WURAKE
ting tembakau. Sedianya aku berniat berjaga hingga pagi hari. Akan tetapi,
ari-hari juga terus berlanjut. Hinggalah
pesan dari
a Yohana, dahiku m
mengancamnya di malam itu, apakah M
" ulan
agap. "Apa ... Mama Yoha
wab Rania. "Pagi tadi,
terus?" Aku
ng ke rumahnya. Cucunya bila
Apa hubungannya dengan sa
iau, ya!" ujar Rania sembari beredar tanpa
etapi demi tidak ingin mengecewakan R
saja duluan. Rapatkan saja pintu dep
engangg
u tahu, pasca melahirkan waktu tidur malam Rania sangat t
ning Rofik yang ada dalam bu
ohana memanggilku. Jika dia ingin membuat perhitungan, seharusnya dia langsung saja menyerang,
untu
lailah terdengar suara jeritan. Semakin ke sini semakin j
pemilik suara tersebut, aku bergega
amuala
konsentrasi penghuni rumah yang kebetula
yaris semua dari mereka yang kebetulan tengah berada di ruang
ak tertua Mama Yohanna, dengan tatap
ah Bu Afiah untuk kembali menatap lantai, usai memper
ngambil tempat, duduk melingkar ber
nya tam
tampak sibuk dengan candanya masing-masing, semuanya hening. Diam-diam
alian, k
ada yang menyahut. Berapa di antara
engan mer
arah Pak Arkas, suami Ibu Afiah,
juga tidak menjawab. Sedetik kemudian, Pa
gsung diikuti oleh Pak Arkas. Lalu, hampir bersamaan mereka mem
kami sudah berad
dan kain yang dijadikan tirai penutup ruangan dari tempat k
akhirnya aku tahu, itu adal
rit lirih Mama Yohana membuatku tid
a ia membuka cerita. Dari tutur Bu Afiah, ak
malam hari, semakin larut malam jeritan Mama Yohana semakin menjadi. Jerit yang d
enyaya
anyak hal, aku menyela, "Lalu
Bu Afiah. Tampak Bu Afiah s
anya, sambil terus mengawasi Bu Afiah dan P
tuh keris yang ada di balik pinggangku, memasti
t beberapa kali sebut nama kamu. Itulah kenapa kami panggil kamu ke sini, sia
ti saya hal-hal seperti ini!" Aku coba menep
akin kamu bisa membantu
dak tahu apa-apa, kasian. Ibu sudah terlalu
aku mengelak, semakin
dengan I
us dipaksa, meskipun tidak seberapa ya
cara bergantian. "Sebenarnya saya tidak tahu apa yang k
n, izinkan saya masuk lihat
li harus dilihat secara langsung?" Kini Pak Arkas yang angk
h saja, Pak
gizinkan melihat secara langsung keadaan Mama Yohana, sudah
in dalam jarak sebegini dekat? Lalu, untuk apa aku dipanggil
aaf, saya mohon pamit saja k
tuk segera berlalu, ketika Bu Afiah
ebentar!" cegah Bu Afi
ung keadaan Ibu kalian. Tapi karena kalian sepertinya keber
ni, tidak lebih dari apa yang pernah aku dengar dari para sepuh yang pernah ia datangi. Baik untuk mempela
g lebar, Bu Afiah dan Pak
udah mau pergi, tapi mungkin ada sesuatu yang tahan.
fiah mengangkat kepala. P
apas, lalu melanjutkan, "orang seperti Ibu kalian biasanya menyembunyikan nyawanya dalam bungkusan kain hitam. Tanyakan, atau
kertas dan kapur sirih i
ernah lihat?"
fiah memanjangkan jari
lebih seperti itu.
barang itu ada di bawah
itu anti api. Bakar saja terus. Lama-lama nanti dia menya
kenapa?" sam
kalian. Bukan apa-apa, kalau barang itu bersentuhan dengan