Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Kembalinya Sang Penguasa

Kembalinya Sang Penguasa

Djisamsoe

5.0
Komentar
457
Penayangan
13
Bab

Ketika sebuah rumah meledak, semua orang berpikir bahwa itu hanyalah kelalaian belaka. Tapi saat kepolisian mengetahui bahwa ada pasangan suami istri di dalamnya yang tewas, secara tak sadar itu membuat komisaris polisi panik. Di tambah dengan gadis kecil yang tidak diketahui keberadaannya menghilang, seluruh jajaran kepolisian dan ketentaraan mulai gemetar ketakutan. Karena akhirnya dia kembali! Orang yang bisa membuat pejabat besar gemetar dan suatu negara siaga darurat telah kembali. Dia kembali untuk membalas dendam! Membalas dendam pada pelaku yang telah membunuh orang tua, serta menculik adiknya. "Aku tidak peduli siapa dan apa, karena kalian berani membunuh orang tua dan menculik adikku, akan kupastikan bahwa dunia ini tidak akan aman lagi bagi kalian." "Sekalipun nama Red Everlasting Dragon kembali mengguncang dunia, aku bersumpah akan menemukan dan menghancurkanmu!" Bagaikan binatang buas, ketika dia sudah mengeluarkan amarahnya, tak ada seorangpun yang bisa menghentikan atau menghalanginya. Datang dari timur ke barat, semua orang mengenalnya sebagai Red Everlasting Dragon.

Bab 1 RED

"Astaga... ini sungguh melelahkan."

Arinda, seorang wanita cantik berambut pendek dengan seragam polisi tiba-tiba mengeluh di dalam kantornya.

Pada malam hari, wanita yang baru berumur 23 tahun dan sudah menjadi inspektur polisi tingkat satu itu merasa tak berdaya saat memeriksa semua laporan di depannya.

"Belum selesai dengan kasus-kasus yang belum terselesaikan, ini adalagi kasus yang sangat merepotkan."

Mengambil berkas-berkas laporan di atas meja, Arinda mengerutkan keningnya dan bergumam, "Sebuah rumah meledak secara tiba-tiba di siang hari saat semua orang masih beraktivitas tapi tidak ada satupun bukti yang tertinggal. Tidak ada saksi mata, dan hanya ada laporan tentang korban suami istri yang meninggal, serta gadis kecil yang hilang."

"Lokasi kejadian terjadi diperkotaan yang padat penduduk, tapi tidak ada satupun yang menyadarinya, ini benar-benar tidak biasa!"

Alis Arinda semakin berkerut saat terus membacanya, dan akhirnya hanya mendesah tidak berdaya. "Orang-orang ini benar-benar ahli. Siapa yang bisa melakukan hal-hal semacam ini dengan sangat sempurna?"

Menghela nafas panjang, Arinda yang merasa lelah dan bingung mulai memijat keningnya yang mulai sakit, dan menutup mata.

Bahkan jika Arinda masih muda, dan sangat cekatan pada hari-hari biasa, dia masih tidak bisa memahaminya sama sekali dan hanya bisa berharap akan ada petunjuk yang datang.

Hanya saja, dia tampak menjadi ceroboh sampai-sampai tidak menyadari bahwa ada orang asing yang masuk ke ruangannya, dan sudah berdiri di depan mejanya.

"Siapa dia?"

Satu pertanyaan yang terdengar segera membuat tubuh Arinda tegang, dan dengan spontan mengangkat kepalanya.

Hanya saja, saat sudah mengangkat kepalanya dan melihat siapa yang bertanya, Arinda merasa seluruh tubuhnya merinding, dan jantungnya berdetak lebih kencang.

Takut!

Yah! Ketakutan adalah apa yang Arinda rasakan saat melihat mata hitam dingin tanpa emosi, serta perasaan aneh yang muncul di udara, dan tiba-tiba membuat seluruh tubuhnya terasa dingin.

Wanita itu tidak tahu apa yang terjadi, tapi saat menyaksikan mata pihak lain, dia tiba-tiba hanya ingin melarikan diri.

"Ka-ka-kau...siapa kau?"

Bahkan jika Arinda adalah seorang polisi dan telah melihat banyak jenis berandalan selama bertugas, dia masih tidak bisa menahan hatinya untuk tidak merasa ketakutan.

Karena pada saat ini, mata tanpa emosi, yang samar-samar terlihat melalui rambut gondrong tak beraturan dan hampir menutupi seluruh wajah orang di depannya itu seperti tatapan dari seekor binatang buas.

Benar! Arinda tidak bisa melihat wajahnya, tapi dia tahu jika orang didepannya adalah seorang pria, dan masih sangat berbahaya.

Bahkan jika saat ini pria aneh dengan rambut gondrong, dan pakaian seperti pengemis itu terlihat menyedihkan, ada aura intimidasi yang membuat hati Arinda kewalahan.

"Jalan Aa Rahmat, no 45. Atas nama kepala Keluarga Sundara. Satu gadis kecil menghilang dan kedua orang tuanya mati terbakar, siapa yang melakukannya?" Masih tanpa emosi dan ekpresi, suara pria itu terdengar lagi.

"A-a-ku..."

Untuk pertama kalinya sebagai seorang polisi, saat mendengar dengan jelas suara pria itu, seluruh tubuh Arinda tiba-tiba bergetar, dan akhirnya bisa merasakan apa itu perasaan akan kematian.

Arinda hampir tidak bisa bernafas dan bergerak. Tapi entah kapan, polisi wanita itu tiba-tiba merasakan suasana di sekitarnya kembali stabil, dan dia bisa kembali bernafas dengan tenang.

Menghela nafas panjang selama beberapa saat untuk menstabilkan emosinya, akhirnya Arinda bisa berpikir lenih jernih dan kembali duduk dengan tenang.

Mengawasi orang yang seperti pengemis di depannya ini, Arinda dengan suara yang dipaksakan berkata, "Pak, atau tuan ini, disini adalah kantor polisi, dan semua hal tentang apapun yang dilaporkan harus melalui protokol yang telah ditetapkan."

"Tuan ini, malam-malam seperti ini datang seperti ini, apakah ada yang bisa saya bantu?" Bertanya seperti ini, Arinda sebenarnya hanya mencoba untuk tetap tersenyum dan berkata dengan sopan terlepas dari semua kekacuan dihatinya,

Hanya saja, pria itu masih tanpa ekspresi, dan hanya berdiri di sana tanpa suara sama sekali.

Dia hanya diam dan tak bergerak seperti patung, yang hanya mengawasi polisi wanita didepannya tanpa kepastian.

Pada akhirnya, itu membuat suasana kembali tegang.

Arinda benar-benar tidak tahu dan tidak mengerti, tapi sebagai aparat negara, dia mencoba untuk tetap tenang, dan tersenyum sekali lagi sebelum berkata, "Tuan, nama saya adalah Arinda. Saya adalah satu-satunya inspektur polisi yang bertugas di kantor malam ini. Jika Tuan memiliki keluhan atau apapun itu, Anda bisa--"

"Siapa? Siapa yang melakukannya? Siapa orang bodoh yang berani untuk menargetkan Sundara? Katakan, siapa pelakunya?"

"Hah?" Di hentikan dan diberikan pertanyaan yang sama untuk ketiga kalinya, jiwa polisi Arinda berontak dan semua ketakutan di awal tiba-tiba menghilang begitu saja.

Mengabaikan semua identitas dan sebagainya, Arinda marah saat mengira bahwa orang yang tampaknya gila ini sepertinya sedang mempermainkan dirinya.

Menempatkan kedua tangannya di atas meja, dan mengawasi pria asing didepannya dari atas kebawah, dengan nada sedikit dingin Arinda berkata, "Jika tidak ada yang ingin dilaporkan, sebaiknya Anda keluar."

"Hum..."

Bersamaan dengan suara pelan tapi berat penuh penekanan itu, Arinda tiba-tiba merasakan bahwa ada tekanan luar bisa yang entah darimana datangnya, dan membuat seisi ruangan sesak.

Tidak, bukan hanya ruangan, tapi hati dan nafas Arinda juga mengalaminya.

Sulit bernafas, dan perasaan dingin menjalar di seluruh tubuhnya.

Tapi, Arinda adalah seorang polisi dan bukan orang biasa.

Meskipun hati dan pikirannya kewalahan, dia masih bisa tetap menstabilkan posisinya dan secara perlahan-lahan menurunkan tangan kanannya ke bawah meja.

Memegang sebuah pistol yang memang sudah ada di sana sejak awal, Arinda bertekad untuk tidak tunduk kepada orang asing ini, dan dengan tegas serta dingin menatapnya tanpa sedikitpun ketakutan.

Dau orang, satu pria gelandangan dan polwan saling memandang dalam suasana yang tegang.

Tidak ada yang mengalah dari keduanya.

Entah telah berapa lama waktu berjalan, pria asing itu akhirnya menggerakkan kepalanya, dan mengarahkan pandangannya ke arah lain.

Arinda sedikit lega saat menyaksikan pria itu akhirnya menyerah dan mengalihkan pandangannya.

Akan tetapi, saat mengetahui dimana orang asing itu melihat, kemarahan kembali muncul di hatinya.

"Katakan pada atasanmu jika "R E D" ingin meminta penjelasan."

"Hah...apa?" Arinda yang akan berbicara segera terkejut saat mendengar perintah itu.

Perintah? Bukankah ini adalah kantor polisi? Dengan identitasnya, selain atasannya, siapa yang berhak memberinya perintah?

Tapi, pria asing dan gila ini memberikan dirinya perintah?

Beraninya dia?

Arinda marah dan tiba-tiba berdiri, tapi saat tersadar, dia sudah tidak melihat orang asing barusan.

Apa yang ada sekarang adalah ruangan kantor yang sunyi senyap, serta pandangan dari pintu kantor yang tidak tertutup, dan menampilkan pemandangan yang membuat jantungnya kembali berdetak dengan cepat.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku