Pelit Bin Medit
as Pram suamiku, seraya men
sudah menjadi rutinitas dia setiap bulan, meminta gajiku, kemudian menyimpann
orkan amplop pada Pria em
i tanganku, mbukanya, kemudi
?" tanya suamiku denga
nafas, membuang sesak ya
ngin sedikit menikmati gajiku, sekedar beli gamis murah, yang penting bisa buat
sudah banyak yang lusuh, sekalian nglarisin dagangan temen. Dia itu masih honorer, dia jualan baju buat tambah-tambah. De
amu, boros. Suka belanja barang
cuma beli satu, itu pun yang paling murah. Aku malu, tia
sehabis ngajar, pas masih paka
masa iya pakai seraga
el terus! Kamu tahu dosa nggak!" Su
, bagaimana kalau aku kayak orang-orang? Tiap habis gajian, ke mall boro
nampilannya saja yang wah, tapi nggak punya apa-apa. Lebih baik terl
ng suka kasar sama istri. Kalau aku mulai emosi,
" gerutuku pelan. Entah Mas Pram d
suamiku. Sebenarnya suamiku termasuk orang kaya di kampung ini, tapi entah men
ada hanya bedak viv* kemasan plastik dan lipstik dengan merk y
hku kurus dan tulang punggungku sedikit bungkuk. Efek waktu kec
. Bukannya aku tidak suka laki-laki, aku juga pengen merasakan jatuh cinta dan dicintai. Tap
mono, empat puluh tiga tahun, perjaka, sudah punya rumah sendiri, sudah pernah naik haj
seiring perjalanan waktu, begitu prinsipku. Setidaknya aku tidak dilangkahi adiku. Karena menurut mitos, kalau p
na aku anak pertama dan perempuan satu-satunya, di keluargaku
dupku akan bahagia, ternyata jauh panggang dari a
run tangan sendiri. Semua kebutuhan rumah, termasuk kebutuhan dapur,
g dikeluarkan sangat berarti. Rasanya aku tak per
iri, padahal aku harus pergi mengajar jam tujuh pagi. Sehingga aku sering kete
ku. Aku lelah, lagian perut ini makin besar
al! Kalau masih mampu mending dikerjakan
u benar-benar kuwalahan, aku berharap Mas Pram punya sedi
iri. Kan aku tahu sendiri, jam tujuh pagi aku sudah harus ngajar pagi-pagi. Apa
it mahal, nanti kamu malah nggak bisa kerja. Pekerjaanmu jadi terbengkalai, rug
a tidak terlalu mahal bolehlah," akhirn
s Pram segera menemukan pembant
*
menemukan ART untukku. Mungkin mereka nggak mau punya majikan pelit sepe
udah kepayahan bawa badan ini, " ucapku k
ang itu susah, mereka maunya kerja ringan, tapi g
ka minta gaj
jam empat sore. Kayak kerja kantoran saja. Bahkan ada yan
Mas, memang rata-rata bayarannya
luh lim
aranya. Kalau begini caranya, sampai anakku
mbung