, Niel di jemput Kin kok." Bohongnya sembari meremas ponsel. Sungguh, Niela tidak biasa berbohong. Rasa bersalah cukup menghantuinya ketika melakukan hal itu. Apa lagi Sena sangat baik dan perhatian. Setidaknya kehangatan yang diimpikan Niela bisa diberikan Sena.

"Beritahu mama jika dia berulah lagi." Perintah Sena.

Niela hanya bisa menggigit bibir, tak sanggup mengiyakan lagi.

"Maaf mama tidak bisa ke sana. Urusan di sini belum selesai. Mama tidak bisa meninggalkan papa sendiri." Ucap Sena tulus. Sekarang mereka ada di luar negeri mengurus cabang perusahaan. Meski sudah ada Kindly, mereka tidak mau berdiam diri di rumah. Karakter pekerja keras dan ulet menjadi ciri khas keluarga mereka. Justru badan terasa sakit jika tidak melakukan rutinitas yang sudah biasa mereka lakukan. Apa lagi kondisi fisik yang masih sangat mendukung.

"Tidak apa ma. Niel baik-baik saja kok."

"Jaga terus kesehatan kalian yah. Oh hampir lupa, bagaimana Kin memperlakukanmu selama mama tidak ada di sana?"

Deg

Pertanyaan itu sukses membuat jantung Niela berpacu. Tangannya tremor mendadak. Lidahnya pun kelu harus mengatakan apa. Niela takut memancing amarah Kindly melalui Sena. Tapi di sisi lain dia adalah wanita rapuh yang butuh di dengar. Ingin sekali mengatakan yang sesungguhnya tapi--

"Baik ma, Kin mulai berubah dan juga menjaga Niel." lagi, dia berbohong. Bantal samping kiri di remas kuat guna menyalurkan perasaan yang tertahan di dada.

"Sungguh?"

Kali ini bulir bening kembali jatuh lagi. Niela menggigit pergelangan tangannya sendiri agar tidak mengeluarkan isakan. Pantulan dirinya di cermin rias terlihat menyedihkan. Mendadak kemusuhan diri sendiri yang semakin sensitif jika menyangkut hati.

"Iya ma."

Tidak, dia sering memukul Niel.

"Kin benar-benar berubah."

Berubah lebih jahat.

"Mama tidak perlu kawatir."

Tolong Niel ma, Kin adalah monster.

Jeda di antara kalimat-kalimat itu sedikit mecurigakan. Namun Sena berhenti bertanya jika itu memang privasi. Mereka juga harus di latih mandiri membangun rumah tangga.

"Oh baguslah. Pokoknya telpon mama jika ada perlu, oke?"

"Iya ma."

Panggilan itu pun berakhir. Niela meletakkan ponsel ke sembarang arah lalu memeluk lututnya. Seruan-seruan kecil dari hatinya tadi ingin sekali di perdengarkan. Tapi di balik itu dia juga takut curhatannya tidak di anggap penting.

Sekarang matanya tertuju pada balkon kamar. Mungkin menikmati pemandangan luar akan memberi semangat baru. Niela melangkah tanpa alas kaki. Tapi pemandangan di balkon lainnya jauh lebih mengahtam hati hingga hancur lebur.

Kindly sedang berciuman panas dengan Alika pacarnya. Kesibukan mereka yang bernafsu tidak menyadari kehadiran Niela di seberang sana.

Pedih tapi tak bisa berbuat apa-apa. Niela sadar bahwa sebenarnya dialah penghancur hubungan mereka. Kindly dan Alika sudah lama berpacaran bahkan mungkin akan menikah. Sayangnya rencana itu gagal oleh karena kejadian yang merugikan berbagai pihak.

Sakit, marah, menyesal, iri, semua jadi satu sekarang. Niela mengalihkan pandangan ke arah bawah sembari meremas pagar pembatas. Dadanya sesak serperti tertimpa barang berat. Matanya buram terhalang air yang berlomba keluar.

"Ayahmu benar-benar tidak butuh kita." lirihnya merasa tak berguna.

"Apa kita menyusul kakek dan nenek saja?" Katanya lagi sembari menatap langit. "Maaf, Niel menyerah"

Tubuh bergetar itu perlahan mulai menaiki pagar.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku