Istri Pertama Suamiku
akan-akan ada yang ingin mengendalikan raga ini. Sadar bahwa apa pun bisa terjadi, ak
gan seram tentang sosok gadis yang menari-nari di kepalaku. Siapa dia dan a
a. Seperti ada yang memaksaku untuk tetap membuka mata. Aku harus berseko
krek,
itu tepat di sebelah jendela kamarku. Tirai yang transparan memperlihatkan dedauna
gaimana aku bisa setakut itu pada hembusan napas di tengkuk. Saat itu tidak ada yang kupikirkan k
halus di sekitar. Hebat! Aku merasakan semua itu. Merinding, perasaan aneh, seperti diawasi, hawa yang t
ium
, jika makhluk itu tidak memaksa dengan tujuan meminta sesuatu, dinamakan mediumship. Sejauh ini hanya pen
k mengungkap kejahatan, lalu suatu kasus te
lah dengar, siapa yang berbicara? Aku m
k mengungkap kejahatan, lalu kamu tak keber
ruh tubuh. Sesekali mengintip karena
Sar
arah? Sudah lama ia tak terlihat l
uah dongeng. Ini bukan dongeng p
ratur, sepertinya ketakutanku pada hantu mulai berkura
alang yang dibunuh suami sendiri," katanya sembari mengepal erat
a sempat tertawa kecil dan kembali menunduk
ara yang tak kuinginkan.
upmu nanti. Cari yang sabar dan menerima s
apa yang dia bicaraka
k sepertiku. Jauhi lelaki yang egois
berpikiran soal rumah tangga. Ara bahkan belum pernah
rang. Tak masalah belum pernah pacaran. M
belaka. Seandainya aku tidak menyayangi dia, tidak terlanjur masuk perangkap cintanya, sudah lama ku
amu masih kecil dan belum bisa memahami sakit yang kurasa. Aku ak
berembus pelan. Tiba-tiba kantuk mulai datang, aku berbaring dan terlelap. Di
*
ra
l membawa pisau buah. Aku yang ketakutan berlari mendekati Mama dan m
a taruh di mana? Mau bunuh aku diam-diam?" bentak Ayah sambil menodong
, nanti dicari lagi,
pan? Kalau ngga ketemu gimana? Itu buat bayar sewa rumah! Kalau
marah." Aku
usah lahir ke dunia!" Ayah pergi. Ia mendobrak pintu
ekmu?" t
t Alin sejak tadi. Merasa ada masalah, an
bentak Ayah
seperti ingin mencegahku. Ayah m
Ayah,
h, a
tubuh kami cukup parah. Mama me
kmu?" Ayah menodongkan pis
h aja aku kalau kamu mau, Yah. Jangan siksa anak-anakmu," kata Mama memohon. Ayah melempar tongkat dan pisau i
akit ...,
ok. Jangan nangis," kat
*
memeluk Mama dan berbicara sesuatu
gi, Sayang. Maaf
sedikit tidak wajar, sampai ingin membunuh. Aku mengambil air da
lukis di sela-sela air mata. Terbayang jika seandainya tadi siang pisau itu mengantar mama dan Alin ke peristirahatan terakhir, len
g terlalu menekanku. Aku sayang mereka, membenci sifat ayah yang tak bisa mengontrol emosinya. Lela
e you
*