Penyembuh Luka
temu Abel harus segera terwujud. Keinginan itu seperti ala
koper, sedangakan tangan kanan memegang passport dan dokumen lainnya. Diko memindai seki
pria yang memegang papan nama dirinya di depan dada. Keduanya berjabat tangan, Diko masuk ke dalam mo
jalan dengan kepercayaan diri penuh, masuk
ngguhnya dengan
ang bisa kami bantu?" tany
g yang tinggal di unit E504. Abe
ugas itu lagi sambil terus mengeti
bukan atas nama Abel Medina, teta
ika tak mungkin salah alamat. Hingga
siapa?"
us. Petugas itu diam, lalu me
" nada bicara
wenang kami, namun, karena anda sudah datang, maka kami dengan bera
nggu lalu. Abel, di bawa ke Indonesia untuk di makamkan di sa
yang memerah meminta bukti. Pria itu mengangguk. Ia mengambil berkas di laci meja resepsionis, memberikan ke tangan Diko. Ada foto Abel yang sud
Diko tak pernah melihat Abel kesakitan atau mengeluh sakit. Semua tampak biasa. Lalu kedua matanya menata
uk segera ia hubungi. Detik berganti, sambungan telepon tak dijawab. Ia lalu meng
ra di seberang
akit dan Papa yang bawa jenazah dia pulang dari Vancouver! Kenapa g
*
ah
t. Tangannya meraih ponsel di atas nakas, ia m
g bisa ia ucapkan, karena setelahnya, sak
nyakitinya. Ia meraih tas-nya, memasukan ponsel dan beberapa barang lainnya. Ia meringis, perlahan berjalan ke arah pintu, debaran jantungnya berdetak hebat kare
it, ia membuka pintu kulkas perlahan, meraih air botol mineral kemudian ia tenggak hingga kandas. Napasnya terengah-engah, ia menunduk, menangis karenrisak seorang diri, tak pernah terpikirkan akan berada diposisi itu untuk menggugurkan kandungannya.
lihat seseorang yang datang. Bukan, bukan seseorang, ternyata dua orang, Tyo dan Juan. Sarah
mbulance dan satu mobil sedan mewah terparkir di sana. Entah apa yang terjadi kemudian, Sarah ta
*
el hingga Riska dan Russel datang mejemput, dan tidak membiarkan Diko pergi seorang diri keluar hotel. Diko seperti di kurung oleh k
sudah menghabiskan satu botol. Hidupnya hancur, Abel-nya pergi, Abel-nya meninggal tanpa menjelaskan a
tinggi besar. Diko tak menjawab 'Iya' atau 'tidak', ia pasra
luar dari kamar. Hingga malam menjelang, keadaan Diko semakin lemah dan terpuruk. Suara Riska dan Russel terdengar, pintu kamar hotel terbuka, Russel menatap heran ke adi
enyiram pria itu dengan air shower dingin. Diko diam, tak berontak s
begitu benci berada di posisi sebagai kakak tertua karena bagaimana pun
akan shower, membasahi tubuh Diko lagi hin
ikap kayak gini! Bangun! Kita bakal kasih tau apa yang sebenarnya terjadi sama Abel." Perintah Riska, Diko hanya menatap lekat kedua mat
an lo minta dia gugurin, kan? Bravo... adek! You so dumb! Bodoh!" Kedua mata Russel menatap kecewa dengan adiknya itu. Ia m
sam