/0/25602/coverorgin.jpg?v=f78608e96138309796e790df68c40154&imageMogr2/format/webp)
Aku menangis kala itu. Saat alam bawah sadarku baru menguasai diriku setelah koma beberapa bulan yang lalu, aku menangis dengan sangat hebatnya. Aku kehilangan dia, aksara dalam kisahku. Aku kehilangan dia, diksi dalam puisi milikku. Bagaimana aku bisa menemukannya? Bahkan ketika semuanya terjadi tepat bersama denganku.
Saat itu, aku berlari dengan langkah kecilku yang baru sembuh dari rumah sakit yang selama ini menjadi tempatku untuk tertidur dan beristirahat. Namun, seseorang menahanku dan memelukku dengan erat.
"Nala, kamu jangan nangis. Udah, biarin dia tenang di sana yah nak?"
Dia Ayahku. Tapi, aku tetap tak bisa menengkan diriku. Seolah separuh duniaku telah menghilang ikut pergi bersama dirinya, Sakala. Laki-laki yang selalu bersamaku. Aku tak mau kehilangan dia, andai saat itu aku tak mengejar kupu-kupu indah sampai membuat kejadian menyeramkan ini terjadi.
Saat itu aku dan Sakala sedang bermain di taman. Seperti biasanya kami selalu bahagia setiap kali bertemu. Saat sedang asik bermain kami menendang bola nya terlalu jauh sehingga Sakala berlari untuk membawanya.
"Nala, kamu tungguin dulu ya? aku mau bawa bolana dulu," ucapnya sebelum pergi meninggalkanku yang hanya menganguk.
Benar namaku dan namanya hampir sama. Dia Sakala dan aku Shanala. Entah mengapa bisa sama, aku pun bahkan tak tahu alasannya. Namun, kedua orang tua kita memang sangat dekat karena itu juga kita berdua sering bermain dan tertawa.
Ada satu hal yang sangat istimewa, dia selalu memanggilku Sea. Katanya aku terlihat seperti lautan, aku seluas dan seindah lautan. Entah mengapa juga aku menyukai nama itu, Sea nama yang indah dari seseorang yang berada pada masa lalu yang indah juga.
Sakala belum juga kembali mengambil bola yang sedari tadi menjauh karena tendanganku. Awalnya aku yang akan mengambil bola itu, tapi Sakala melarangku. Katanya dia tak mau aku terluka sedikitpun, sehingga dia yang berlari dan mengambil bola yang pergi jauh tersebut.
Karena sangat lama, rasa bosan mulai menguasai diriku. Pada saat itu juga ada seekor kupu-kupu yang sangat cantik terbang dengan bebasnya. Awalnya aku hanya diam dan memperhatikan, namun semuanya berubah ketika aku ikut mengikuti arah terbang kupu-kupu cantik itu. Mataku hanya menatap sayap indah yang menempel, tanpa memperhatikan sekeliling dan tempat yang aku pijak.
Sampai saat itu, aku tak mengingat apapun. Selain teriakan Sakal yang memanggil namaku dan juga darah yang ada di sekitar tubuh kita berdua. Seolah cahaya datang entah dari mananya. Semuanya menjadi putih dan aku terbangun hari ini.
Saat mendengar bahwa Sakala telah pergi jauh dariku, aku takut. Aku tak pernah membayangkan sosok itu pergi jauh dari hidupku, sejak saat itu aku tak pernah terbuka kepada siapapun. Meski aku masih sangat kecil, namun rasanya seperti aku memang telah jatuh cinta kepadanya. Aku tak bisa melupakan sedikitpun kenangan masa kecil bersamanya.
***
Hari ini hujan sangat lebat. Aku melamun sambil menatap air hujan yang turun dan membuat embun di sekitar kaca yang berada tepat di sebelahku.
"Nala!" teriak Audrey membuatku terkejut kaget.
"Ishh... Drey. Gue di deket lo, kenapa teriak?" ucapku kesal. Audrey sering kali menganggu sesi melamunku.
"Temenin ngantin yuk, gue bosen. Lo nggak bosen natap hujan mulu?" gerutunya. Mungkin dia kesal, karena setiap hujan turun aku akan berdiam diri dan menatap air hujan.
Sebenarnya, bukan tanpa alasan jika aku sering menatap air hujan. Hanya saja, dia dan kenangannya tersimpan juga dalam rintikan hujan. Setiap melihat hujan, aku merasa melihat dia juga datang ke dalam hidupku yang telah lama merindukannya.
"Nala!! Ihh gue sebel sama lo yah, di ajak ngobrol malah melamun lagi." Audrey menggerutu sambil mengerucutkan bibirnya yang membuat aku tak tahan untuk melihat kegemasan.
"Iyah Drey, ayo."
Audrey menarik tanganku, mengapitnya dengan tangan milik dia. Kita berjalan menelurusi koridor yang sepi, mungkin karena hujan semuanya tidak pergi untuk keluar? Ah, aku juga tak tahu. Hanya menebaknya saja.
Kita telah sampai di kantin. Aku dan Audrey selalu duduk di bangku dekat mba Yati. Supaya lebih mudah ketika akan memesan, apalagi perut Audrey tak pernah cukup untuk satu porsi makanan saja.
"Nal, Nala..." panggil Audrey membuatku menoleh menatap wajahnya.
"Temenin gue beli makanan yah ke supermarket nanti pulang sekolah?" pintanya sambil memegang tanganku erat.
"Gue mau ke toko buku Drey, apa lo lupa?"
Audrey cengengesan. Senyumnya yang aneh membuatku mengerutkan keningku aneh. Sekarang apa lagi yang akan di lakukan Audrey.
"Nala pliss... temenin gue yah yah? nanti gue temenin ke toko buku deh," bujuknya sambil menatapku dengan wajah imutnya.
"Iyah, terserah."
Audrey berteriak kegirangan. Membuatku malu seketika, sekarang semua orang telah berkumpul di kantin dan karena ulah Audrey semua pasang mata menatap kita aneh. Ya tuhan... mengapa Shanala harus berteman dengan Audrey.
Kantin yang berisik tambah berisik ketika kedatangan seseorang. Aku tak tahu dia siapa, namun sepertinya semua orang menyukai laki-laki itu. Aku hanya mengangkat bahuku acuh, jujur saja aku tak pernah peduli pada lingkungan sekitar apalagi terhadap hal seperti ini.
"Nala nala! Itu kak Kevan ganteng banget ya tuhan," teriak Audrey histeris.
Aku mengacuhkan Audrey yang berteriak dan melanjutkan sesi makanku yang terganggu oleh kebisingan kantin yang membuatku ingin mengumpat. Siapa sih Kevan itu, mengapa semua orang menyukainya? Shanala rasa Kevan biasa-biasa saja. Tapi, kenapa semua orang berteriak setiap kali bertemu dengannya?
"Drey," panggilku.
Audrey menoleh. "Hah? Kenapa lo?"
"Dia siapa? Kenapa pas dateng semua orang teriak? Berisik," ucapku menekankan kata berisik pada kalimat yang baru saja keluar dari bibirku.
/0/2864/coverorgin.jpg?v=460568e3918cd7dd2c93605b0409c299&imageMogr2/format/webp)
/0/2707/coverorgin.jpg?v=398eb140c6fccf6c0a33976a940d7d57&imageMogr2/format/webp)
/0/2735/coverorgin.jpg?v=01ce258e27750b188bda6983dba43da1&imageMogr2/format/webp)
/0/5031/coverorgin.jpg?v=5068a0af7ca7dd176caaff44f56e7ac9&imageMogr2/format/webp)
/0/18257/coverorgin.jpg?v=577fd49c17486fe54a57b3ae5421e213&imageMogr2/format/webp)
/0/14542/coverorgin.jpg?v=15786a530a0c64c4d36206dfe649942e&imageMogr2/format/webp)
/0/14092/coverorgin.jpg?v=9d6ecb0c199c3a3451345bc2a722b7b2&imageMogr2/format/webp)
/0/5126/coverorgin.jpg?v=ceeff7eb87dc85ba809e8ec68930aa3a&imageMogr2/format/webp)
/0/4793/coverorgin.jpg?v=b05d912cb7a7054a4a624080113e86aa&imageMogr2/format/webp)
/0/8838/coverorgin.jpg?v=5fa52a340a7b4b8f9baf12b16ef8cc13&imageMogr2/format/webp)
/0/16515/coverorgin.jpg?v=cce79db0f75ce3167b39d18d99008fa6&imageMogr2/format/webp)
/0/10735/coverorgin.jpg?v=daff08e7c5224ed31b5ec8a358cb4f49&imageMogr2/format/webp)