Belenggu Cinta Sang Pangeran Mafia
ru. Mengharuskan mereka terlibat dalam pertempuran tangan kosong. Sebuah mobil van hitam datang. Dua ora
lah datangnya bala bantuan yang sempat Jerome panggil tadi saat masih di dalam mobil. Memukul mundur serangan para penunggang motor, hingga akhirn
Rafaele dan Bella. Dia salah satu bala bantuan yang datang karena panggilan dari
as mereka, setelah tadi bertarung se
mati karena kalian kurang cepat. Dasar bodoh!" Rafaele ber
nya menundukkan kepal
ele. Aku baik-baik saja. Kau juga masih hidup. Tidak perlu membesar-besarkan pers
tah apa yang aku tetapkan. Aku, kau, dan kita semua bisa mati kapan saja karena sik
kahan mereka. Gaun pengantin Bella bahkan sudah compang-camping tak berbentuk. Geram pula Rafaele melihatnya. Gaun
as ke bawah. Tidak mencerminkan istri seorang pemimpin klan mafia. M
hh .
a membopong tubuhnya ala brydal style. Cocok juga,
la. Mengerutkan dua alisnya. Tak mengerti
imu. Apa pun alasannya," jawab Rafaele melirik seki
harus memakai highheels. Kau
adeni Bella. Ia lantas mulai melangkah menghampiri limosin. Caleb mengekor, dan membuk
enginterupsi. Melihat Jerome juga sedang kesakitan karena dikeroyok banyak orang tad
i di belakang setir kemudi. Mulai melajukan kendaraan mewah yang cu
sampai melukai Rafaele. Juga
*
ana, posisi itu sudah lama kosong semenjak wafatnya Stevanny-istri mendiang Henry. Dan
jadi di antara mereka. Hening. Rafaele tampaknya sibuk bergelut dengan isi pikirannya sendiri. Sedangkan Bella sibuk menebak-nebak,
i lorong dengan dominasi warna hitam pada dinding berbahan dasar batuan andesit. Mengusung teknik cladding, yang menyugu
ungguh terlihat sengaja mengabaikan pe
berlebihan? Kita bahkan masih hidup sekarang. Lalu, untuk alas
eri respon. Laki-laki itu menghentikan langkahnya
mereka memiliki banyak kesempatan untuk membuatmu terbunuh. Atau jika mau, mereka pun sangat mampu untuk mengambilmu dariku. Lalu
at Bella melebar. Ditelaah dari ucapannya saja, Bella sudah bisa me
t wajah Bellla, Rafae
nnya. Inilah duniamu yang nyata, Bella. Well ... selamat datang di Negeri barumu." Sinis sekali k
nuju ke sebuah pintu yang terletak di ujung lorong. Pintu cukup besar, yang tak lain me
seseorang. Melainkan hanya dijadikan pengikut. Atau tawanan lebih tepatnya. Angan-angan indah akan datangnya pangeran be
nikahan yang cukup melelahkan. Dan juga menguras energi. Bella ingin sekali beristirah
i lampu plafon yang ada di atasnya. Gadis itu mendapati Rafaele sudah bertelanjang dada. Duduk di atas sofa panjang yang terletak di seberang temp
salivanya sendiri. Betapa ini adalah pemandangan paling indah di matanya dari sosok kegagahan seorang lelaki. Sesuatu yang seumur hidup belum pernah ia saksikan langsung. Rafaele ad
aele menyapa indera pendengaran Bella. Salah satu jemari tangannya tampak be
emilih buang muka, tanpa satu jengkal pun bergera
iring, disusul tubuhnya bangkit dari sofa. Mela
tmu berkata tidak ingin, tapi matamu mengatakan sesuatu yang lain." Rafaele berdesis, sedetik setelah ia tiba di hadapan Bella berdiri. Menempatkan d
rkan." Bella menyanggah, tanpa menyingkirkan tangan Rafaele yang k
a ke depan wajah, sebelum ia jatuhkan kecupan sing
u
ya diam. Menatap tanpa ge
u semakin penasaran. Dan kurasa, malam pengantin ini akan sangat meny
li tak terpengaruh karena
an wajahnya pada wajah sang istri, Bella melengos. Meng
t, Bella. Apa tidak boleh jika aku merasakannya
mendengar kalimat itu. Ia
enti di situ. Tubuh Bella pun di dorong cepat oleh Rafaele, sampai tersudut pada dinding kamar. Tak sempat pula Bella memberikan aksi penol
rbeda. Lumatan yang Rafaele beri sangat lembut dan basah. Bella bahkan bisa merasakan aroma ang