Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Kabar Buruk Kehamilanku

Kabar Buruk Kehamilanku

donald

5.0
Komentar
586
Penayangan
22
Bab

Rike sangat senang ketika menunjukkan hasil testpack positif kepada suaminya. Tapi kabar gembira itu harus dirusak dengan berita jika Rike hamil sebelum menikah.   Kabar itu membuat ibunda Rike sangat kecewa kepadanya. Ibunya menuduh Rike melakukan hubungan terlarang. Mampukah Rike mengambil kembali rasa percaya dari ibunya? Atau justru kabar menyedihkan itu benar adanya?

Bab 1 Senangnya Hasil Testpack ku Positif

Part 1

Senangnya hasil testpack ku positif

"Yank aku hamil loh!!" Kataku girang pada suamiku pagi itu.

"Beneran nih Yank? Alhamdulillah berarti sebentar lagi aku jadi Ayah nih," kata suamiku tak kalah bahagia sambil memelukku.

"Iya Yank, Alhamdulillah. Sebentar lagi kita jadi orang tua. Mulai sekarang kita ganti panggilan jadi Ayah dan Bunda aja ya, biar tersbiasa nantinya. Gimana Yah?" Ucapku sambil melepaskan pelukan dengan suamiku.

"Siap Yank, eh Bunda. Terima kasih ya sudah memberi kebahagian tak terkira padaku. Memang ini yang kutunggu tunggu. Dan Alhamdulillah belum genap sebulan kita menikah, kamu sudah hamil Bun. Dijaga baik baik ya kandungannya ya, kalau bisa sih Bunda berhenti saja bekerja, biar aku saja yang cari nafkah. Insyaallah gajiku sudah sangat cukup untuk memenuhi semua kebutuhan kita, dan juga untuk lahiran nanti," jawab suamiku yang kini sedang menggenggam tanganku dan menatapku.

"Tapi aku masih ingin bekerja Yah, janji deh nggak bakal kecapekan. Pliss ya, nanti kalau mau lahiran baru aku resign deh," kataku memohon.

"Oke oke deh. Tapi nanti kalau misalnya setelah kita periksa, dokter meminta Bunda banyak istirahat, Bunda juga harus janji bakal langsung resign dari kerjaan loh," ucap suamiku menatapku serius, masih setia menggenggam tanganku.

"Siap Pak Bos!!" Kataku sambil menaruh tangan kanan di dahi dan tersenyum padanya.

Kebetulan hari ini adalah hari minggu, jadi setelah berjamaah shalat subuh tadi, kami melanjutkan istirahat. Karena beberapa ini aku merasa agak mual, maka kemarin sepulang kerja, aku berinisiatif membeli tespeck, siapa tahu aku hamil, karena memang aku dan suami sangat ingin segera memiliki momongan setelah menikah. Dan ternyata pagi ini tespeck tersebut menunjukkan dua garis, subhanallah walhamdulillah sungguh sangat bahagia aku, dan tentu juga dengan suamiku.

"Yank, eh Bun, maaf lupa terus sih. Lebih baik sekarang kita telepon Mamaku, pasti beliau sangat senang karena akan segera memiliki seorang cucu. Dan juga langsung menghubungi Bapak dan Ibu dikampung, pasti mereka juga bahagia kan Bun," ucap suamiku.

"Yuk Yah. Sekalian minta doa supaya dedek utun didalam kandungan sehat selalu hingga hari kelahirannya nanti," jawabku dengan mengangguk.

Kemudian suamiku langsung menelepon Mama mertua, dan benar saja respon beliau sangat luar biasa, beliau sangat senang akan mendapatkan cucu pertama. Karena memang suamiku adalah anak sulung dan adiknya Fabian, baru kelas tiga sekolah menengah atas. Sejak meninggalnya Papa Mertua, dua tahun yang lalu, beliau terus saja meminta suamiku, Mas Febry, untuk segera menikah. Dan sebenarnya saat itu aku dan suamiku sudah berpacaran, namun aku memang belum siap menikah, karena masih ingin bekerja dan membantu orang tuaku menyekolahkan adik adikku.

Mendengar berita kehamilanku ini, Mama meminta kami untuk tinggal bersamanya, karena memang jarak rumah mertuaku lebih dekat dari pada rumah orang tuaku. Dari rumahku ke rumah Mama, hanya sekitar tiga puluh menit perjalanan, dan memang lebih dekat ke tempat kerjaku. Kalau rumah orang tuaku, berada di luar kota, berjarak sekitar tiga jam perjalanan dari rumahku.

Memang sejak pertama kali dikenalkan kepada Mama, beliau sudah sangat senang padaku dan sudah mengangapku sebagai anaknya sendiri. Karena memang dia tak memiliki anak perempuan. Beliau sering mengundangku makan malam di rumah, dan saat hari minggu aku pun kadang seharian disana membantunya melakukan perkerjaan rumah. Kebetulan juga memang tempat kost ku sangat dekat dengan rumah beliau.

Saat menikah kemarin pun beliau menghadiahiku sebuah motor matic klasik keluaran itali, karena memang Ibu mertuaku ini mempunyai usaha sebuah toko bangunan dan perkebunan teh peninggalan Papa dulu. Sebenarnya katanya sih, Mama ingin memberiku kado sebuah mobil, namun karena beliau tau aku sungguh tak berani mengemudikannya maka beliau pun membelikan ku motor matic saja, tapi jangan salah harganyapun tak jauh dari harga satu buah mobil loh. Sungguh aku sangat bersyukur memiliki mertua seperti beliau. Namun meskipun beliau sangat baik, aku lebih suka tinggal dirumah sendiri, rumah yang diberikan Mas Febry sebagai hadiah pernikahan kami.

Meninggalkan euforia Mama yang akan mendapatkan cucu pertamanya, aku pun kemudian menelepon orang tuaku di kampung. Dan seperti biasa teleponku diangkat oleh Ibu, karena Bapakku sama sekali tak bisa menggunakan telepon.

"Assalamualaikum Bu, bagaimana kabar Bapak dan Ibu dirumah?" Ucapku memulai pembicaraan lewat telepon.

"Waaaikumsalam, Rik. Kabar Bapak dan Ibu disini baik baik saja. Kamu dan Febry juga baik baik saja kan disana?" Jawab Ibu di seberang sana.

"Alhamduliah kami juga baik baik saja Bu. Bapak dan adik-adik apa ada di rumah Bu?" Tanyaku.

"Bapak seperti biasa di sawah. Adik adikmu sudah ikut jalan sehat yang diadakan di lapangan tadi pagi. Ada apa sih memangnya? Ini disini ada Bude Nur," jawab Ibuk lewat telepon.

"Oalah pada tak ada di rumah semuanya ya, padahal aku ingin menyampaikan kabar bahagia loh." Aku mengatakan itu pada Ibu.

"Kabar bahagia apa to Nduk, kamu ini membuat penasaran saja. Ayo cepat bilang, kebetulan kan Bude mu juga ada disini, dia juga pingin tahu ini kabar baik apa? Apa kami baru saja diberi hadiah oleh suamimu? Atau diberi hadiah oleh mertua mu yang baik itu?" Kata Ibu yang sepertinya sudah sangat penasaran.

"Bukan Bu, kabar ini lebih membahagiakan lagi, aku dan Mas Ferdi sudah di beri hadiah oleh Allah Bu, alhamdulillah aku hamil Bu," jawabku dengan antusias.

"Apa??? Kamu hamil? Nikah belum genap sebulan kok sudah hamil," jawab Ibu dari sana.

Sungguh kaget aku dengan respon dari Ibu kandungku tersebut, kenapa sepertinya malah tidak senang dengan kehamilanku ini.

"Iya Bu, Rike hamil. Memangnya kenapa kalau belum genap sebulan menikah, aku tak boleh hamil gitu ya Bu? Ini kan rejeki dari Allah Bu, masak aku harus menolaknya. Bukankah banyak diluar sana para wanita yang kurang beruntung, sudah menikah bertahun tahun masih belum diberi momongan kan Bu?" Ucapku dengan lirih pada Ibu.

Kudengar pelan suara Bude Nur meminta telepon dari tangan Ibu, dia ingin bicara denganku langsung katanya.

"Rike Rike, kamu itu lo kok nggak kasihan sih sama orang tuamu. Ibuk dan Bapakmu itu orang miskin, kenapa kamu masih tega mempermalukan mereka juga. Susah payah mereka membesarkanmu dan menyekolahkan mu, hingga Bapakmu mau melakukan semua pekerjaan kasar agar kami bisa kuliah di kota, malah kamu mencoreng muka mereka sekarang!. Dasar anak tak tau terima kasih kepada orang tua kamu ini!!" Bude Nur mengucapkan itu dengan tegas.

"Lho lho lho, sebentar Bude, apa maksud perkataan Bude tadi? Aku kan menyampaikan kabar bahagia, mengapa malah dibilang mempermalukan orang tua? Bude lupa ya kalau aku ini sudah menikah, jadi halal dong kalau aku hamil dengan suamiku," ucapku sedikit tak terima dengan perkataan Bude Nur.

"Kamu ini masih pura pura nggak ngerti juga sih? Lha kelakuanmu yang hamil duluan kan mencoreng wajah orang tuamu to! Masak iya sih, belum satu bulan kok sudah hamil, Bude hitung hitung kamu itu baru nikah selama dua puluh jari loh. Pasti kamu sudah nyicil duluan kan!! Dan juga sebagai anak sulung perempuan harusnya kamu itu jadi teladan buat adik adikmu, jangan malah ngajarin yang tidak benar. Memang ya kamu dari dulu itu nggak bisa dibilangin kok!" Bude Nur masih terus berucap dengan tegas.

Next???

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku