Hanya demi menjaga nama baik keluarga, Dimas rela menikahi adik angkatnya sendiri. Padahal, Dimas telah memiliki istri juga tiga orang anak yang sangat dicintai. Semua dilakukan dengan kesepakatan bersama Luna juga keluarga, termasuk merahasiakan pernikahan dari Rena-istri sah Dimas. Dimas memang berjanji, hanya menikahi Luna dalam waktu beberapa bulan saja. Namun, siapa yang akan tahu bahwa pernikahan kedua itu, akan terjadi singkat atau bahkan sangat lama. Mungkinkah, bahwa Dimas akan menggunakan perasaan dalam pernikahan keduanya, mengabaikan tentang istri serta ketiga anaknya? Lantas, bagaimana tanggapan Rena ketika mengetahui tentang pernikahan kedua suaminya?
Dimas melenggang menyusuri gedung tempat acara pernikahan diselenggarakan. Mata beredar ke setiap penjuru, mencari-cari keberadaan dari keluarganya. Nihil, lelaki bersetelan jas hitam itu tak menemukan siapa-siapa, hingga seorang wanita paruh baya mendekati dirinya.
"Semua ke mana, Bi? Kok gak ada di sini, sih?" tegur Dimas seketika.
"Mm, itu ... anu, Den." Wanita berkebaya cokelat itu nampak kebingungan menyusun aksara.
"Anu apa sih, Bi? Ngomong tuh yang jelas, jangan bikin orang bingung!" tegas Dimas.
Bi Yanti semakin kebingungan, ada kata yang ingin disampaikan, namun ia tak tahu harus memulai dari mana. Dimas menautkan kedua alis, menanti untuk penjelasan merasuki telinga. Namun, wanita di depannya masih saja tak berucap kata dan sibuk melirik ke sana-kemari, sembari meremas-remas jemari.
"Mas!" Terdengar seruan di antara keheningan, Dimas menoleh ke sumber suara.
"Tyo, di mana semuanya? Tamu udah penuh kayak gini, kenapa acara belum dimulai juga, sih?!"
"Itu masalahnya, Mas. Mendingan, sekarang mas ikut aku ke dalem!"
Dimas menciptakan garis-garis tegas di antara kedua alis, ada penasaran terlukis jelas dari mata serta ekspresi wajah. Tyo berbalik, mengajak sang kakak menemui yang lain, tanpa penjelasan dijabarkan lebih dulu, atau semua orang telah memadati gedung acara akan mendengar.
Sebuah pintu tertutup menjadi tujuan akhir, Tyo mengetuk sejenak, sebelum akhirnya menekan hendel. Dimas semakin dibuat bingung, tatkala ia mendapati semua keluarga berkumpul di dalam, memasang kecemasan. Paling membuat lelaki bertubuh tinggi tegap itu penasaran, adalah air mata ditumpahkan oleh seorang perempuan berbalut kebaya putih, duduk tertunduk di sebuah sofa.
"Ada apa ini? Kenapa kalian semua di sini?" tegur Dimas, menelisik setiap wajah dalam ruangan.
Senyap, tidak ada jawaban dari mereka yang justru saling tatap. Dimas menghela napas panjang, hatinya sudah dibuat begitu penasaran. Dia pun mendekati Luna-adik angkat yang hari ini hendak melangsungkan pernikahan. Dimas menyentuh pundak Luna, kemudian menekuk kedua lutut di depan perempuan yang dinaikkan dagunya.
"Kenapa kamu nangis, Luna? Bukannya, hari ini kamu bakalan nikah, tapi kenapa kamu malah nangis kayak gini?" lembutnya mengajukan tanya.
"Luna gak akan pernah nikah, Dimas!" Terdengar seruan menyela, Dimas menoleh pada sang pemilik suara.
Alis Dimas semakin berkerut, matanya pun turut mengecil mengamati wajah pria berkacamata, yang baru saja membuatnya tersentak. "Apa maksudnya, Pa?!"
Teddy-pria berusia lima puluh tahunan yang berdiri tak jauh dari Luna berada, mulai menarik sangat dalam napas. "Tadi istrinya Habibi kesini, ngelabrak Luna."
"Apa?! I-istri?!" Dimas terperanjat berdiri. "A-apa maksudnya, Pa?! Bukannya ...."
"Rifky ternyata udah nikah dan punya anak, Dimas. Kita semua baru tau hari ini, pas istrinya dateng buat maki-maki Luna, anggap kalau Luna udah hancurin rumah tangganya!" Natalie menyambar dengan penjelasan, Dimas menoleh padanya.
Dimas membeliak kaget, setelah penjelasan dari ibunya menyapa pendengaran. Mata perlahan bergeser pada adik angkatnya, berganti pada keluarga yang mengisi ruangan sama.
"Terus, sekarang kalian mau ngapain? Ngomong ke semua tamu di depan, kalau pernikahan ini batal, gara-gara mempelai pria udah punya keluarga?! Itu gak mungkin! Apa yang bakal mereka pikirin soal keluarga kita?! Soal Luna?! Gimana masa depan Luna nanti, apa masih ada orang yang mau nerima dia, setelah tau kalau Luna cuma perempuan gak bener yang ngerebut suami orang?!" cerca Dimas.
"Luna bukan sengaja, Dimas! Kita gak ada yang tau kalau Rifky udah nikah!" sembur Natalie.
"Aku paham, Ma! Tapi, apa semua orang bakalan paham juga? Enggak! Mereka bakalan nilai kayak apa yang mereka lihat, apa yang mereka denger, tanpa peduli kebenarannya kayak gimana! Semua udah pasti hancurin keluarga kita, hancurin masa depan Luna, Ma!"
Suara Dimas menyambar-nyambar dalam emosi tinggi. Semua hening, berpikir sama seperti apa baru saja diutarakan oleh anak pertama keluarga mereka. Bahkan, hal itu telah menjadi pembahasan, setelah kedatangan Maida-istri sah Rifky yang datang dengan amarah luar biasa, menunjukkan foto serta buku pernikahan, demi menguatkan setiap ucapan dan juga alasan tentang penamparan dilakukan pada Luna, saat melabrak.
Dimas menarik udara masuk dalam paru-paru dengan sangat serakah, memejamkan kedua mata dan mengembuskan karbondioksida perlahan. "Aku bakal nikahin Luna!" ucapnya, menyentak semua orang.
"Apa?!" kompak setiap insan tengah membesarkan pupil mata.
"Kamu udah gila, Dimas?! Gimana kalau istri sama anak kamu tau soal ini?! Bukannya semua orang juga bakal anggap jauh lebih buruk, kalau mereka tau hubungan kamu sama Luna?!" imbuh Teddy.
"Gak ada cara lain buat nyelamatin keluarga ini, juga masa depan Luna nanti. Aku bakal nikahin Luna sampai keadaan mereda, setelah itu aku bakal lepasin Luna buat nikah sama siapa aja yang dia mau."
"Lagian, gak ada yang tahu soal pernikahanku sama Rena, kan? Aku yang bakal urus semua itu nanti, termasuk ngejelasin ke Rena! Terpenting, untuk sekarang kita bisa ngendaliin keadaan!"
"Cuma beberapa bulan, semua bakalan baik-baik aja. Aku pastiin, kalau semua gak akan pernah tau tentang pernikahanku sama Rena. Biarin aku yang urus, kalian cukup percaya aja!"
"Aku gak mau!" seru Luna, bangkit dari sofa. "Biarpun ini cuma sementara, mba Rena juga pasti bakalan terluka!"
"Nurut, Luna! Aku udah mikirin dari semuanya, gak cuma kamu atau Rena aja! Mama, papa, Tyo! Jadi, tolong nurut sama semua yang aku omongin!" tegas Dimas.
Semua hening, tanpa ada sanggahan dan hanya sekedar mempercayai, apa telah diputuskan oleh lelaki yang selalu berpikir, dari banyak sudut pandang lebih dulu. Ya, meski Teddy juga memiliki kecemasan besar dalam hati, akan diri sang menantu juga besannya. Mereka sudah pasti tidak akan menerima begitu mudah, terlebih ketika seluruh keluarga turut andil dalam pernikahan ingin dirahasiakan.
Dimas meminta Tyo untuk mengatur segalanya, termasuk juga tamu undangan di depan, sementara dirinya bersiap dengan pakaian mempelai pria yang ada dalam kamar berbeda. Dimas pergi bersama Teddy, meninggalkan Luna yang masih ditemani Natalie juga Siska-istri Tyo.
Sementara mereka mempersiapkan, di tempat lain ada seorang perempuan yang tiba-tiba merasa tak nyaman, hingga menjatuhkan semangkuk kecil bubur di tangan. Siapa lagi jika bukan Rena, perempuan cantik yang kini menemani putrinya di rumah sakit, bersama papa juga dua anaknya yang lain.
"Mami!" seru anak-anak dalam kamar rawat inap, pada sang ibu yang berdiri mematung.
Erwin merasa aneh dengan gelagat putrinya, ia mendekat dan menyentuh pundak. "Rena?" tegurnya, mengejutkan sang anak.
"I-iya. Kenapa, Pa?!" Rena menoleh kaget, Erwin mengerutkan alis dan beralih biji mata ke arah lantai, di mana bubur hangat sudah berserakan.
"Enggak apa-apa, Sayang. Kamu duduk aja dulu." Erwin membantu putrinya duduk, setelah ia meyakini bahwa Rena tak menyadari akan apa baru saja terjadi.
Bab 1 Aku Akan Menikahinya
06/07/2023
Buku lain oleh Blue Butterfly
Selebihnya