Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Saving My Two Sons Mentally

Saving My Two Sons Mentally

Ziach Aprilianty

5.0
Komentar
1.7K
Penayangan
24
Bab

Seorang istri yang memilih bercerai dengan suaminya demi menyelamatkan masa depan kedua anaknya. Dia berjuang keras bekerja dari pagi sampai pagi lagi hanya demi menghidupi dan membiayai kehidupan anak-anaknya. Penasaran dengan ceritanya? Yuk lanjut baca sampai akhir ya.. Jangan lupa follow akun Fb, Ig dan tiktok Ziach Aprilianty. Terimakasih.

Bab 1 Saving My Two Sons Mentally

"Awh!" Riana memekik kencang begitu rambut panjangnya ditarik dengan kasarnya oleh suaminya sendiri. Wanita yang masih sibuk menyusui anaknya itu pun tersungkur ke lantai setelah ditarik dari kasur oleh Indra, yang tidak lain adalah suaminya.

"Sakit, Mas!" pekik Riana pada suaminya sembari memeluk putranya dengan erat.

"Aku nggak akan seret kamu kayak gini kalau kamu nurut dari tadi!" sentak Indra pada Riana.

Pria itu tidak memiliki belas kasihan sedikit pun pada istrinya yang masih menyusui anaknya. Hanya karena Riana lebih memilih menidurkan anaknya daripada mendengarkan ajakan suaminya, Indra tak segan-segan berlaku kasar pada istrinya tanpa menghiraukan putra mereka yang masih berusia satu tahun.

Faaz terus menyusu. Dia tampak sangat kehausan hingga masih menyedot ASI ibunya. Riana mengusap rambut putranya dengan penuh kasih sayang. Meskipun hatinya sedang sedih karena perlakuan suaminya, tapi Riana harus terlihat baik-baik saja di depan anaknya.

Indra yang tidak sabaran, langsung menarik rambut istrinya lagi dan menyeret wanita itu hingga ke ruang televisi. Indra tak peduli sama sekali pada istrinya yang sampai terbentur tiang pintu. Tidak hanya istrinya saja yang terluka, bahkan putra mereka yang masih kecil pun juga ikut menjadi korban benturan tiang pintu.

"Awh! Sakit, Mas!" pekik Riana yang merasa sakit di bagian kepala dan badannya. Tapi Indra sama sekali tak menggubris ucapan istrinya dan terus menyeretnya ke ruang televisi.

"Mas, kamu apa-apaan sih! Lihat ini Faaz jadi kena tiang pintu!" bentak Riana pada sang suami yang lebih mengedepankan emosi, daripada memperhatikan anak mereka yang masih ada dalam dekapan Riana.

"Aku nggak peduli! Makanya kalau gak mau diomelin harusnya kamu nurut dari tadi! Buruan siap-siap! Lihat tuh udah jam berapa!" omel Indra memarahi Riana di depan putra mereka.

Hanya karena masalah sepele, Indra tidak segan-segan menyakiti fisik Riana, bahkan juga ikut melukai putra mereka yang tidak tahu apa-apa. Riana menangis sembari mengusap-usap luka putranya. Tidak hanya fisik Riana saja yang terluka karena perlakuan Indra, tapi hatinya juga ikut tersakiti dengan sikap suaminya.

"Sabar bentar bisa gak sih, Mas? Faaz belum selesai minum. Faaz masih haus! Aku juga capek, Mas! Pengen istirahat meskipun hanya sebentar!" sahut Riana menahan tangis.

Bukan pertama kalinya Indra bersikap seperti ini pada Riana. Pria itu memang sering sekali mengamuk tidak jelas pada istri dan juga anaknya hanya karena masalah kecil yang sebenarnya tidak perlu diributkan.

"Cuma di rumah aja ngeluh capek. Capek mana sama aku yang tiap hari kerja?" omel Indra tak mau tahu dan tidak mau mengerti keadaan istrinya yang sudah kelelahan mengurus rumah dan anak seharian penuh.

Faaz terus menangis karena bocah itu terluka. Riana benar-benar tidak tega melihat putranya yang kesakitan karena ulah ayahnya sendiri.

Meski mendengar putranya menangis, hati Indra tak juga tergerak. Pria itu justru menyeret kembali istri dan juga anaknya hingga ke ruang televisi dan mengomeli Riana habis-habisan di depan Faaz.

"Cup-cup, Sayang. Mana yang sakit?" tanya Riana sembari mengusap-usap kening putranya yang terbentur pintu. Riana sendiri juga kesakitan. Kepala dan juga badannya ikut terluka karena terantuk pintu.

"Suruh diam tuh! Dari tadi nangis terus bikin pusing!" sungut Indra pada Riana. Bukannya membantu menenangkan anak mereka yang menangis, Indra justru masih terus mengomel pada Riana.

"Kamu nggak lihat Faaz lagi kesakitan kayak gini? Ini juga gara-gara kamu, Mas!" sahut Riana yang tak tahan dengan sifat egois suaminya.

"Gara-gara aku gimana? Semua tuh jelas karena kamu yang nggak becus jadi ibu! Kalau kamu nggak enak-enakan rebahan di kasur sambil nyusuin Faaz, Faaz nggak bakal ikut keseret!" sentak Indra tak ingin disalahkan oleh istrinya.

Keributan pun tak dapat terelakkan lagi. Pasangan suami istri itu mulai cekcok dan beradu mulut tanpa henti di ruang televisi, diiringi dengan suara tangisan Faaz yang semakin kencang.

"Faaz haus, Mas! Ngasih susu Faaz lebih penting daripada pergi ke acara temanmu. Lagian ini juga sudah malam. Aku dan faaz ingin istirahat," sahut Riana meradang.

Mendengar perkataan Riana, amarah Indra pun makin memuncak. "Makin berani kamu ya sama suami?"

Pria itu pun kembali menjambak rambut istrinya dengan geram. "Coba ngomong lagi sekarang! Lebih penting mana? Lebih penting kamu enak-enakan rebahan, gitu kan maksud kamu?"

"Aku lagi nyusuin anak kita! Aku juga capek Mas, pengen tidur. Emangnya salah kalau aku pengen istirahat setelah ngerjain pekerjaan rumah seharian? Belum lagi momong Faaz. Capek aku tuh, Mas!"

"Kamu cuma di rumah aja bilang capek. Coba kamu kerja di ladang sana! Tiap hari panas-panasan. Apa ada aku ngeluh capek? Enggak kan!" Indra semakin murka mendengar Riana yang berani melawan ucapannya.

"Kamu kerja cuma berapa jam, Mas! Pagi berangkat siang sudah sampai rumah. Lah aku? Aku kerja seharian! Dari bangun tidur jam empat pagi sampai Maghrib tanpa henti. Istirahat cuma kalo lagi nyusuin Faaz doang. Lebih capek siapa aku sama kamu!" Riana yang juga sudah terpancing emosi pun berani menyanggah ucapan suaminya.

"Kamu bener-bener istri nggak tahu di untung, ya? Dari tadi ngejawab terus! Kamu berani ngelawan sekarang, ha!" tidak hanya menjambak Riana, Indra juga mencengkram bahu Riana hingga membuat wanita itu kesakitan.

Riana makin tak tahan dengan sikap suaminya yang semena-mena pada dirinya, dan selalu saja membahayakan putranya. "Aku cuma mengungkapkan apa yang ada di pikiran aku, Mas. Aku pengen kamu ngertiin aku! Sedikit aja, Mas. Apa susah bersikap baik sama anak istrimu?" mulut Riana sampai bergetar saat berbicara. Dia merasa tidak kuat untuk menahan rasa sakit dan sedihnya. Tapi meskipun begitu sebisa mungkin Riana tetap menahan air matanya agar tak terjatuh di hadapan suaminya.

"Kurang ngertiin kamu gimana aku, ha! Udah untung nikah langsung punya rumah lengkap seisinya. Coba tuh lihat orang-orang yang masih numpang sama mertuanya! Yang gak punya kerjaan, luntang-lantung pengangguran. Masih mending kamu nikah sama aku udah punya apa-apa. Dasar perempuan gak tau diuntung! Gak pernah bersyukur!" Indra menghempaskan rambut Riana dengan kencang dari tangannya.

"Yang aku maksud bukan itu, Mas. Tapi perhatian kamu, kasih sayang kamu! Terserah kalau kamu mau nyakitin aku, tapi tolong jangan sakiti Faaz! Faaz masih anak-anak. Dia gak tahu apa-apa! Faaz nggak punya kesalahan apa pun, jadi tolong jangan sakiti Faaz lagi!"

"Siapa yang nyakitin Faaz? Salah siapa kamu peluk-peluk dia waktu aku seret? Suruh siapa kamu masih nyusuin dia waktu aku minta buat siap-siap? Faaz luka itu gara-gara kamu sendiri!" timpal Indra tanpa rasa bersalah. "Kamu jangan coba-coba pakai anak buat membantah sama suami!"

Riana pun bangkit dari lantai sembari menggendong anaknya yang masih menangis. Dengan langkah cepat, wanita itu berusaha menyingkir dari hadapan Indra dan menghentikan pertikaiannya dengan sang suami.

"Mau ke mana kamu!" Indra menarik baju bagian belakang Riana.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku