Aku bukan wanita penggoda
k laki-laki berkaca mata yang terlibat fokus
ya anak laki-laki itu yang tidak tertarik bermain bersamanya. Hal itu memb
a bisa marah," kata seseorang membuat An
harus marah?" sahutnya heran, lalu kembali menatap anak la
ecak tidak suka. "Aku juga tidak tahu,
irinya tidak salah, lalu ia mengalihkan pandangan p
gi?" Ajak Erin mengalihkan pembicara
itu mengangguk dengan cepat. "Ayok, tapi tad
njauh dari teras dan meninggalkan anak laki-laki
boneka di ruang yang berfungsi sebagai tempat m
di mainkan di luar rumah karna akan di curi
anak Yaya tadi pagi
a menulis di atas kertas kosong, lalu mend
boneka, lalu tersentak kag
i?" Celetuk Anindya dengan polos, membuat
cap Erin setelah lelah tertawa. "Aku akan menulis
apa?" tanya
un itu bingung mencari cara menjelaskan pada anak enam tahu
tuknya. "Memang apo ... tek, itu ada di rumah sakit? Kalau ngga salah ..
ernah pergi
jawaban berupa anggukan kepala dari Erin. "Be
katanya melihat Anindya sudah berdiri da
ari gerbang panti berjalan menuju ru
bohong pada Bundanya. Pikiran kecilnya terus saja beker
m rumah. Kaki kecilnya terus berjalan ke kamar pria yang
a a
ya Anindya tidak membiarkan Adam
hon
h dulu kalau mencari obatnya jauh," Anindya menatap ayahnya curi
putri bungsunya. Ia tidak pernah bercerita tentang masalah
irinya dan sang istri. Sebenarnya masalah di rumah tangganya te
kan mengalah. Bahkan istrinya m
idak akan membiarkan hal itu terjadi. Lebih baik
ahnya kesal. "Aku udah dengar semuanya. Saat Ay
utrinya, lalu ayah dari tiga orang anak itu berjongkok
nda mendapatkan telepon dari seseorang se
enyum, pria itu mendapatkan titik t
ayah. "Tapi ayah juga harus janji kalau tidak menyakiti Bunda lagi. Ayah s
sangat sulit dari pada saudaranya. Jika anaknya yang lain dengan
kin keras hati jika sudah mengingin
h ikut Ayah?" tanya Adam setelah bosan m
jauh lebih k
engan jalan pikiran anaknya. Pria itu juga tidak buk
tara Ayah? Tidak ada. Jadi, dari pada Ayah nantinya
dan menatap putrinya lelah. "Ya
*
nya Anindya begitu lewat di depan seorang
tidak putus dari anak lelaki itu hingga akhi
berhenti tidak jauh darinya. "Yaya l
jangan me
ah dengan memberanikan diri untuk semakin dekat a
ya menyerah. Ia bahkan dengan berani duduk di s
menghela nafas kasar. "
diam, mungkin bisa untuk tidak bicara, tapi tangan anak
itu sambil menepis tangan Anindya dari buk