Bagaimana jadinya jika David yang seorang atheis justru jatuh cinta pada wanita bercadar, dan sangat ingin bersanding dengan perempuan itu. Semakin mengenalnya justru ia tahu jika Hania memiliki banyak rahasia di masa lalunya. Takdir mengijinkan mereka bersatu dalam pernikahan namun mereka dihadapkan pada masalah yang pelik, tak ada jalan keluar lagi. Haruskah keduanya menyerah atau menyongsong takdir yang tak selalu ramah?
BAB.1 PETAKA
Masih terpatri dalam tempurung otakku bagaimana tubuh itu limbung dan tangan kananku terasa lembab oleh darah yang merembes dari baju suamiku. Perut itu menjadi sasaran amarah perempuan yang telah lama terbungkus kedengkian pada diriku. Sebuah pisau tertancap di perut sebelah kanan suamiku.
Entah alasan apa yang pantas menurutnya dijadikan ganjaran bagiku untuk menerima kebencian darinya. Orang yang telah lama ku panggil dengan sebutan teman nyatanya menikamku dari belakang. Aku yang hidup dengan seorang ayah yang gila judi hingga menelantarkanku dan ibu. Hidup dalam kemiskinan yang membuat kami bergonta-ganti kontrakan karena tak mampu membayar uang sewa.
Setelahnya, rasa bersalah itu memenjarakan ku. Gagah bertahan dalam palung jiwaku. Hingga bertahun-tahun setelah kepergian suamiku, aku masih menitikan air mata untuknya. Kata seandainya berkobar-kobar di pikiranku tak berjeda. Seandainya aku saja yang tertusuk pisau itu maka aku tak harus menanggung rasa sedih dan bersalah seumur hidup.
Hanya seratus lima puluh dua hari waktu yang Tuhan berikan untuk kami meneguk manis cinta dalam mahligai pernikahan. Setelahnya dia pergi untuk selamanya.
Tujuh tahun yang lalu
Senja itu dalam guyuran air hujan, aku tengah berdiri di tepi jembatan yang airnya mengalir deras di bawahnya. Tangis berbaur dengan butiran air hujan yang menerpa wajahku. Tanganku merentang, mataku menutup dalam derai air mata. Kedua kakiku berdiri diatas besi pembatas jembatan yang telah ku naiki hingga deret ke dua. Besi itu hanya setinggi pusarku kini. Aku siap menjatuhkan diri. Inilah jalan terbaik bagiku. Jika dunia tak lagi ramah dan hanya menghadirkan banyak luka, lalu, apa gunanya aku terus bertahan hidup.
Kematian akan mengakhiri penderitaanku. Ibu tak perlu menanggung rasa malu akan aib putrinya. Dan Ayah yang semestinya jadi pelindungku kini justru mendekam dalam jeruji besi oleh barang terkutuk itu.
Mobil, motor, rumah raib oleh hobinya main judi. Kami harus tinggal di sebuah kontrakan sempit setelah terusir dari rumah. Ibu sakit-sakitan setelahnya. Hingga aku yang baru lulus kuliah harus segera mencari kerja untuk melanjutkan hidup. Selama ini ibu yang menjadi tukang punggung keluarga. Ayah sudah dibutakan oleh judi hingga lupa akan tanggung jawabnya kepada kami.
Di suatu petang, beberapa polisi bertamu dan menunjukkan surat perintah penangkapan ayah. Kami sekeluarga terhenyak dan kebingungan menghadapi keadaan yang tak terduga. Teman yang ia kenal baik selama ini melapor pada polisi tentang kasus penipuan. Dengan iming-iming keuntungan yang memukau ayah mampu menjerat korbannya dengan berinvestasi pada bisnis yang ia tawarkan ke pada para korban. Setelahnya ayah justru membawa kabur uang tersebut dan menghabiskannya di meja judi.
Pandangan ayah terjatuh saat sebuah borgol mengikat tangannya. Lelaki itu pasrah digiring ke kantor polisi.
Hakim memutuskan kurungan penjara lima belas tahun, setelah bukti-bukti dan saksi dihadirkan dalam beberapa kali persidangan. Sejak saat itu ibu mulai sering sakit hingga harus mengundurkan diri dari pekerjaannya.
Bermodalkan ijazah sarjana ekonomi, aku mulai mencari pekerjaan. Seorang teman menawariku untuk bekerja di sebuah perusahaan asuransi. Aku yang membutuhkan uang untuk pengobatan ibu tak berpikir panjang dan langsung menyetujuinya. Perusahaan tersebut menerimaku bekerja sebagai agen asuransi.
"Hari ini kau ada janji dengan klien? " ujar Sisil padaku di dalam lift saat kami menuju ke lantai 5 tempat kami bekerja.
"Hm, dan aku merasa gugup." Tangan ku masih meraba dada yang ritmenya tak beraturan.
"Siapa klienmu?" tanya Sisil dengan sorot mata yang tak terbaca.
"Tuan Dany."
"Tuan Dany___ dari perusahaan Big Komunikasi?" Sisil bertanya dengan tatapan yang berubah tajam.
"Benar. Kau mengenalnya? " Sisil hanya diam dengan tatapan yang masih sama.
"Tidak. Hanya saja, siapapun kliennya kau harus jaga diri."
"Jaga diri? Maksudmu? "
"Kau cantik, jadi kau__" Pintu lift membuka dan ia tak melanjutkan ucapannya karena kami sama-sama keluar dari sana. Panggilan seseorang membuat Sisil meninggalkanku segera, sepertinya ada urusan yang penting.
***
Setelah berkas polis selesai ku siapkan, aku bergegas menuju ke sebuah hotel untuk menemui Tuan Dany sesuai perjanjian kami sebelumnya. Di sebuah restoran hotel aku bertemu dengannya. Laki-laki asing bermata perak dengan penampilan bossi telah duduk dihadapanku. Ia mampu berbicara bahasa Indonesia meski tak fasih. Aku sempat melihat mobil Alphard yang mengantarnya.
Berkas polis telah aku siapkan diatas meja dan aku siap mempresentasikannya. Namun, justru dia meminta padaku untuk memesan makanan.
"Kita makan dulu Nona, setelahnya kau bisa menjelaskannya kepadaku." Ia menatapku dengan teliti. Entah apa yang ada di pikirannya.
"Baik Tuan." Aku hanya mengiyakan. Sejauh ini tak sedikitpun menaruh curiga.
Setelah hidangan kami habis, Tuan Dany membimbingku untuk mengikutinya. Kami tiba di depan sebuah pintu kamar hotel, aku mengedarkan pandangan dan merasa ada hal yang ganjal.
"Ayo masuk !" Mataku membulat mendengar ajakan Tuan Dany.
"Maaf Tuan, tapi kenapa saya harus masuk?"
"Bukankah kau ingin menjelaskan tentang produk asuransimu? Akan lebih nyaman jika kita bicara di dalam."
"Tapi __"
"Ayo !" Dalam sekejap aku sudah berada di dalam kamar karena tarikan tangan Tuan Dany. Setelahnya laki-laki berwajah asing dengan sepasang kaki yang jenjang mengunci pintunya. Pikiran tidak enak mulai menguasaiku.
"Bukankah kau ingin aku menandatangani surat polis asuransi itu? Tentu semua tak gratis begitu saja Nona. Ayo kita bersenang-senang dulu."
Laki-laki itu mulai mendekat dan hendak meraih tubuhku. Namun dengan gesit aku mampu menghindarinya. Aku berlari ke pintu dan mencoba membukanya namun gagal. Tuan Dany semakin memangkas jarak denganku. Aku terus mundur untuk menghindar.Naas, tubuhku menabrak tepian tempat tidur dan aku terkunci oleh tubuh lekaki yang kini berdiri di hadapanku.
Matanya melihatku dengan liar seakan ingin menelanjangiku.
"Kumohon Tuan biarkan aku pergi" Aku menangkupkan tangan di depan dada, mengemis belas kasihan.
" Kau tak perlu setakut itu, aku akan membuatmu senang."
"Tidak. Kumohon lepaskan, lepaskan aku!" Aku mulai berteriak.
Berkas-berkas polis asuransi dan tas bercecer dilantai oleh tarikan kasar pria asing itu. Aku didorong kasar hingga tubuhku jatuh ke kasur berukuran besar. Setelahnya aku dimangsa dengan brutal oleh lelaki bej*at itu. Teriakan dan tangisku tak dihiraukannya.
***
Beberapa kancing bajuku lepas dan kain di lenganku sobek. Ada rasa sakit yang sangat di pangkal pahaku. Aku duduk terkulai di lantai meratapi semua yang terjadi. Setelah cukup lama menangis dengan tangan yang gemetar aku memunguti uang yang tadi dilempar padaku sebelum akhirnya lelaki bej*t itu mencampakkanku seperti sampah di kamar hotel yang berantakan. Aku jijik pada uang yang kini berpindah ke tanganku. Namun, aku membutuhkannya untuk ongkos pulang.
Duniaku runtuh saat itu juga. Aku menyusuri jalan tanpa arah dengan langkah gontai. Gigil yang mendera tubuh oleh air hujan tak lagi kurasa karena kecewa yang mendalam. Hingga langkahku berhenti pada jembatan yang menderukan suara air dibawahnya. Air berwarna coklat yang mengalir deras lebih menarik bagiku untuk menghadirkan solusi.
" Tunggu !" Teriakan seorang lelaki menunda niatanku. Dia berjalan pelan mendekatiku. Aku masih terisak.
"Jangan lakukan ! Dengar, aku tidak tahu masalahmu, tapi kita bicara.Mungkin aku bisa membantumu." tawar seorang lelaki yang tak ku kenal.
" Tidak. Aku lelah. Tuhan begitu tak adil padaku." Suaraku nyaris tak terdengar karena teredam isak.
"Lihat! Lihatlah itu! Bukankah cukup deras. Ia akan menyeretmu dan akan menenggelamkanmu. Bahkan setelahnya kau bisa saja tidak langsung mati tapi justru merasakan sakit di sekujur tubuhmu. Atau kepalamu bisa saja terbentur batu. Bukankah itu sangat mengerikan?"
Aku mulai mencerna ucapannya.' Benar, bagaimana jika aku tak langsung mati dan justru terluka parah?' Nyaliku mulai menciut. Kedua tanganku mencengkram kuat besi jembatan.
Laki-laki itu mengulurkan tangannya untuk membantuku menjauh dari pagar besi jembatan. Dan aku masih bergeming tak menyambutnya.
Bab 1 PETAKA
09/06/2023
Bab 2 APA YANG BISA DIHARAPKAN
09/06/2023
Bab 3 GELAP MATA
09/06/2023
Bab 4 SEPICIK ITU
09/06/2023
Bab 5 BERINISIATIF
09/06/2023
Bab 6 IKUTI SAJA PERMAINANNYA
09/06/2023
Bab 7 TERSULUT EMOSI
09/06/2023
Bab 8 DILEMA
09/06/2023
Bab 9 DEKAPAN KEMATIAN
09/06/2023
Bab 10 FITNAH DUNIA
09/06/2023
Bab 11 Sepasang Bola Mata Nan Bulat
14/07/2023
Bab 12 Deguban tak Terkendali
14/07/2023
Bab 13 Sisi Maskulin
14/07/2023
Bab 14 Sesaat Bahagia Sesaat Nelangsa
14/07/2023
Bab 15 Pasrah
14/07/2023
Bab 16 Mengintai
14/07/2023
Bab 17 Jika Memang Ada yang Membuatku Bertahan
14/07/2023
Bab 18 Tolong Aku
14/07/2023
Bab 19 Sembilu yang Menyelusup
17/07/2023
Bab 20 Rasa Penasaran
23/07/2023
Bab 21 Hania Humairo
27/07/2023