Pudarnya Pesona Janji
n luar biasa. Iya, sih, Intan paham. Siapa pula yang mau ditodong pernikahan tan
ri. Ada masa yang tak dapat diterawang. En
pernikahan adalah 25. Sudah matang secara emosi dan pikiran. Se
erhitung remaja. Pikirannya belum dewasa. Untuk rumah
min tingkat kedewasaan. Buktinya masih banyak orang yang sudah menikah tapi masih kekanak-kanakan. Pikirannya main
kum. Benar ini
tekan dan pesa
da lelaki tercintanya. Dengan keberanian y
im dan pesan akan sampai di nomoro si penerima. Sayangnya jemari lentiknya l
dan tak sabar menunggu jawaban lamaran. Sepuluh tahun bukan waktu singkat. Kin
layar dilakukan berulang. Dag dig dug hati Intan tak karuan. Kadar
am. Iya, benar.
gkap gendang telingan Intan. B
ntan mendapati pesan dari Iman
bodoh sekali dia! Baru dibalas begini saja sudah bahagia
ji Junaedi. Mmm ..
at. Entah kenapa Intan dan Iman klop begitu cepat, padahal ini
ga waktu sudah larut dan
yang mana
Sayangnya, si pemilik gawai sudah di alam mimpi. Tak ada balasan
*
an menjadi lebih berani m
sama dengan mengundang bahaya dan menjauhi rezeki. Ibu dan Bapak sudah membuk
ehari-hari sang calon pasangan. Sekali lagi, Intan membuang pikiran apakah lelaki itu akan
buat Intan bahwa pilihannya memilih pasangan adalah benar. Si lelaki berkumis tipis itu selalu
a kali dia mengucap salam dan belum ada jawaban dari si punya rumah.
suaranya kurang keras? b
n mengucapkannya. Intonasinya naik beberapa not
il. Mungkin meman
lebih baik Intan pulang. Menunggu hanya akan menjadi pe
angkahkan kaki. Segera ia menjauh
rambut panjangnya. Membuat mahkotanya yang lurus dan hitam itu berkibar. Pelan-pelan udara bergerak itu dirasakann
lumayan jauh dan Intan lihat mereka sedang ngobrol dan tertawa-sambil membulak-balikkan padi yang sed
uasana alam sekitar. Kebetulan Bapak ada suatu urusan di sawah-entah untuk apa. Maka jadilah anak gadisnya ikut. Namun, karena kesenangan Intan luar biasa, jadilah dia kot
um akhirnya dimandikan. Iya, lumpur di badan Intan tak karuan tempatnya. Kalau dibiarkan mandi s
al yang lumayan parah. Jadilah Ibu dan Bapak panik karena seharian In
gatnya. Masa kecil itu
a salah seorang ibu-ibu yang
cuma ia malu mengatakannya. Duh, ke rumah laki-laki? Apa kata orang nanti?
ji," ujar ibu yang pakaiannya heboh. Bajunya kembang-kembang
h berteriak berkata. Ah, padahal tidak perlu begitu
k. Sedang-sedang saja. Meski kulitnya keriput masih bisa Intan lihat sisa-sisa kecantikannya. Kulitnya tidak terlalu gelap. K
ya dimaklumi, sih. Mata Intan menyapu seluruh bagian tubuh ibu ini. Dari ujung kepala hingga kaki. Bukan tanpa ala
Maaf rumahnya kosong. Iman sedan
Nanti saja kapan-kapan ke sana lagi. Dan ini ada titipan dari Ibu." T
main, ya, main saja ke rumah, jangan
juga bukan sesua
Marni melangkah besar-besar, sudah ditinggal rombongan, sementara Intan