Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Cinderella's Heart

Cinderella's Heart

world_J

5.0
Komentar
3
Penayangan
10
Bab

Isabell seorang wanita bangsawan mencintai sosok pemburu tampan, namun takdir membawanya bertemu pembuat sepatu dengan rumah reyotnya di pinggir jalan semuah desa sepi penuh kriminal. Apakah takdir bisa menyatukan Isabell dengan sang pemburu? Ataukah pertemuannya dengan pembuat sepatu memiliki sebuah tujuan sendiri?

Bab 1 1

"Berhentilah mengamati sepatuku seperti mangsamu, Lady."

Sosok pria berpakaian sederhana itu angkat bicara, memperhatikan bagaimana jemari lentik itu mengusap ukiran yang ada pada sepasang sepatu, dengan manik biru safir yang tak lepas memandanginya pada rak kayu.

"Dan berhentilah berbicara seolah aku adalah pemburu, My Lord, aku hanya memperhatikan detail ukiran yang kaubuat pada sepatu ini, sangat cantik berapa lama waktu untuk membuatnya?"

"Tidak lama, hanya sampai menghabiskan dua botol wine murahan."

"Menarik." Isabell menyeringai kecil, menunjuk sepatu yang sedaritadi begitu menarik perhatiannya, sang asisten pribadi yang mengikuti mengangguk paham. Mengambil sepatu biru muda dengan ukiran mawar itu lalu membawanya pada meja kecil di depan Mr.Vasco yang sedaritadi duduk memperhatikan Isabell.

Setelah membungkusnya dengan kain tipis dan sebuah tas sederhana, Vasco menyerahkan sepasang sepatu itu dan menyebutkan nominal harganya. Anne-sebagai asisten pribadi Isabell dengan cepat membuka pouch kecil yang selalu terisi penuh dengan uang, lalu memberikan pada Vasco sesuai dengan harga yang disebutkan tadi.

"Terima kasih." Vasco menarik laci kecil di bawah mejanya. Lalu mendongak kembali menatap Isabel yang tak kunjung beranjak dari tempat berdirinya di depan meja kasirnya.

"Ada ap-"

"Aku harap kau bisa meluangkan waktu untuk jamuan minum teh Lady Peach besok, akan ada banyak kaum bangsawan yang hadir di sana." Isabel menumpukkan kedua tangannya pada sudut meja, menatap lekat Vasco yang menghela napas seolah jengah dengan perkataan wanita itu.

"Kau sudah mengatakan itu sejak dua hari kita bertemu, setelah asistenmu mengatakan jika kau berhasil mencuri perhatian para tamu undangan di pesta dengan sepatu buatanku," kata Vasco, sedikit jengah begitu wanita di depannya terus saja mengatakan hal yang sama setiap kali mereka bertemu, bahkan sesekali dalam seminggu awal pertemuan mereka itu ia terus meminta bawahannya untuk mengirimkan surat padanya berisikan hal yang sama; jamuan minum teh di kediaman Lady Peach. Seolah dirinya sangat pikun hingga harus diingatkan terus menerus.

"Aku hanya memastikan saja, takut-takut jika kau lupa. Mengingat banyak sekali waktu yang kau habiskan hanya untuk sepasang sepatu. Ah-ya! Aku berharap sebelum pergi ke kediaman Lady Peach, kau bisa sedikit kuajari tentang bagaimana kesopanan dalam lingkungan kami, sayang sekali besok kita sudah harus berada di sana." Vasco mengangkat satu alisnya bingung, kesopanan? Apakah kesopanan dalam bangsawan dengan rakyat biasa seperti dirinya berbeda?

"Itu lebih baik, Lady. Kupikir mempelajari hal seperti itu akan memakan banyak waktuku, dan sepertinya aku bisa bersikap sopan tanpa kauajari." Vasco berpikir bahwa masih banyak hal yang harus ia kerjakan dibanding mempelajari tentang kesopanan yang sudah diajarkan oleh orang tuanya sejak ia belajar berjalan dulu. Lagi pula, dia hanya akan bertemu mereka besok, tidak setiap hari bukan?

Berbeda dengan Vasco, Isabell mendengus mendengar ucapannya, menatap mata abu itu dengan sedikit angkuh. "Tetap saja, aku masih berharap bisa mengajarimu tentang hal itu. Tidak peduli kau adalah pria penuh sopan santun," katanya tetap dalam pendiriannya.

Anne yang berada di belakangnya hanya menunduk tidak tahu harus berkata apa, Isabell dengan keras kepalanya memang sudah tidak dapat dipisahkan lagi. Sudah melekat dan menjadi karakter tersendiri untuknya.

Vasco sendiri hanya dapat menatap mata biru itu, tanpa sebarang ekspresi. Dirinya baru dihadapkan dengan wanita keras kepala yang sebelumnya tak pernah ia temui, bahkan Cristopher pun ia rasa tak memiliki sifat itu.

---

Dalam perjalanan pulangnya Isabell termenung dalam kereta miliknya, Anne hanya menatap bingung padanya, tidak tahu harus memulai obrolan apa, sudah lama berada di sekitar Isabella menjadikannya tahu, bahwa terkadang wanita bangsawan itu memiliki suasana hati yang buruk sehingga sulit diajak bicara dan hanya diam saja, terkadang pula Isabell menjadi orang yang mudah sekali menyambung dalam obrolan, tapi kali ini sepertinya Isabell sedang memiliki suasana hati yang baik.

"Anne, bagaimana menurutmu Mr.Vasco? Apa niatku untuk membawanya pada kediaman Lady Peach besok sudah benar?" Anne menatap wanita itu, menghela napasnya sebelum menjawab, "Sebenarnya itu sedikit membuatku merasa aneh, Ma'am." Meski dirinya tak mengetahui begitu dalam mengenai Isabell, tapi Anne merasa ajakan wanita itu pada Vasco sangat aneh mengingat belasan orang perancang sebuah busana tak pernah ia ajak ke sebuah acara seperti itu. Meski mereka telah membuat Isabell mendapat banyak pujian dengan busana buatan mereka.

Lalu sekarang, pembuat sepatu dengan rumah sederhananya dan tak terlalu terkenal itu tiba-tiba diajak olehnya untuk menghadiri jamuan minum teh di kediaman Lady Peach, temannya.

"Aku hanya ingin membantunya, dan sedikit memberinya apresiasi bahwa sepatu buatannya tidak kalah bagus dari yang dibuat oleh Robint," katanya meluruskan kebingungan Anne.

"Seperti itu, bagaimana jika di jamuan minum teh besok, kau bertemu dengan Mr.Corbet, ap-"

"Sekaligus aku ingin melihat bagaimana reaksi Mr.Corbet nantinya, terima kasih Anne aku menjadi punya alasan kuat untuk mengajaknya besok." Annelise tersenyum simpul, mengangguk dengan maklum mendengar perkataan sang Lady.

Isabell diam-diam juga tersenyum tipis, hatinya dengan cepat berubah lebih baik dari sebelumnya. Corbet? Ah, memikirkannya saja sudah membuatnya hampir berteriak histeris mengingat bagaimana wajah rupawan pria itu dan suara beratnya yang selalu bisa membuat jantungnya berdegup kencang.

Pandangannya beralih pada jendela kereta, memperhatikan jalanan lenggang dengan beberapa rumah sederhana pada pinggir jalan itu. Jalanan yang tidak rata membuat laju keretanya sedikit lebih lambat.

"Anne, apa kau sudah menyiapkan gaun yang cocok untuk kupakai besok?" tanya Isabell teringat sesuatu.

"Sudah, Ma'am. Aku juga sudah memisahkannya di almari lain." Isabell tersenyum puas, mengingat Dhruv bisa saja bermain di dalam almarinya dan merusak gaun-gaun miliknya.

"Aku hanya tidak ingin si nakal Dhruv membuat gaun pilihanku rusak," katanya, Anne hanya tersenyum membayangkan pria manis yang sangat aktif berlarian menjelajahi isi rumah hingga membuat Isabell memekik marah.

Tak jarang jika matahari sudah naik tepat di atas kepala Isabell akan berteriak marah melihat Dhruv yang masih saja terbaring manis di tempat tidurnya, lalu keduanya akan sama-sama mengeluarkan perdebatan yang membuat seisi rumah memijat pelipis karena merasa terganggu dengan suara keras keduanya.

"Sepertinya Dhruv tidak akan menjelajahi perpustakaan pribadi milikmu, Ma'am. Dirinya pernah berkata padaku jika ruangan penuh buku itu terlihat sangat menyeramkan dengan nuansa coklat gelap dan dua lilin di atas meja bacamu."

"Kau menyimpannya di sana?" Isabell terkekeh kecil, mengingat Dhruv yang pernah ia bawa ke dalam perpustakaan itu berakhir menangis kencang. Ruangan sunyi yang penuh buku itu benar-benar membuat nyali si pria kecil menangis.

"Ya, kupikir itu satu-satunya tempat paling aman yang kita miliki setelah semua ruangan sudah dijelajahi oleh Dhruv," ujarnya ikut tertawa.

"Ah, anak itu."

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku