SUAMIKU BULE BRONDONG
disana. Kuangkat telepon dan ibu menanyaiku apakah aku sudah makan siang? Setelah selesai d
rgi meninggalkan Sisi
stiwa naas itu?" Aku bertanya deng
l menjawab dengan w
padaku? " Aku meneriakinya. Dia kebingungan menjawa
mu? Aku tida
" Tanganku menunjuk kur
engar semuanya !" Aku mendekat dan me
dengan semuanya," Sisil beru
napa? " Sisil meman
a SMA kau selalu juara kelasnya. Ketika aku menyukai seseorang orang, orang itupun lebih memilihmu ketimbang aku. Kau mampu berk
ejam padaku." Dadaku tak kalah kembang kempis. Orang ya
s! Puas melih
ak
engan seringai mengejek tanpa penyesalan mampu memba
atas segala kejahatanmu." Aku meneriakinya lagi dengan telunjuk yang mengarah padanya
denganku menatap heran. Hujan di mataku tetap saja deras, padahal matahari bersinar hangat di sekelilingku. Aku masih tak mengerti, mengapa Sisil bisa seiri itu padaku. Dia yang
an berbinar tiap kali aku berprestasi. Aku senang melihat ibu yang seperti itu, karena diam-diam aku sering melihatnya menangis seorang
polisi untuk menolongku. Saat itu ayah nyaris dilaporkan ke polisi atas sikapnya itu, namun untuk yang ke sekian kalinya ibu memaafkan ayah. Entah te
irkan ucapan Dany dan Sisil di cafe siang tadi. Langkah apa yang bisa ku ambil untuk meng
rkabar bahwa aku harus menghadiri tes tertulis dan wawancara k
*
, serta bersepatu pantofel. Berjalan kaki dari kontrakan menunu halte bus. Tak butuh waktu l
ng yang bekerja di perusahaan biro iklan (advertising agency) ini. Kakiku mantap melangkah memasuki gedung. Duduk berbaris dalam satu ruangan dengan pelamar yang lain. Kami men
l ber "yes__yes" ria. Ada pula yang saling peluk untuk meluapkan kebahagiaan karena sama-sama berhasil. Serta ada yang mencebik dan menjatuhkan pundaknya karena gagal. Aku masih mengamati sekelilingku, menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan.
laude, scor toefl diatas 500, serta beberapa sertifikat prestasi saat kuliah. Kurasa nasib baik tengah menghampiriku berkat doa ibuku. Hari ini ibu berpuasa untuk mengiringi langkahku mengikuti seleksi. Ibu seakan tahu bahwa pekerj
*
ka sebuah buku kecil yang berisi daftar pertanyaan dan jawaban yang sering sekali muncul saat proses tersebut. Meski sem
di perusahaan ini. Memahami dengan detail akan tugasku sebagai seorang konsultan manajemen, posisi yang
mata dan berusaha mengulum senyum kepada para pewawancara sebagai sopan-santun. Pandanganku terkunci saat bersitatap dengan seorang pewancara yang berada di sayap kiri. Haidar Abdul Ghofur. Nama yang kubaca dari sebuah papan yang tersaji di meja. Nama yang baru saja
ku jawab tapi akan sorot mata seseorang yang kini duduk dihadapanku. Dia menatapku datar. Da