Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Menaklukan CEO Mesum

Menaklukan CEO Mesum

Charlotte_Nimmm

5.0
Komentar
24.2K
Penayangan
21
Bab

Dewasa khusus 21+ Bianca terjerat hutang sebesar satu juta dollar akibat kasus penggelapan dana yang dilakukan Ibunya. Demi menyelamatkan sang Ibu, Bianca nekat berangkat ke Singapura menuju ke perusahaan pusat dimana sang Ibu dahulu bekerja, demi bertemu dengan CEO perusahaan Dvalton. Namun, usahanya untuk bernegosiasi soal hutang dan hukuman penjara yang mengancam,berakhir menjadi sebuah penawaran dimana Bianca harus menjadi pemuas nafsu sang CEO, Steve Dvalton Bianca dihadapkan dilema. Disisi lain, dia memiliki kekasih yang dia cintai, tetapi sang ibu butuh untuk pembebasan dari kasus korupsi yang menjerat. Kesepakatan pun dibuat, hubungan asmara panas yang gelap dan mendebarkan antara CEO dengan gadis nakal penggoda. Steve menyeringai, kala Bianca mencoba untuk menipunya. Wanita itu sinting, gila, tetapi menggairahkan. "Aku akan membawamu ke tempat yang seharusnya kau berada." "Di mana itu, Tuan?" "Di ranjangku, huahahaha."

Bab 1 Disetubuhi Paksa

"Karena hutang Ibumu, kau sebagai putrinya harus menjadi pemuas nafsuku. Ayo, sekarang telanjang, Hahahah."

Sebuah dorongan yang cukup kencang dari dua penjaga laki-laki bertubuh besar membuat tubuh Bianca hampir terjungkal ke depan. Dia lalu seret paksa menuju sebuah kamar, bajunya dirobek kasar, hingga mengekspose bra dan celana dalam yang ia kenakan. Menampakkan kulit putih bersih hasil perawatan salon mahal.

Air mata Bianca bercucuran. Gadis itu mencoba menyelamatkan diri dan memberontak, dia ingin kabur kemana saja, terserah. Asalkan bukan di sini dan menjadi pelampiasan nafsu.

Namun semua itu sudah terlambat, tubuhnya digerayangi, menghasilkan suara desahan napas yang memenuhi udara. Laki-laki di atasnya membuka celana, mengeluarkan rudal besar panjang yang tampang mengerikan, lalu memasukkan ke inti tubuh Bianca. Mencinptakan gerakan maju mundur yang membuat intinya terasa penuh.

“Mpphh, ahh, sakithhh, tolong berhenti.”

Kepala Bianca pening bukan main, ternyata begini rasanya dipaksa bercinta. Sangat tidak menyenangkan dan benar-benar buruk. Bagaimana bisa novel-novel romansa setengah porno menggambarkan percintaan yang paksa begitu indah dan candu.

Semua itu bohong. Nol besar! Buktinya sekarang, Bianca mau mati berdiri karena inti tubuhnya dijejali paksa oleh benda tumpul panjang yang mengerikan.

"Sedang memikirkan apa, Manis?” kata sosok di atasnya. “Bagaimana rudalku? Apa kau menikmatinya? Enak tidak?" sambil tubuhnya terus bergoyang dengan wajah belingsatan. “Ahh, shhh, ahh. Nikmathh sekalihh.”

"Ini mimpi atau bukan?"

"Mimpi? Huahaha, Ini adalah kenyataan, Cantik. Ini takdirmu, kau menjadi pemuas nafsu sebagai ganti rugi uang yang digelapkan ibumu. Selamat datang di neraka. Kau setiap hari akan kuperkosa tanpa ampun. Sekarang jangan banyak bicara dan nikmati saja percintaan panas ini."

"Tidaaaak!!!!" Bianca menjerit tertahan.

Bianca segera ia tersentak dari lamunan yang diciptakan oleh kepalanya sendiri. Tubuhnya bergidik ngeri.

"Aku tidak mau jadi budak seks, aku mau hidup bebas jadi tante-tante hot yang nyewa berondong krisis duit kuliah," katanya. Sambil mengibas-ngibaskan tangan ke udara. Membuang semua imajinasi cabul dan liar tentang nasibnya yang menunggu untuk dijemput.

Daritadi dia hanya berkhayal saja, bukan kenyataan. Itu adalah imajinasi yang timbul karena rasa khawatir berlebihan.

Semua belum terjadi dan tidak akan mungkin benar terjadi? Bianca mana mau menjadi pemuas nafsu dari laki-laki bangkotan dengan kepala botak yang berbau tanah. Mustahil baginya untuk orgasme kalau berada di bawah kukungan pria semacam itu.

Bianca masih perawan, apemnya tersegel rapat dan itu adalah harga mahal yang dia jaga selama ini.

Lalu diberikan pada laki-laki udzur yang sebentar lagi masuh neraka? Yang benar saja. Big no!

Bianca menggeleng. Dia bertekad untuk merubah takdir buruk dalam bayangannya. Maka dari itulah alasan kenapa sekarang gadis bertubuh seksi itu meringkuk bersembunyi seperti maling di bawah meja CEO Dvalton grup.

Dia menyusup diam-diam karena butuh bicara dan bernegosiasi. Berharap pemimpin utama perusahaan yang menyeretnya pada kasus ini mau berbaik hati mencabut tuntutan.

Awalnya, kehidupan Bianca baik dan makmur. Dia adalah gadis manis dengan dada besar dan bokong yang kencang. Wajahnya cantik dan kulitnya putih. Kemanapun Bianca pergi selalu menjadi sorotan bagi kaum laki-laki.

Hidup yang benar-benar mulus betul sepuluh, memiliki gaji, tempat tinggal, dan juga lingkungan pertemanan yang suportif.

Sampai sebuah surat dari bank swasta memberitahukan bahwa aset rumah, tanah, dan semua kekayaan yang dimiliki oleh keluarga Bianca di sita tanpa ampun.

Bianca yang tidak siap terkejut bukan main saat sebuah kenyataan pahit yang tentu saja mengubah segalanya membuat gadis itu harus memutar otak untuk membereskan kekacauan yang ada.

Kenapa di usianya yang sangat muda dia harus terlilit hutang yang bahkan bukan dia penyebabnya, melainkan Ibunya sendiri. Seharusnya, diusianya sekarang tugas Bianca hanya perlu bersenang-senang. Menyewa brondong kekurangan uang seperti yang tadi dia khayalkan tadi dan memperkosa mereka.

Oh, Tuhan. Andai waktu bisa diputar, Bianca akan sekuat tenaga melarang sang ibu untuk bersikap ceroboh dengan meminjam kucuran dana dari perusahaan tempatnya bekerja.

Tahun-tahun di masa kejayaan sang ibu membuat perempuan itu sangat yakin bisa membayar semua pinjaman yang diajukan.

Namun takdir siapa yang tahu, sesuatu terjadi. Tidak ada angin dan tidak ada hujan, ibunya yang seorang single parent tersandung kasus korupsi, lalu dinyatakan bangkrut.

Ibu baik hatinya yang sangat ramah mendapatkan panggilan dari pengacara Dvalton group, sebuah perusahaan dibidang berlian asal italia karena kasus penggelapan uang.

Hal ini tentu saja menjadi pukulan yang sangat berat, baik bagi dirinya maupun ibunya sendiri. Bianca yang tidak tega melihat ibunya menderita akhirnya memutuskan untuk menemui CEO dari perusahaan itu. Barangkali dia bisa membuat kesepakatan yang bisa meringankan penderitaan Bianca sebagai gadis seksi baik hati dan tidak jadi pelakor.

Sebelumnya, Bianca sudah banyak mendengar kalau para CEO hanya memiliki dua sifat jahanam, antara brengsek atau cabul, atau keduanya. Sudah brengsek, cabul pula. Bianca berharap CEO yang akan dia temui kali ini setidaknya paham agama dan baik.

Dan setelah semua perencanaan matang itu, di sini lah dia. Duduk meringkuk bersembunyi di bawah kolong meja kerja pemimpin perusahaan Dvalton.

Iya, ya. Bianca tahu ini memang diluar akal sehat manusia. Tindakannya yang membuat posisi wanita itu perlu menekukkan kaki jenjangnya supaya menghemat tempat adalah illegal. Kalau dia ketahuan, mungkin dia akan diseret keluar oleh satpam dan dimaki-maki di depan gedung kantor.

Sebelumnya, dua hari yang lalu dia datang ke Singapura. Saat baru tiba yang mana itu kemarin, dia gagal meyakinkan resepsionis yang berada di lantai paling bawah bangunan untuk mengizinkannya bertemu pemimpin perusahaan. Hari ini dia kembali datang dan lagi-lagi harus kembali menelan kecewa.

CEO bajingan itu—yang entah siapa namanya—menolak untuk menerima tamu tanpa janji terlebih dahulu. Kenapa orang-orang penting selalu saja menyebalkan? Lagi pula membuat janji membutuhkan prosedur yang rumit dan memakan waktu. Bianca tak punya cukup banyak uang untuk bertahan di kota yang bukan asalnya. Dia harus bertemu dengan CEO sialan itu bagaimana pun caranya.

Makanya Bianca nekat menyusup dan bersembunyi di bawah meja kantor CEO itu. Dia hanya mau bernegosiasi. Itu saja. Tolong jangan menyalahkan Bianca.

***

Flashback

"Selamat pagi. Apa ada yang bisa kami bantu, Nona?"

"Bisa kah anda berbahasa Inggris? Aku tidak terlalu menguasai bahasa mandarin."

"Ah." Sang resepsionis berdehem sebentar. Mengubah raut mukanya sekaligus bahasa untuk bisa berkomunikasi dengan nona asing berambut hitam yang baru datang.

"Selamat pagi. Apakah ada yang bisa kami bantu, Nona?"

"Begini. Emm, Aku ingin menemui Tuan Steve Dvalton. Ada beberapa urusan yang harus aku selesaikan dengan beliau. Jadi bisakah anda mengatur jadwal untuk hari ini agar aku bisa bertemu dengannya?" tanya Bianca sopan.

Namun gadis semok itu harus menelan kekecewaan kala sang resepsionis berkata, "Maaf, Nona. Jika anda tidak memiliki janji temu dengan atasan kami, maka kami tidak bisa membantu anda untuk membuat jadwal. Setidaknya janji pertemuan harus dibuat satu hari sebelumnya atau kalau anda mau anda bisa meninggalkan identitas anda dan nomor yang dapat kami hubungi di sini. Jika kami sudah membuat jadwal yang tepat, maka kami akan memberitahu anda segera."

Bianca meringis. Sialan, dia sudah menduganya.

"Oh, begitu, ya. Emm, bisakah anda membuat pengecualian untukku, kali ini saja. Masalah yang kuhadapi benar-benar darurat dan aku tidak punya cukup waktu di sini. Besok aku harus kembali ke negaraku."

"Maaf Nona. Saya tidak bisa."

"Atau begini saja. Tolong beritahu sekretaris Tuan Steve kalau aku ingin bertemu dengan atasannya. Sebut saja Nona Morista dari Indonesia. Aku yakin Tuan Steve langsung mengenaliku. Kami terlibat hubungan—"

"Nona." Belum selesai Bianca mengutarakan maksud. Sang resepsionis terlebih dahulu sudah memotong omongannya. "Saya tidak tahu anda yang ke berapa. Tapi sudah banyak perempuan muda yang datang ke sini untuk bertemu dengan Tuan Steve. Mereka juga menggunakan alasan yang sama yang anda gunakan. Sejenis hubungan atau entahlah," kata resepsionis itu. Seolah sungkan untuk mengatakannya.

Namun, Bianca tentu tahu maksudnya. Pikiran gadis itu langsung berbicara, 'Bajingan. Sebenarnya berapa banyak laki-laki brengsek itu meniduri wanita sampai ada banyak yang berkunjung ke kantor.'

"Aku mohon. Setidaknya beri aku satu kali kesempatan atau satu panggilan untuknya yang memberitahu kalau aku ada di sini dan menunggunya," ucap Bianca meyakinkan.

"Maaf Nona, saya sungguh tak bisa."

"Tolong lah." Bianca menunjukkan wajah seperti anak anjing. Matanya bulat berbinar mengemis bantuan. "Kau 'kan juga pekerja, kau seharusnya mengerti apa yang kurasakan. Aku sudah jauh-jauh datang ke sini dan habiskan banyak sekali dana hanya untuk meminta kepastian dari atasanmu."

Berhasil. Sang resepsionis langsung menatap iba sekaligus jengkel. "Ah, aku bosan sebenarnya menghadapi ini. Berapa banyak lagi wanita yang harus menggunakan trik sama." Dia menatap ke arah Bianca. "Lain kali cobalah untuk tidak tertipu dengan wajah tampan yang dia miliki, Nona. Kau perlu menyelamatkan dirimu."

"Terima kasih sarannya. Aku akan mengingat itu."

Sang resepsionis mengangkat gagang telepon di depannya kemudian menghubungi sekretaris Dvalton. Entah apa yang mereka bicarakan dalam bahasa mandarin, tetapi yang Bianca tahu resepsionis itu sepertinya gagal.

Terdengar suara bentakan yang cukup kencang dari seberang telepon dan membuat wajah gadis di depannya itu memucat karena dimarahi.

"Bagaimana?" Bianca mencoba menenangkan debar di dada tepat saat sang resepsionis meletakkan ganggang teleponnya ke tempat semula.

"Sepertinya tidak berhasil. Maaf Nona. Sekertaris Tuan Steve tetap menolak."

Raut wajah Bianca menunjukkan ekspresi sedih. "Begitu, ya. Huft. Ya, sudah. Maaf sudah membuatmu dimarahi, miss."

"Tidak apa-apa, Nona. Saya terbiasa dengan hal itu. Saya minta maaf karena tidak bisa menolongmu lebih dan hanya ini yang bisa saya lakukan."

"Baiklah. Tapi bisakah kau setidaknya membolehkan aku untuk duduk di sana." Bianca menunjuk sebuah kursi tunggu di loby. "Aku akan menunggu jika semisal Tuan Dvalton lewat."

"Tidak masalah, Nona. Silahkan saja, tapi Tuan Steve sangat jarang melewati lobby untuk keluar dari kantor."

"Tidak masalah. Aku hanya sedang mencoba peruntunganku. Setidaknya aku harus membawa hasil hari ini."

Sang resepsionis tersenyum manis. "Baiklah. Sebelum itu Anda harus mengisi jurnal kunjungan." Dia menyodorkan buku dan Bianca segera menandatangainya.

Usai mengisi jurnal. Bianca yang baru akan mendarat bokongnya mendadak mendapat sebuah ide. Gadis itu bangkit, berdiri dengan dua mata melebar. Jantungnya berdegup kencang.

Dia kembali mendekat pada resepsionis untuk bertanya, "Maaf, boleh aku tahu dimana lantai CEO berada?"

Awalnya resepsionis itu terlihat ragu. Namun, Bianca meyakinkan dengan ingin memastikan sesuatu, menggunakan alasan-alasan yang terdengar urgen.

"Ruang CEO ada di lantai empat puluh, Nona."

Bianca cepat mencatat dalam kepala. Bergerak seperti maling dan masuk ke dalam lift menuju lantai dimana pemimpin perusahaan ini berada. Sudah dibilang dia harus bertemu dengan laki-laki itu, tak peduli bagaimana pun caranya. Bianca sudah kehabisan waktu dan uang.

Dan sekarang, di sini lah dia. Menunduk melipat badan, bersembunyi di bawah meja kerja milik CEO perusahaan Dvalton.

Suara pintu terbuka dan langkah kaki terdengar. Sekarang, Bianca bisa melihat dua buah sepatu mengkilat berwarna hitam ada di hadapannya.

Bayangan soal dirinya dilecehkan oleh pria tua kembali tergambar memenuhi kepala.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku