Kafan Hitam
iboeh,
menyingsing di ufuk timur, pagi yang tenang tak lagi terasa. Bak angin yang berembus ce
orang pria berseragam abu-abu tengah mewawancarai beberapa petani. Ja
ang terbujur kaku itu. Dilihat dari pakaian serta ciri-ciri fisik, wa
h sana," tunjuk Asep ke arah sisi jalan yang dinau
itu benar-benar terjadi. Sebagian penduduk berpikir mengenai siapa gerangan si pembunuh, setengahnya bertanya ke
eorang polisi bertubuh tambun, "kami juga akan ba
ng lain. Matanya mengawasi warga yang kian
ubar!" pinta polisi yan
persawahan. Sebagian besar pergi dengan masih dihantui per
di tempat. Jemarinya sejak tadi tak berhenti gemetar, sedang dahinya terus-menerus mengeluarkan keringat. Pria itu sama sekali
kan diri menoleh. Sialnya, matanya malah tertuju pada ja
*
ikan adalah kematian Mbah Atim yang misterius. Ada dua masalah yang timbul dari meninggalnya si penjaga makam Mak Lilin tersebut. Pertama, sia
elaksanakan kewajiban kita pada jenazah," ucap Rojali
ak. "Tapi kalau boleh jujur, siapa pun tentu tak mau kalau harus meman
ang, kemudian mendaratkan
a. Beberapa di antara mereka tertunduk, sisanya menghisap rokok dalam-dalam, berusaha menyenyahka
g duduk di samping Pak Dede. Yaya
Yayat. Merasa jadi pusat perhatian, pria
ide, Yat?" t
ulu menyeka keringat di dahi. "Punteun," u
, Pak Yayat,"
atu per satu orang yang hadir dalam pertemuan. Bukan tanpa alasan ia berkata demikian. Pria tua itu pernah mendengar cerita
ertunduk, takut sal
rtemuan berbagi pand
ruhan cerita itu. Nyatanya, cerita yang kita dengar tentang kejadian beberapa puluh tahun lalu itu,
urai kembali cerita lama itu dalam pertemuan ini. Saat ini, mereka d
andikan dan mengafani jenazah yang tak utuh," lanjut Pak
n, lulusan pesantren di kabupaten. Ia bekerja sebagai mandor di kebun sayur milik pesantren di desa ini
nya saja karena warga desa menghargai ilmu agama dan sumbangsihnya pada desa, ia masuk daftar
ntuan ke kecamatan?" usul Pak Yaya
dut bibirnya. Ia bahkan sampai terbatuk-batuk setel
pura-pura simpati dengan permasalahan kita. Selebihnya mereka tidak akan peduli. Lihat jalan desa! Sudah berpuluh
akukan, Ustaz?" tanya Pak H
ang tertuju padanya. Pria paruh baya itu berdecak kesal karena merasa diabaikan. Dibanding bertanya pada dirinya, orang-oran
pihak pesantren di kabupaten," ucap Rojali
sahut hampir
rbuat banyak. Ia hanya bisa pura-pura te
ni juga." Rojali sedikit membenarkan let
atan akhir dari diskusi ini adalah Pak Dede bersama warga lain akan meng
ergerombol di langit. Entah mengapa aliran udara yang ber
en Mak Lilin itu adalah pendatang yang tak diketahui asal muasalnya. Pria itu secara sukarela menawarkan diri sebagai penjaga kuburan meski tanpa diberi imbala
berbicara dengan Mbah Atim. Jika tak sengaja berjumpa, pria tua itu hanya bertanya
Ia sedikit mengencangkan jaket. Perjalan